Aku bertanya-tanya, Allah akan memberikan ujian apalagi pada Salman dan kami?. Kemudian ibu menceritakan kejadian tadi pagi kepadaku. Ketika dalam anfal tersebut Salaman menanyakanku dan kemudian ia hanya mengucapkan, “A B C D” seperti anak yang baru belajar membaca. Namun ayahku menegurnya, “Man, jangan sebut A B C D, tapi Laa illaha illallahu”. Kemudian adikku tersenyum sambil membaca kalimat tauhid laa illaha illallahu. Seolah-olah Salaman sedang menguji ayahku tentang ke-imanan-nya. Akhirnya dokter membawa adikku ke ICU karena keadaannya yang drop. Pada saat perjalanan menuju ICU, tepatnya di dalam lift, salaman berkata pada Ibu ku, “Bu, Buka dong krudungnya”. Mungkin saja pertanyaan tersebut lahir karena adikku sudah sangat lama berada di rumah sakit. Sedangkan ibu ku ketika menunggunya terus menggunakan penutup kepala. Sehingga sudah lama adikku tidak melihat ibu ku tanpa penutup kepala. Secara sepintas pertanyaan tersebut sangat wajar terlontar. Ibuku juga merasa heran, kenapa adikku yang tahu hukum bisa berkata seperti itu.
Menanggapi pertanyaan adikku tersebut ibu hanya mengatakan, “Jangan shaleh, ini kan di lift banyak orang. Ini kan aurat”. Salman kemudian mengangguk dan tersenyum. Seolah-olah sama yang dilakukannya kepada ayahku, mengujinya. Biasanya permintaan terakhir orang yang akan meninggal selalu dipenuhi. Tapi tidak dengan ibu ku, ibuku tidak akan mengorbankan aqidahnya. Adikku menguji ayah dan ibu ku sebelum meninggalkan dunia ini dengan sebuah ungkapan dan permintaan. Jawaban ayah dan ibuku tersebut mungkin saja membuatnya tenang ketika akan meninggalkan kami. Karena ayah dan ibu ku masih memegang aqidahnya sebagaimana yang telah di ajarkan kepada adikku.
Ada satu lagi pertanyaan adikku yang dilontarkan kepada ayahku, sehingga membuatku semakin berpikir. “Abah, kenapa harus Salman yang mengalami ini?”. Pertanyaan yang sulit. Mungkin jika aku yang ditanya hanya bisa terdiam karena kebodohanku. Tapi tidak dengan ayahku, ia menjawab “Salman tuh pilihan Allah dan Allah sayang sama salman”. Jawaban yang hanya bisa dijawab dengan keimanan.
Dokter berkata pada Abah dan Ibuku, kalau paru-paru Salman banjir, sehingga membuatnya susah untuk bernafas. Maka dokter menanyakan kepada Abah dan Ibu apakah Salman mau di operasi atau tidak?, karena resiko yang akan ditimbulkannyapun besar.
“Hidup dan Mati itu urusan Allah, dokter tahu mana yang terbaik untuk dilakukan secara medic”. Jawab Abah dengan agak sedikit marah.
Akhirnya kami putuskan Salman untuk segera di operasi. Paru-parunya akan dilobangi dan dimasukan selang untuk membantu nafasnya agar tidak sesak.
Namun sebelum operasi dilakukan Salman sudah tidak sadarkan diri. Perawat sibuk membantunya dengan alat pernapasan. Denyut jantungnyapun melemah. Ibu membisikan pada telinga Salman.
“Man, Abah dan Ibu Ridho. Salman harus tenang. Nanti Salman jemput Abah dan Ibu di Surga”.
Kemudian keluarlah air mata dari kedua mata Salman, seolah-olah Salman mendengar dan mengerti apa yang Abah dan Ibu ucapkan. Kemudian Abah dan Ibu membisikan di telinga Salman Laa Ilaaha Illallahu, dan di ikutinya perkataan tersebut oleh Salman.
Pamanku memanggil aku dan Nazmi. Pada waktu itu aku dan Nzmi sedang berada di luar. Kemudian aku masuk ke ruangan ICU.
“Pi, Talkinan”. Suruh Abah padaku.