Mohon tunggu...
tri wahyuni
tri wahyuni Mohon Tunggu... adeuny

mom of 2 ❤️

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Yuk Kenalan dengan Profesi Editor, Ada yang Tertarik?

26 Mei 2024   21:41 Diperbarui: 26 Mei 2024   22:01 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Profesi editor masih sangat relevan di zaman sekarang, terutama dengan semakin banyaknya konten yang diproduksi secara digital. Editor dapat bekerja di berbagai bidang, termasuk penerbitan buku, media daring, produksi video, dan lainnya. Mereka bertanggung jawab untuk memastikan kualitas, konsistensi, dan kesesuaian konten dengan target audiensnya.

Nah dalam IG Live 25 Mei 2024 Bersama Cak Kaji alias komunitas Kompasianer Jatim, banyak hal yang aku pelajari dari Mas Rudi  sebagai narasumber kali ini. Temen-temen penasaran nggak sih apa saja? Yuk simak postinganku kali ini. 

Gimana ceritanya Mas Rudi bisa kerja jadi editor? Kenapa sih pilih profesi ini?

Awal mula tertarik jadi editor setelah ikut peluncuran buku NH Dini pada awal kuliah. Novelis gaek ini bilang bahwa karyanya bisa tampil bagus berkat tangan dingin seorang editor. Di balik buku yang bagus, ada kontribusi penyunting yang sudah berjuang membuat naskah menjadi menarik.

Bisa diceritakan pernah ngedit buku dari penerbit mana aja? 

Kalau inhouse, pernah kerja di penerbit buku sekolah, lalu pindah ke penerbit buku populer, yakni genre motivasi dan bisnis. Untuk freelance, pernah ikut ngedit kamus Indonesia-Inggris Hassan Sadily & John M. Echols terbitan Gramedia, seneng karena panduannya jelas dan honornya cepat cair.

Beda ngedit buku sekolah dan buku umum 

Buku sekolah lebih banyak elemennya, terutama rubrik untuk memperkaya materi pelajaran. Belum lagi contoh soal dan pembahasannya, harus teliti. Editor buku sekolah juga harus mencari foto-foto yang diperlukan untuk mendukung naskah. Atau kalau bentuknya ilustrasi, ya editor memesan kepada ilustrator dengan deskripsi yang detail. Tugas lebih rumit kalau buku yang diedit adalah buku proyek karena biasanya sangat lengkap, termasuk indeks dan glossary.

Yang tak kalah penting, menyesuaikan konten buku dengan panduan Pancasila agar tidak sampai melanggar HAM, sensitivitas gender, menyinggung isu SARA atau yang bermuatan pornografis.

Kalau buku umum lebih luwes, fokusnya adalah menyajikan buku seenak mungkin dengan ide-ide yang lebih kaya dan kekinian sesuai dengan kebutuhan pembaca. Intinya, banyak inovasi atau gebrakan yang bisa dilakukan saat mengemas buku umum ketimbang buku sekolah -- walau tentu saja isu SARA tetap diperhatikan.

Sebenarnya apa sih job desc editor? Apa cuma menyunting tulisan?

Bukan sekadar mengecek tipo atau salah eja, tetapi lebih dari itu. Sebagaimana saya sebut tentang editor buku sekolah. 

Idealnya, ada dua macam editor di penerbit buku. Ada editor akuisisi (kadang cukup disebut editor) dan penyunting naskah (disebut juga kopieditor).

Selain menyunting naskah dari segi materi, editor akuisisi juga merencanakan buku apa saja yang akan diterbitkan, berkomunikasi dengan penulis atau calon penulis, dan memutuskan mana naskah yang layak diterbitkan atau tidak.

Adapun kopieditor bertugas memeriksa ketepatan ejaan, tata bahasa, dan struktur kalimat agar naskah menjadi buku yang enak dinikmati pembaca. Kopieditor biasanya mendapatkan pengarahan dari editor dalam penyuntingan sesuai kebutuhan saat itu.

Dalam praktiknya, penerbit kerap menyatukan dua peran ini dalam satu posisi, yakni editor dengan berbagai tugas yang saya sebutkan tadi. Mungkin demi menghemat pengeluaran atau memangkas alur kerja.

Proyek editing buku atau tulisan apa yg paling berkesan? Atau mungkin ada pengalaman unik waktu ngedit?

Kalau proses editing yang berkesan salah satunya ya kamus bahasa Indonesia Inggris terbitan Gramedia itu. Harus teliti banget karena edisi revisi harus memuat lema dan sublema yang lebih lengkap.

Editing lain yang berkesan tentang buku seputar informatika, yaitu saat penulis komplain seolah saya tidak mengubah tulisannya. Ini salah kaprah karena editor tidak melulu mencari kesalahan. Selama naskah dianggap sudah menarik, editor tak perlu menambah atau mengoreksi.

Ada lagi yang berkesan saat mengedit seri buku-buku motivasi karya penulis Selandia Baru. Karena diterjemahkan dari bahasa Inggris, tak jarang saya harus menyelaraskan antara hasi terjemahannya dengan maksud penulis. Kadang ada penerjemahan yang terlalu berani menafsirkan naskah sumber sehingga saya perlu berkomunikasi dengan penulis aslinya. Jadi pengalaman mengesankan bisa bertukar pandangan lewat email dengan penulis asing.

Apa editor harus selalu ikut KBBI? Seberapa penting KBBI buat editor?

Secara umum iya, tetapi kadang juga menyesuaikan kondisi naskah dan target pembaca. Dalam banyak kasus, editor sengaja mempertahankan ekspresi lokal atau yang viral demi membangun pemahaman yang kuat di benak pembaca. Belum lagi kalau editor inhouse harus mengikuti gaya selingkung (house style) di penerbit tempat ia bekerja. Pilihan ejaan karier atau karir, bisa berbeda antara penerbit satu dengan lainnya. Termasuk juga transliterasi Arab ke Indonesia, tak bisa selalu mengacu kepada KBBI.

Kalau boleh milih: enakan mana jadi editor atau jd bloger/penulis?

Pilihan yang sulit, karena lingkup kerjanya agak berbeda meskipun bersinggungan. Dua profesi ini sama-sama menuntut kecakapan menulis, adapun editor ditambah dengan kemampuan berkomentar dengan penulis sebagai pemilik tulisan/naskah. Bloger biasanya mendapat materi sumber lalu mengolahnya menjadi artikel miliknya sendiri. Jadi, sama-sama menarik kalau sama-sama dibayar, hehe....

Gimana mengenalkan profesi editor ke anak-anak Gen Z karena kayanya anak muda kurang familier ya?

Salah satunya ya lewat acara IG Live atas inisiatif Cak Kaji ini. Anak-anak zaman now akrab dengan apa pun yang berbasis digital, kalau bisa diadakan acara lebih sering, yakni sharing seputar profesi editor yang kurang populer karena berada di balik meja. Akan lebih menarik misalnya lewat zoom atau kulwap dengan latihan editing sekaligus.

Apa syarat yg kudu dipenuhi untuk jadi editor yang baik? Mungkin ada buku yang direkomendasikan?

Menguasai ejaan 

Menguasai tata bahasa

Bersahabat dengan kamus dan Tesaurus

Punya communication skill yang mumpuni, untuk menjalin hubungan baik dengan penulis atau calon penulis, juga berkomunikasi dengan pembaca

Kejelian untuk membaca kebutuhan pasar

Bisa berbahagia asing (minimal bahasa Inggris)

Punya kepekaan bahasa untuk mengemas atau mengolah naskah

Berwawasan luas (baca buku, nonton film, baca berita, dll.)

Punya kemampuan menulis

Bocoran soal fee atau rate pekerjaan editing?

Secara umum sama dengan pekerjaan lain. Kalau editor inhouse ya mengikuti kebijakan penerbit soal gaji bulanan. Kalau konteksnya kerja freelance, biasanya dihitung per halaman. Misalnya Rp15.000 per halaman A4 spasi ganda, atau ada juga yang menggunakan standar per karakter, misalnya Rp10 per karakter, termasuk tanda baca. Bisa juga pakai harga borongan, sesuai kesepakatan dengan penulis.

Prospek kerja editor di era sekarang seperti apa? 

Melihat fenomena saat ini, harus diakui prospeknya tidak terlalu menggembirakan. Setidaknya penulis jauh lebih terkenal dibanding editor yang membantu naskahnya menjadi bagus. Beda dengan masa dulu ketika HB Yassin begitu disegani karena melahirkan banyak penulis.

Namun, optimisme tetap ada karena penulis dan editor hakikatnya adalah mitra. Sehingga keduanya saling membutuhkan demi mewujudkan buku yang bergizi dan bermanfaat bagi pembaca, itulah poin utamanya. Kolaborasi!

Bisa share tips buat dapetin klien/job editing?

Mungkin klise, bisa dimulai dengan berlatih menyunting teks-teks pendek. Kalau sudah punya portofolio, contoh-contoh itu yang kita tunjukkan kepada penerbit yang kita lamar.

Jika ada kesempatan berkontribusi sebagai editor lepas, misalnya untuk komunitas atau lembaga sosial, coba ambil. Lakukan yang terbaik, konsultasikan dengan teman yang punya profesi serupa. Andil kecil ini bisa menambah kredit dan jam terbang yang berpotensi membuka peluang rezeki lewat jalur silaturahmi.

Ya, bangun hubungan baik dengan semangat bersilaturahmi. Kita tak pernah tahu ternyata peluang rezeki muncul dari perkenalan atau hubungan baik yang terjaga. Seperti saya yang pernah menerima job editing untuk tugas akhir seorang polisi di Lemhanas. Meskipun nama saya tidak ditulis sebagai editor, saya gembira ikut membantunya bisa lulus. 

Menurut penuturan kenalan itu, tugas akhir ini selaku ditolak saat diajukan kepada dosen pembimbing. Begitu saya bantu penyajian dari segi bahasa, bab demi bab pun lancar di-ACC sampai akhirnya tuntas dan lulus. Ikut senang tentu saja. Berawal dari silaturahmi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun