Mohon tunggu...
Uray Noviandy Taslim
Uray Noviandy Taslim Mohon Tunggu... -

Simple

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Pemblokiran Situs Islam dan Eksistensi Cyber Media

3 April 2015   10:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:36 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Disadari atau tidak cyber media telah menjadi salah satu faktor maju dan mundurnya Islam. Ya, hal ini harus kita ketahui bersama bahwa cyber media saat ini telah menjadi "rumah baru" tempat pemikiran dan gagasan bernaung. Cyber Media atau dikenal juga sebagai media siber, bukan lagi hal baru dalam perkembangan proses komunikasi di masyarakat.

Hal ini jelas memberikan dampak bagi eksistensi Islam sebagai agama terbesar di dunia. Islam dan pemikirannya yang dinamis, membuat ruang media siber dipadati konten-konten yang mau tidak mau, suka tidak suka, harus diterima sebagai konsekwensi dari perkembangan dunia siber yang cenderung bebas dan dinamis.

Menyoroti hal tersebut, di Indonesia sendiri memang akhirnya telah dibuat UU ITE sebagai proteksi pelanggaran yang bisa saja terjadi di dunia siber. Namun, dibalik hal itu, pemeritah seyogyanya bisa melihat dan menimbang segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh para pelaku dunia siber. Pemblokiran situs islam yang menurut saya terkesan terburu-buru dan tanpa kompromi ini, justru malah akan menjatuhkan citra kinerja pemerintah yang baru seumur jagung ini berjalan.

Situs islam yang selain sebagai media publikasi dan edukasi masyarakat, juga harus diberikan ruang yang sama sebagaimana situs umat lain. Jika memang ada pelanggaran yang menyebabkan masyarakat terprovokasi hal yang menyebabkan instabilitas negara, maka musyawarah akan menjadi pilihan bijak pemerintah dalam menyelesaikan persoalan tersebut, bukan malah mengambil kebijakan sepihak yang mungkin saja merugikan banyak orang.

Radikalisme merupakan pemahaman yang harus kembali dikaji ulang bersama, karena selama ini radikalisme selalu diidentikkan dengan pemikiran dan tindakan yang terkesan negatif. Padahal di dalamnya terdapat prinsip mulia yang juga tersimpan maslahat. Jika, dilihat dari tindakan pemerintah yang ada saat ini, mungkin mereka bisa juga disebut radikal dengan kebijakan yang mereka buat secara spontan dan sepihak.

Marilah kawan, kita kaji bersama persoalan kepercayaan dan media ini, agar masing-masing dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan koridor undang-undang dan keimanan. Jika kita terlalu nasionalis, maka ingatlah, pembukaan pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun