Assalamualaikum, bagaimana kabarnya teman-teman? Semoga sehat selalu ya. Sebelum teman-teman menbaca postinganku ini sampai selesai, aku mau jujur jika tulisan kali ini mungkin terkesan banyak curhatnya. Ini pertama aku menuliskan apa yang aku rasakan sebagai korban NPD.
Aku akhirnya paham bahwa selama ini aku tumbuh dilingkungan NPD. Narcissistic Personality Disorder atau yang lebih sering dikenal dengan istilah NPD, bukan sekedar suka ngaca ataupun foto selfie. Selama ini banyak yang salah mengira termasuk aku.
Kekerasan NPD yakni KDRT, tidak selalu berupa pukulan tapi bisa juga dalam bentuk verbal, merendahkan, bahkan hingga korban merasa hidupnya tidak berharga. Jika Pengidap NPD melakukan sebuah kesalahan, sering kali memutarbalikkan fakta, sehingga korban kerap merasa bersalah. Bahkan hampir setiap NPD melakukan kesalahan, orang lain yang harus menyelesaikan masalah yang terjadi.
NPD sangat pintar dalam hal manipulasi, ini yang membuat pikiran korban jadi rancu. Bukan hanya itu, image yang dibangun NPD sering kali terlihat menjadi seorang yang sempurna. Jadi, jika kamu mendengar dari sisi korban, hampir dipastikan mereka mengira kamu berbohong.
Hidup dalam bayangan NPD sejak kecil, yang aku rasakan adalah seolah diriku seperti sampah. Aku baru tersadar saat aku sakit, mereka sama sekali tak peduli denganku, bahkan umpatan dan makian sering kali aku dapatkan jika aku tak bisa melakukan hal yang mereka inginkan.
Aku merasa menjadi manusia yang paling berdosa, jujur pertanyaan ini masih sering beradu dalam otakku. Apa benar aku anak durhaka? Apa benar aku hanya beban? Apa benar aku tidak berhak bahagia? Apa benar aku rakus dengan hal yang kumiliki?
Jujur aku sering merasa otakku konslet, aku tak bisa menulis apa yang aku rasakan, aku hanya menulis apa yang aku pikirkan. Aku tumbuh menjadi seorang people pleaser, aku tak bisa melihat orang lain cuek, karena jika demikian seolah aku berbuat suatu kesalahan. Bahkan aku kerap mengucap maaf diawal pembukaan kalimat dengan siapapun.
Aku pernah hampir meminum pewangi tanpa aku sadari saat aku terpikirkan akan hal itu. Yang paling terlihat secara medis, aku kemarin hamil aampai preeklampsia +4 dalam waktu hanya seminggu. Ternyata beban mental memang sangat berpengaruh dengan kesehatan kita.
Hal yang bisa kita lakukan untuk berhenti, cuek dan jaga jarak. Iya, hanya itu yang bisa kita lakukan untuk menjalani hidup kita kedepan. Jangan berfokus dengan orang-orang yang dengan mudah menghina ataupun menyepelekan kita.
Terlebih jika sudah diranah KDRT fisik, sungguh yang aku jumpai sering kali korban mengalaminya hingga akhir hayat, alias batasnya sampai meninggal dunia. Jadi, larilah sejauh mungkin darinya. Karena mereka benar-benar akan mencengkeram dirimu hingga kamu tak bisa lepas darinya.
Cukup fokus dengan orang-orang yang tulus mencintai kita, banyak cinta yang hadir untuk kita. Kita berhak disayangi, kita berhak dicintai. Karena jika kita pergi, mungkin dunia hanya kehilangan seorang saja. Namun tidak dengan anak kita, karena bagi mereka kita adalah dunianya. Tetap semangat dan bahagia selalu ya teman-teman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H