Catatan: Tulisan ini adalah opini pribadi yang tidak mewakili profesi atau institusi. Silakan dikritisi.
Paper dan jurnal bukan hal yang sama. Paper, disebut juga artikel atau manuskrip, adalah tulisan dalam format ilmiah tentang hasil riset, analisis dan pemikiran matang. Sementara jurnal adalah kumpulan paper yang terbit secara berkala. Paper dibuat oleh seorang atau banyak penulis, sementara jurnal dibuat oleh sebuah penerbit.
Contohnya Journal of Orthopaedic Translation, dimana saya menjadi editorial board member-nya, memuat paper-paper yang bertemakan ortopedi dan translasi klinisnya. Salah satunya paper terbaru kami yang berjudul “The effect of hydrogen gas evolution of magnesium implant on the post-implantation mortality of rats”. Link-1.
Istilah jurnal masih sering bercampur dengan paper, maksudnya paper tapi menyebutnya jurnal: “Haduh susah ya bikin jurnal, apalagi internasional!” (ini maksudnya paper). Atau: "Pelatihan menulis jurnal internasional" (ini tepatnya menulis paper untuk jurnal internasional). Padahal dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, jurnal sudah didefinisikan sebagai majalah yang khusus memuat artikel dalam satu bidang ilmu tertentu.
B. Publikasi dan Prosesnya
Mengapa harus publikasi? Pendapat saya, karena hasil riset adalah ilmu pengetahuan dan kebaikan yang harus disebarluaskan. Publikasi (internasional) juga menjadi cara para akademisi dan peneliti untuk ikut mengharumkan nama bangsa dan negara. Meskipun tidak sepopuler lomba menyanyi atau balap mobil, tapi dalam publikasi ilmiah nama penulis, institusi dan negara akan terus eksis tercatat dalam peradaban manusia.
Lantas, bagaimana proses sebuah paper diterima oleh sebuah jurnal dan kemudian dipublikasikan? Mari kita lihat dari 4 pemain utama dalam dunia riset dan publikasi: (1) Author (penulis), (2) Editor (wasit atau penentu kebijakan sebuah jurnal: managing editor, editor-in-chief, associate editor), (3) Reviewer (penilai isi paper, umumnya seorang pakar yang pernah jadi author, sehingga disebut peer), (4) Publisher atau penerbit, badan usaha (laba atau nirlaba) yang mengelola jurnal, seperti Nature Publishing Group, Springer, Elsevier, dll.
Proses submission dan review umumnya dilakukan secara online. Link-2.
Author menulis hasil riset dalam bentuk paper, baik hasil eksperimen/simulasi/studi lapangan (research paper) atau studi literatur (review paper). Setelah paper matang, author men-submit papernya kepada jurnal yang ia pilih. Umumnya paper yang masuk, atau dalam tahapan ini sering disebut manuscript, akan dinilai awal oleh editor (Tahap-1) dan masuk ke peer review (Tahap-2), dimana editor memilih, mengundang dan meminta penilaian kepada beberapa reviewer independen.
Kemudian, reviewer memberikan hasil penilaiannya kepada editor dan editor membuat keputusan: menerima langsung tanpa revisi atau mengembalikan paper kepada author dengan meminta revisi, baik itu minor atau pun major.
Selanjutnya author melakukan revisi dan mensubmit ulang papernya dan Tahap-2 pun berulang kembali. Ini bisa terjadi berkali-kali seperti yang pernah saya alami dengan empat kali revisi sebelum diterima oleh jurnal MSEC. Keputusan akhir dari proses ini adalah diterima atau ditolak.
Penolakan bisa terjadi sejak di Tahap-1, biasanya karena isi paper tidak sesuai dengan scope jurnal, atau di Tahap-2 baik tanpa kesempatan revisi atau setelah revisi. Proses review merupakan cara untuk menjaga agar hanya paper yang baik yang layak terbit dan nantinya dibaca khalayak ramai. Semakin baik sebuah jurnal semakin ketat proses review-nya. Hal ini bisa terlihat dari banyaknya jumlah reviewer untuk satu paper dan kedalaman review-nya.
Gambar 1 berikut memberikan ilustrasi lengkap tentang prosedur penerbitan paper di Journal of Orthopaedic Translation.
C. Apresiasi kepada Reviewer
Proses review ini biasanya memakan waktu cukup lama, terutama di Tahap-2. Meskipun pihak editorial berusaha mempercepat misalnya dengan memohon reviewer untuk menilai dalam waktu reasonably cepat, dalam 14-21 hari untuk jurnal-jurnal Elsevier, namun patut diingat bahwa reviewer adalah volunteer yang tidak dibayar. Bahkan untuk secangkir kopi. Niat baik dan dedikasi terhadap ilmu pengetahuan lah yang menggerakan mereka, selain ada manfaat untuk kemajuan karir dan lainnya juga.
Untuk memberikan penilaian yang baik diperlukan waktu yang cukup untuk berkonsentrasi, setidaknya tiga jam penuh, dan tentunya bagi kebanyakan reviewer mencari tiga jam ini tidaklah mudah di tengah kesibukannya. Tak jarang mereka pun menggunakan waktu pribadinya seperti di tengah malam atau akhir minggu, dan kadang mengambil peruntukan waktu untuk keluarganya.
“Kita ucapkan terimakasih kepada mereka, yang bekerja tanpa pamrih secara anonim, dan kita ingatkan publisher untuk tidak mengeksploitasi ketulusan mereka demi bisnis semata”.
D. Mutu Paper dan Jurnal
Jurnal yang bagus bisa terindikasi dari: tingginyaimpact factor (IF) dan peringkatnya (Quartile, Q1-Q4), atau indeksasi database-nya (Scopus, Web of Science, dll). Lalu dapat dilihat juga dari siapa Editor-in-chief-nya, editorial board member-nya, para author sebelumnya, kemudian publisher-nya. Publisher seperti Nature, Elsevier, Springer, Wiley, dll, mengelola jurnal secara profesional untuk melayani dua kepentingan: ilmu pengetahuan dan bisnis.
Gambar 2 berikut memperlihatkan peringkat jurnal untuk kategori Biomedical Engineering berdasarkan IF dari Journal Citation Report (JCR) Web of Science.
Menurut pengamatan saya, jurnal yang berafiliasi dengan asosiasi profesi, meskipun kadang IF-nya lebih rendah dari jurnal lain sejenisnya, biasanya proses review-nya lebih ketat. Mungkin karena pertimbangan aspek ilmunya lebih kuat dari aspek bisnisnya. Contohnya eCM Journal, salah satu top jurnal di bidang riset ortopedi, Link-3, dimana paper kami mengalami dua kali major revision dengan komentar dari 4-5 reviewer tapi akhirnya rejected.
Paper yang diterima di jurnal yang bagus dan mengalami proses review yang ketat secara langsung akan memiliki mutu yang baik. Paper yang baik akan mendapat citation yang banyak yang pada gilirannya meningkatkan citation metrix (h-index) author-nya.
H-index merupakan perbandingan jumlah citation terhadap jumlah paper yang di-cite, misalnya h-index = 100 maknanya ada 100 paper yang di-cite minimal 100 kali.
E. Sekelumit tentang h-index
Ada banyak pro-kontra tentang h-index ini, misalnya “nebengers/tumpangers” juga bisa tinggi h-indexnya. Perkara ini tidak dibahas di tulisan ini. Yang jelas, jika sudah publish 100 paper tapi h-index = 5 saja, menandakan ada yang kurang dengan mutu paper-papernya.
Sekarang ini ada tiga database yang dikenal memberikan citation metrix: (1) Web of Science, yang lebih selektif dari (2) Scopus, lebih selektif dari (3) Google Scholar. Contohnya saya sendiri, untuk data pada 31/01/2016: publication/citation/h-index: Google Scholar 65/973/14; Scopus 40/633/11; Web of Science 32/514/10. Link-4.
H-index saya diatas bisa mengecil lagi jika datanya disaring. Misalnya self-citation dihilangkan, atau papernya diseleksi hanya yang saya sebagai main author saja (1st author dan corresponding author), atau rentang waktu publikasinya dibatasi hanya untuk yang lima tahun terakhir saja.
Di jaman serba online sekarang ini, siapa pun bisa mengecek author dan publikasinya, misalnya melalui Scopus author look-up, Link-5, atau paling tidak melalui Google Scholar. Ini bisa membantu klarifikasi terhadap bias dari memandang kepakaran seseorang karena: kekerapan muncul di media massa, selebriti medsos, pengrajin blog, bogus di CV (self-proclaimed), hiperbola promosi dari universitas, “kata orang” dan “urban legend” lainnya.
F. Sekelumit tentang Impact Factor
Kembali ke IF, nilai ini merupakan rasio jumlah citation terhadap jumlah citeable paper yang dipublish sebuah jurnal untuk waktu tertentu, misalnya setiap periode dua tahun. Sekarang ini yang paling dipandang adalah IF yang dikeluarkan oleh JCR Web of Science.
Perlu diingat, IF adalah pendekatan ukuran mutu untuk jurnal, bukan untuk paper apalagi untuk author. Paper yang dipublish di jurnal ber-IF tinggi memiliki peluang lebih banyak dibaca lalu di-cite orang. Tetapi tetap tergantung mutu papernya atau juga popularitas bidang dan trend topik riset dunia.
Contohnya, paper kami yang dipublish tahun 2013 di Acta Biomaterialia (IF = 6.025, Q1) sampai sekarang hanya di-cite 5 kali, sementara paper lain tahun 2014 di Materials Science and Engineering C (IF = 3.088, Q3) telah di-cite 10 kali.
“Kalau diibaratkan jurnal = universitas, paper = orang yang mendapat doktor disitu, citation = produktivitas riset setelah doktor. Pada akhirnya, dari manapun mendapatkan doktornya, yang lebih membanggakan adalah prestasi setelah bergelar doktor”.
Jadi terasa aneh jika author mengukur mutu pengalaman riset dan publikasinya dengan hitungan cumulative IF, seperti anak manja bergaya dengan harta bapaknya. Namun, seperti halnya h-index, IF juga terkena banyak pro-kontra. Perkara ini tidak dibahas di tulisan ini.
G. Open Access Journals
Kembali kepada tujuan ilmu pengetahuan yang harus disebarkan, tenyata kebanyakan paper dan jurnal hanya bisa diakses dengan cara membeli satuan atau berlangganan kepada publisher atau penyedia database: Scopus, Web of Science, ScienceDirect, dsb. Hal ini tentunya menjadi kendala bagi author dari institusi yang tidak berlangganan dan membatasi penyebaran ilmu pengetahuan itu sendiri.
Keadaan eksklusif ini mendorong munculnya gerakan Open Access dimana publisher membuka akses download paper-papernya kepada siapa saja, setelah biaya proses produksi (article processing charge) dibayar oleh author atau institusinya atau sponsor. Contoh open access publisher diantaranya: BioMed Central, PLOS, SAGE, dll yang terindeks dalam Directory of Open Access Journals (DOAJ), termasuk banyak jurnal dari Nature Publishing Group. Bahkan sekarang banyak publisher tradisional seperti Elsevier menyediakan opsi open access (per paper) pada jurnal-jurnalnya.
Gambar 3 berikut memperlihatkan sejumlah penerbit yang tergabung dalam DOAJ.
Journal of Orthopaedic Translation adalah contoh jurnal open access yang diterbitkan Elsevier. Semua papernya bebas untuk diunduh, karena disponsori oleh Chinese Speaking Orthopaedic Society. Link-6.
“Dalam pandangan saya, opsi open access per paper ini memberikan kesempatan kepada author untuk berderma dengan uang pribadinya dan mempermudah penyebaran ilmu yang dituliskan dalam papernya”.
H. Jurnal Abal-abal
Namun, oleh pihak tertentu publikasi dipandang sebagai lahan bisnis semata terutama setelah banyak pemangku kebijakan menetapkan publikasi internasional sebagai salah satu syarat untuk promosi. Inilah yang oleh Dr. Jeffrey Beall disebut Predatory Journals/Publishers atau oleh Dr. Bambang Sumintono disebut “Jurnal Abal-abal” dan beliau-beliau mengingatkan para author untuk berhati-hati terhadap tipu daya mereka. Untuk mengecek indikasinya, periksalah nama mereka. Link-7.
Meskipun dari sisi gelap, kehadiran para predator ini justru dimanfaatkan oleh sebagian author sebagai jalan pintas untuk publikasi paper yang kurang bermutu namun masih bisa diakui untuk promosi. “Anda bayar kami publish, dan anda pun naik pangkat!”
Dan ternyata, ketika pemangku kebijakan melihat kelemahan ini dan menaikkan standar kualitas publikasi dengan meminjam indeks Scopus sebagai acuan, ada yang memberikan resistensinya, contohnya pada gambar 4 berikut.
I. Jurnal Internasional Dalam Negeri
Dan jangan lupa, banyak jurnal dalam negeri yang sudah berkaliber internasional dan terindeks, seperti jurnal asuhan Dr. Tole Sutikno, Indonesian Journal of Electrical Engineering and Computer Science yang terindeks di Scopus, EBSCO, DOAJ, dll. Link-8.
J. Penutup
“Motivasi saya, sebuah publikasi akan terus eksis melebihi usia kita dan dibaca oleh generasi kemudian, termasuk mungkin anak cucu kita. Kita warisi mereka dengan ilmu pengetahuan melalui publikasi yang bermutu. Karir kita terbantu, nama bangsa pun terangkat!" (Tentu saja publikasinya bukan di jurnal abal-abal).
Terakhir, saya ingin mengingatkan bahwa ketika paper kita diterima dan siap dipublish oleh non-open access publisher, mereka akan meminta legal consent kita untuk bersetuju menyerahkan copyright kepada mereka (copyright transfer agreement). Artinya legally kita tidak berhak menyebarkan published version paper kita tanpa seizin mereka, seperti memajang downloadable pdf file-nya di website kita atau di ResearchGate. Namum, umumnya didalam agreement itu, author masih diperbolehkan berbagi kepada yang meminta papernya selama untuk tujuan pendidikan. Link-9.
Jika ingin berbagi secara legal, kita bisa menggunakan platform self-archiving seperti: ArXiv, Link-10, Sherpa/Romeo, Link-11, atau RePEc, Link-12. “Kebaikan harus disebarkan dengan cara yang baik pula”.
Tulisan saya ini bersifat open access, silakan share!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H