Mohon tunggu...
Muhammad Luthfi Yufi
Muhammad Luthfi Yufi Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar MTsN Padang Panjang

Hobiku memasak dan fotografi, dan keduanya selalu membuat hariku lebih seru! Memasak adalah petualangan rasa—seperti bermain dengan palet warna, tapi dengan bumbu dan bahan makanan. Setiap masakan adalah eksperimen kecil, dan rasanya selalu menyenangkan ketika berhasil menciptakan hidangan yang enak. Fotografi, di sisi lain, adalah cara favoritku untuk mengabadikan momen-momen ajaib yang kadang terjadi begitu saja. Dengan kamera di tangan, rasanya seperti memegang kunci untuk menghentikan waktu. Plus, belajar editing itu seperti memberi sentuhan sihir pada fotoku—membuatnya lebih hidup dan memuaskan. Hobi-hobi ini tidak hanya membuat hariku lebih berwarna, tapi juga membawaku lebih dekat dengan hal-hal yang aku cintai.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Melawan Lupa, Meraih Perubahan

21 November 2024   19:11 Diperbarui: 21 November 2024   19:16 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Keesokan harinya, kami mulai menjalankan sistem baru. Setiap ada tugas, Putin dan Apip membantuku mencatatnya di buku catatan. Fajri bahkan membuat grup WhatsApp kecil untuk mengingatkan kami tentang PR dan jadwal pelajaran.

Hari-hariku mulai terasa lebih teratur. Ketika Bu Nana memberikan tugas baru, aku langsung mencatatnya di buku yang Fajri berikan. "Bagus, Luthfi! Jangan lupa kerjakan nanti malam," kata Apip sambil tersenyum.

Seminggu berlalu, dan aku berhasil mengumpulkan semua tugas tepat waktu. Bu Nana tersenyum puas saat melihat tugasku. "Lihat? Kalau kamu berusaha, hasilnya pasti baik," ucapnya sambil mengangguk.

Namun, ujian sebenarnya datang saat Bu Nana mengumumkan akan ada ulangan mendadak. "Anak-anak, keluarkan kertas. Kita akan mengadakan ulangan harian," katanya tanpa memberi waktu persiapan.

Wajahku langsung pucat, begitu juga dengan Apip dan Putin. "Tenang, kita pasti bisa," bisik Fajri, mencoba menenangkan. Aku mencoba mengingat pelajaran yang telah kami pelajari bersama-sama.

Ketika soal dibagikan, aku merasa gugup namun berusaha tetap fokus. "Jangan panik, Pi. Kerjakan pelan-pelan," bisik Putin dari sebelahku. Apip mengangguk, memberikan isyarat bahwa aku harus tetap tenang.

Meski tidak semua soal bisa aku jawab, aku berusaha semampuku. Saat waktu habis, kami mengumpulkan kertas dengan perasaan was-was. Aku hanya bisa berdoa semoga usahaku membuahkan hasil.

Beberapa hari kemudian, hasil ulangan diumumkan. Nilai kami cukup memuaskan, bahkan aku mendapat nilai di atas rata-rata. "Lihat, Luthfi! Usaha kita nggak sia-sia," seru Apip dengan senyum lebar.

Bu Nana pun memujiku di depan kelas. "Luthfi, saya bangga kamu mulai berubah. Pertahankan, ya," katanya dengan tulus. Aku tersenyum lebar, merasa semua kerja keras ini tidak sia-sia.

Sejak saat itu, aku semakin bersemangat untuk melawan sifat pelupa. Putin, Fajri, dan Apip terus mendukungku dalam proses ini. Aku tahu, dengan usaha dan bantuan teman-teman, aku bisa menjadi lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun