Oleh:
 UNU NURAHMAN
GP Angkatan 2 dan PP Angkatan 6/9
Wakasek Kesiswaan SMAN 1 Leuwimunding
Kabupaten Majalengka
Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP) dan Program Sekolah Penggerak (PSP) merupakan lorong terang pendidikan Indonesia yang menerapkan merdeka belajar dan menggerakkan ekosistem sekolah untuk mewujudkan pembelajaran yang berpihak atau berpusat kepada murid (student-oriented learning) sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara (KHD) pendiri Taman Siswa sehingga diharapkan nantinya lahir generasi emas pelajar Indonesia yaitu Profil Pelajar Pancasila.
Menarik sekali membaca tulisan opini Ki Darmaningtyas, Penasehat Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa yang dimuat di kompas.id pada tanggal 10 Februari 2023 yang merupakan kritisi terhadap diantaranya Program Guru Penggerak (PGP), Program Sekolah Penggerak (PSP) sebagai lorong gelap pendidikan nasional. Sebuah tulisan opini yang dimuat di media terbesar nasional dengan kurasi yang sangat ketat tentunya menarik untuk dicermati.
Dalam sebuah tulisan opini, intelektualitas penulis akan tercermin setidaknya dari aspek linguistik (penggunaan aturan bahasa Indonesia yang benar) dan kedalaman substansi. Seperti kita ketahui, menulis (writing) merupakan bagian dari keterampilan berbahasa (language skills) yang membutuhkan ketelitian. Melalui tulisan ini, saya ingin menyampaikan tanggapan terhadap tulisan Beliau.
Linguistik
Dalam opini ini, penulis menggunakan beberapa singkatan seperti Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka (BMKM), sasaran kinerja pegawai (SKP), kepala sekolah (KS), guru penggerak (GP) dan calon guru penggerak (CGP). Menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI), singkatan artinya adalah sebuah susunan kata atau kalimat yang dipendekkan menjadi satu huruf atau lebih. Huruf besar yang menjadi pola singkatan adalah huruf awal kata. Oleh karena itu, penulisan yang benar adalah Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka (MBKM), Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), Kepala Sekolah (KS), Guru Penggerak (GP) dan Calon Guru Penggerak (CGP). Ini mungkin hal sepele buat sang penulis tetapi harus diingat kesalahan susunan huruf dalam suatu singkatan dapat menunjukkan entitas yang berbeda.
Substansi Opini
Ki Darmaningtyas dalam tulisannya menyatakan bahwa bahwa lorong gelap pendidikan terlihat jelas pada Program Guru Penggerak (PGP) dan Program Sekolah Penggerak (PSP) sebagai prioritas. PGP dinilainya mengabaikan ketentuan-ketentuan berbasis pengalaman manajerial dalam rekrutmen kepala sekolah. Guru senior yang telah mengikuti diklat LP2KS tak bisa diangkat menjadi KS serta GP dianggap tidak memiliki bekal manajerial dan kepemimpinan yang cukup dari pelatihan calon guru penggerak (CGP). Pernyataan Darmaningtyas menarik untuk ditelaah karena melihat fakta yang ada justru sebaliknya.
Â
Pada tanggal 03 Juli 2020, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anawar Makariem meluncurkan Episode Kelima Program Merdeka Belajar yaitu Program Pendidikan Guru Penggerak (PPGP) yang dirancang untuk meningkatkan hasil belajar yang implementatif atau berbasis lapangan dengan pendekatan andragogi dan hybrid learning yang terdiri 70 % belajar di tempat kerja dan komunitas praktik, 20 % belajar dari rekan dan guru lain serta 10% pelatihan formal.
Materi Program Guru Penggerak disusun dalam tiga modul yang dipelajari dalam Pendidikan selama 9 bulan (Angkatan 1 s,d, 4) dan 6 bulan (mulai Angkatan 5) dan terdiri dari paradigma dan visi guru penggerak (filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara, nilai dan peran guru penggerak, membangun visi sekolah dan budaya positif di sekolah), praktik pembelajaran yang berpihak kepada murid (pembelajaran berdiferensiasi, pembelajaran sosial emosional dan coaching), dan pemimpin pembelajaran dalam pengembangan sekolah (pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran, pemimpin dalam pengelolaan sumberdaya dan pengelolaan program yang berdampak kepada murid).Â
Setelah menyelesaikan PGP, Guru Penggerak diharapkan dapat menjadi pemimpin pembelajaran (instructional leader) yang menerapkan merdeka belajar dan menggerakkan eskosistem sekolah untuk mewujudkan pembelajaran yang berpihak atau berpusat kepada murid (student-centered learning). Kebjakan Menteri Nadiem Makariem menempatkan Guru Penggerak sebagai talenta pemimpin pendidikan masa depan, seperti kepala sekolah, pengawas dan lainnya yang akan menjadi agen perubahan (agent of change) di bidang pendidikan.
Sesuai Permendikbudristek Nomor 40 Tahun 2021 Bab 2 pasal 2, Sertifikat Guru Penggerak seperti halnya sertifikat pendidik merupakan salah satu syarat penugasan guru sebagai kepala sekolah yang tentunya harus dilengkapi dengan persyaratan lain misalnya pengalaman manajerial paling singkat 2 (dua) tahun di satuan Pendidikan, organisasi Pendidikan dan/atau komunitas Pendidikan. Perdirjen GTK Kemdikbudristek nomor 5958/B/HK.03.01/2022 tentang Petunjuk Teknis Penugasan Guru Sebagai Kepala Sekolah yang ditetapkan tanggal 22 Agustus 2022 Bab 1 Subbab 2 poin 2 secara detail mengatur tetang klasifikasi pengalaman manajerial.
Asumsi Ki Darmaningtyas bahwa Guru senior yang telah mengikuti diklat LP2KS tak bisa diangkat menjadi KS harus dipertanyakan dasarnya. Menurut Permendikbudristek Nomor 32 Tahun 2022 tentang Standar Teknis Pelayanan Minimal Pendidikan bagian keempat Standar Jumlah dan Kualitas Pendidik dan Kependidikan menyatakan bahwa persyaratan kepala sekolah pada jenjang PAUD, SD, SMP, SMA/SMK diantaranya memiliki surat tanda tamat pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah atau sertifikat guru penggerak. Fakta di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat pengangkatan kepala SMA/SMK/SLB pada tahun 2022 dan 2023 memprioritaskan CKS hasil diklat KS. Rekrutmen kepala sekolah dari guru penggerak dijadwalkan Tahun 2024 setelah Calon Kepala Sekola (CKS) hasil diklat KS selesai diangkat.
Kemendikbud meluncurkan Program Merdeka Belajar Episode 7 yaitu Program Sekolah Penggerak (PSP) dengan tujuan mencetak siswa dengan profil pelajar pancasila yaitu perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME) dan berahlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif. Pada tahun ajaran 2021/2022, program ini melibatkan 2.500 sekolah yang ada di 110 kabupaten/ di 34 provinsi dan pada tahun ajaran 2022/2023 akan menjaring 10.000 sekolah yang ada di 250 kabupaten kota di 34 provinsi.
Transformasi sekolah melalui PSP meliputi 4 tahap dimana dalam tahap terakhirnya diharapkan hasil belajar siswa berada diatas level yang diharapkan dalam lingkungan belajar yang aman, nyaman, inklusif dan menyenangkan. Pembelajaran yang dilakukan adalah penbelajaran yang berpusat kepada murid sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia. Perencanaan program dan anggaran sekolah didasarkan kepada refleksi diri. Sementara itu guru dan kepala sekolah melakukan pengimbasan diri.
Betapa sebuah ironi, PSP dan PGP yang sejatinya mendukung pendidikan yang memerdekakan sesuai filosofi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara (pendiri perguruan Taman Siswa pada tahun 1922) dihujat oleh Penasehat Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa. Memang Setiap orang berhak untuk memberikan pendapatnya mengenai PSP dan PGP. Kemerdekaan untuk menyampaikan pendapat secara lisan maupun tulisan memang dijamin oleh konstitusi Indonesia, Namun demikian, tentunya harus didukung oleh fakta yang objektif dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga terhindar dari gelapnya subjektivitas dan rasa ketidak-sukaan (dislike).*****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H