Ilustrasi Marshmallow Test: Ibu meminta 8 orang anak yang berusia kira-kira 3-4 tahun untuk duduk di kursi yang berada di ruangan yang terpisah satu dengan yang lainnya. Ibu itu memberikan satu marshmallow di atas piring di meja yang telah disediakan.  Mereka boleh makan marshmelow itu, akan tetapi kalau mereka mau menunggu beberapa menit sampai ibu itu kembali ke ruangan mereka, maka mereka dapat memperoleh 2 buah marshmallow. Berdasarkan tes tersebut, ada anak yang mampu menahan diri demi mendapatkan satu buah marsmellow lagi dan ada anak yang langsung memakan marshmallow tersebut.
Berdasarkan ilustrasi di atas ada beberapa pertanyaan yang akan menjadi persoalan dalam tulisan ini. Mengapa ada anak yang mampu mengendalikan diri dan yang lain tidak dapat? Darimana ketrampilan pengendalian diri itu berasal? Apakah kemampuan awal (anak mampu mengendalikan diiri) memengaruhi perkembangan hati nuraninya di masa depan? Berikut ulasan-ulasan dari penulis mengenai beberapa persoalan tersebut.
- Alasan Anak Mampu versus Tidak Mampu Mengendalikan Diri
Ada 3 (tiga) latar belakang yang mendasari perbedaan pengendalian diri antara anak yang satu dengan yang lainnya. Pertama, regulasi diri (self-regulation) mendasari semua aspek kehidupan seseorang, seperti mental, fisik, dan emosional. Regulasi diri artinya kemampuan yang dimiliki seseorang untuk  mengupayakan keinginan dalam jangka panjang dari godaan secara lansung.Â
Kedua, kepatuhan (compliance) berkaitan dengan sikap pengendalian diri dengan mengikuti  petunjuk penting yang disampaikan dalam.Â
Ketiga, penundaan gratifikasi (delay of gratification) merupakan kemampuan untuk menunda kepuasan dan mengutamakan keuntungan daripada kesenangan secara langsung dengan adanya unsur pemaksaan terhadap diri sendiri.[1]Â
Piaget menyebutkan bahwa awal masa kanak-kanak ditandai dengan perkembangan moral yang disebut "moralitas melalui paksaan." Anak-anak secara otomatis mamatuhi segala bentuk peraturan tanpa harus berpikir dan menilai. Ia menganggap orang dewasa itu memiliki kekuasaan untuk memberi peraturan.[2]
Ada beberapa hipotesis yang menyatakan bahwa anak tidak dapat mengendalikan diri, karena melanggar aturan dan mereka lupa peraturan tersebut.Â
Ada pula yang mengatakan bahwa anak-anak melanggar aturan karena mereka tidak sepenuhnya memahami aturan tersebut atau lebih tepatnya tidak sepenuhnya memahami perintah yang mereka terima dari Marshmallow Test.[3] Menurut Elizabeth B. Hurlock ada tiga bentuk pelanggaran atau ketidakpatuhan yang terjadi pada masa awal kanak-kanak. Pertama, ketidaktahuan anak bahwa perilakunya tidak dibenarkan oleh kelompok sosial.Â
Orang dewasa menyampaikan peraturan kepada mereka, tetapi mereka mungkin melupakan atau tidak memahami peraturan yang diberikan tersebut. Kedua, anak-anak sengaja tidak mematuhi aturan-aturan yang kecil demi mendapatkan perhatian yang lebih daripada perilaku yang baik. Ketiga, anak melanggar aturan karena merasa bosan. Mereka tidak betah berlama-lama di dalam ruangan tanpa ada hal yang dikerjakannya.[4]
Alasan anak mampu mengendalikan diri dalam Marshmallow Test, karena anak mampu menunda kepuasan; patuh akan aturan yang disepakati; dan memiliki kontrol diri yang baik demi menginginkan sesuatu hal yang lebih menguntungkan.Â
Pada usia ini, anak sedang mengalami perkembangan moral yang disebut "moralitas melalui paksaan," seperti yang diungkapkan oleh Piaget. Maka, pada Marshmallow Test, anak mampu mengendalikan diri disebabkan oleh paksaan dari dirinya sendiri untuk mematuhi peraturan yang diberikan orang dewasa.Â
Anak memilih untuk tidak memakan marshmallow supaya mendapatkan tambahan marshmallow lagi. Anak mungkin takut melanggar aturan karena bisa mendatangkan hukuman bagi dirinya.
Alasan anak mampu mengendalikan diri bertolak belakang dengan anak yang tidak mampu mengendalikan diri. Diketahui bahwa alasan anak tidak mampu mengendalikan diri karena pada usia ini anak mengalami proses perkembangan moral.Â
Proses ini menyebabkan anak pasti membuat pelanggaran-pelanggaran seperti yang dikemukakan oleh Elizabeth B. Hurlock. Dengan demikian anak menjadikan dirinya tidak patuh terhadap aturan yang telah disampaikan.Â
Anak mungkin merasa tidak ada hukuman yang lebih berat karena memakan satu buah marshmallow. Pada usia ini juga, anak bisa saja melupakan peraturan yang telah diberitahu oleh orang dewasa. Mereka bahkan tidak mampu menunda keinginannya dan merasa bosan, sehingga mereka  memakan 1 (satu) buah marshmallow yang ada di hadapan mereka, tanpa menunggu hadiah atau tambahan 1 (satu) buah marshmallow lagi.
Â
- Keterampilan Pengendalian Diri Anak
Keterampilan untuk mengendalikan diri pada anak dalam konteks Marhmallow Test dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dari setiap anak. Salah satu yang menjadi aspek penting dalam perkembangan kognitif anak adalah fungsi eksekutif.Â
Fungsi ini merujuk pada proses kognitif kompleks seperti berpikir, menerima informasi, menyusun perencanaan, dan memecahkan suatu masalah. Anak-anak 3-4 tahun termasuk ke dalam anak usia prasekolah.Â
Dikemukakan bahwa pada usia ini fungsi eksekutif bekerja dalam kecakapan kognitif, seperti menahan diri atas implus otomatis, menjadi fleksibel secaara kognitif, memilih tujuan, dan memutuskan untuk menunda kesenangan yang bersifat tiba-tiba demi sesuatu yang lebih bermanfaat (dalam Laura A. King 2016:383-384).Â
Maka dari itu, orang tua berperan penting dalam memengaruhi perkembangan fungsi eksekutif pada anak. Orang tua menjadi tolak ukur bagi anak untuk belajar menumbuhkan fungsi eksekutif dan pengendalian diri.
Fungsi eksekutif bekerja dalam diri setiap anak pada usia prasekolah. Anak memperoleh fungsi ini dari cara orang tua memerlakukannya sedari kecil. Secara tidak langsung orang tua memiliki peran penting bagi pertumbuhan kognitif maupun emosional anak.Â
Orang tua berperan untuk memberi contoh bagi anak agar dapat  tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang mampu mengendalikan dirinya. Anak-anak belajar dari pengalamannya sehingga dapat mengendalikan diri.Â
Aneka pengalaman yang penting termasuk pola asuh memudahkan fungsi eksekutif bekerja pada anak. Fungsi eksekutif sangat penting bagi perkembangan anak. Dengan demikian anak memperoleh keterampilan pengendalian diri dari pengalaman bersama dengan orang tua beserta dampingan atau pola asuh yang diberikan sedari lahir.
- Interpretasi Marshmallow Test terhadap Masa Depan Anak
Â
Berdasarkan penelitian Marshmallow Test yang dilakukan di Bing Nursery School dari Standford University terhadap anak usia 3-4 tahun menunjukkan bahwa anak yang mampu menunggu dengan sabar, lebih cerdas dibandingkan dengan anak yang tidak mampu mengendalikan diri. Selain itu anak yang bersedia menunggu dalam Marshmallow Test tersebut akan lebih menghargai segala hal yang mereka miliki. [5]
Masa prasekolah menjadi awal bagi anak mengasah kemampuannya untuk melangkah ke jenjang yang lebih tinggi. Pada penelitian di atas membuktikan bahwa perkembangan anak di usia prasekolah memiliki kesinambungan dengan masa depannya.Â
Anak yang mampu mengendalikan diri dapat mengikuti pendidikan di sekolah dengan prestasi dan tingkah laku yang baik. Secara tidak langsung, anak yang sabar membentuk diri menjadi pribadi yang mampu menghargai dirinya.Â
Maka, anak juga mampu menghargai orang lain dalam perkembangannya ke depan. Sedangkan anak yang langsung memakan 1 (satu) buah marshmallow tersebut sulit untuk mengikuti kegiatan di sekolah bahkan dapat menghambat kelancaran belajar mengajar. Anak cenderung melanggar aturan-aturan yang berlaku.Â
Maka, anak memerlukan dorongan dari orang tua. Orang tua harus memahami setiap perkembangan anak sedari kecil agar membentuk pribadi yang berguna bagi banyak orang.
Â
Catatan Kaki:Â
[1] https://dash.harvard.edu/bitstream/handle/1/27112705/SAXLER-DISSERTATION 2016.pdf?sequence=1 diakses pada tanggal 04 September 2021, pukul 12.14 WIB.
[2] Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980, hal. 123.
[3] https://dash.harvard.edu/bitstream/handle/1/27112705/SAXLER-DISSERTATION 2016.pdf?sequence=1 diakses pada tanggal 04 September 2021, pukul 12.14 WIB.
[4] Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980, hal. 123.
[5]https://ekonomi.kompas.com/read/2011/11/14/09032183/latihan.bersabar.bikin.anak.lebih.cerdas diakses pada tanggal 05 September 2021, pukul 10:19 WIB.
Sumber:
Elizabeth B. Hurlock. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.1980.
https://dash.harvard.edu/bitstream/handle/1/27112705/SAXLER-DISSERTATION 2016.pdf?sequence=1 diakses pada tanggal 04 September 2021, pukul 12.14 WIB.
https://ekonomi.kompas.com/read/2011/11/14/09032183/latihan.bersabar.bikin.anak.lebih.cerdas diakses pada tanggal 05 September 2021, pukul 10:19 WIB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H