Tujuan lain adalah agar generasi mendatang mampu menyerap ideologi bangsa yang sedikit demi sedikit mulai hilang dan mampu mencetak masyarakat indrutialis yang mempertimbangkan moral-etis bangsa berbudaya sebagai bentuk modernis zaman. Dan untuk menghindari kejadian yang menyedihkan, yaitu hilangnya kesadaran tentang kebudayaan daerah sebagai cagar alam abadi.
Tapi jika arti budaya ditarik lebih jauh berupa hasil dari budi dan daya manusia yang digunakan untuk menghadapi lingkungan di mana manusia itu hidup, maka budaya itu menghimpun macam-macam prilaku-prilaku manusia yang berbeda dan disepakati. Budaya bisa berupa ilmu pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat istiadat, pola-pola yang ditetapkan oleh masyarakat berkembang. Dengan definisi ini pula, budaya dengan ciri-ciri umum, seperti dikatakan oleh Suhandi ciri-ciri tersebut adalah : pertama, budaya yang diajarkan, kedua, budaya yang diwariskan, ketiga, budaya sebagai identitas masyarakat tertentu, keempat, budaya dikembangkan dan berubah, kelima, budaya diintregasikan nilai-nilainya, eksistensi budaya mempunyai unsur-unsur dan nilai sama sebagai hasil dialektika manusia antar manusia dan lingkungannya dan nalar budaya eksis dengan adanya satu tujuan, yaitu pembentuk identitas suatu masyarakat majmuk dan tata-cara etika yang harus dipatuhi oleh kelompok tanpa harus dituliskan sebagai tata-tertib, tapi sebagai hal normatif menjaga keberlangsungan sistem modern dan klasik.
Pemaknaan budaya sebagai identitas di atas, memberi batasan dengan jelas kepada manusia pada umumnya agar bisa mengenali budaya daerah masing-masing untuk menjaga warisan di era modern yang mulai digantikan cara pandang teknologi dan trend mode. Yang nilai etika ditawarkan dari trand mode adalah kemegahan kontruks budaya, eklusif, berkasta tinggi, modern-negatif dan berdaya jual tinggi. Â Padahal jika diamati dengan lanjut, trend mode yang dijadikan budaya pada masa tertentu adalah produk industri pabrik yang diiklakan oleh media masa.
Di sana terdapat unsur sistem komunikasi sosial-media yang menjadikan trend mode itu menjadi topik tranding. Sehingga terjadi hubungan dualisme sebagai barang pasar dan produk doktrinal pabrik yang mesti dikonsumsi. Dan jika disebut istilah topik tranding tersebut, maka tergambar adalah hal yang bernilai dan bergengsi. Oleh kaca mata sosial, sebagai pertanda orang yang berduit dan mengikuti zaman.
Tapi jika mau meminjam analisanya Poerbajaraka, Ki Hajar Dewantoro, Suhandi dari definisinya di atas, kita kan menemui bahwa trand mode atau budaya populer tidak tumbuh selaras dengan norma-norma  resmi kebudayaan tinggi dan etika masyarakat-berbudaya elit. Tapi hasil dari dialetika berbagai lembaga, perusahaan industri dan komunikasi masa. Maka bagi Umar Mukhayam dan Kleden kebudayaan populer akan bertahan di mana selera masyarakat tidak lagi condong untuk mengambilnya sebagai mode kehidupannya.
Di sinilah pentingnya nalar kultur itu ditumbuhkan dalam kesadaran manusia Indonesia agar mampu menjembatani bias-bias historis dan bias modernis sebagai proses enkulturasi budaya yang dianggap sesuai etika budaya asli Indonesia. Jika penerapan kesadaran nalar kultur gagal disosialisasikan ke masyarakat pada umumnya, setidaknya ada refleksi kembali tentang pendidikan yang disistemkan pemerintah untuk membentuk manusia berjiwa imtaq dan iptek.
Mengenkulturasi Nalar Budaya  dan Proses Tranformasinya
Dalam ideolgi negara, kesatuan bangsa Indonesia adalah tujuan utama, sehingga penyatuan bahasa Indonesia wujud proses kesatuan bangsa itu terjamin. Jika penyatuan bahasa Indonesia telah luntur dalam kesadaran masyarakat Indonesia digantikan bahasa Alay dan bahasa asing, proses seperti apa lagi untuk mengidealkan ideolgi negara ini eksis dalam posisi sistem negara?
Dalam sub judul di atas, pemaknaan budaya populer dalam nalar kultural, menjadi penting posisinya karena pengintregalan nalar konsumtif budaya populer bisa dijembatani dengan nalar kultural budaya tinggi untuk dienkulturasi ke dalam budaya modernis yang bersifat integral-kultural.
Oleh karena itu, meminjam logika Husamah dan komunikasi antar budaya dijelaskan perubahan dalam nalar masyarakat primitif ke modern harus ada persiapan mentalitas pembangunan agar perubahan yang dilakukan tidak terseok-seok dalam fatalitis; menyerah kepada keadaan dan bergerak tanpa alur yang buram-membebek.
Dengan logika semacam itu, manusia pada umumnya akan memilih dua hal yang dijadikan standarisasi untuk mengambil budaya baru ke dalam budaya lama. Pertama, mengenali unsur budaya baru untuk mendedah nilai-nilai yang sesuai dengan budaya lama dan sesuai dengan mentalitas pembangunan. Kedua, unsur-unsur yang menghambat dan mengurangi kemampuan dalam menghadapi pembangunan.