Oleh:Â
UNU NURAHMAN
Guru SMAN 1 LeuwimundingÂ
Dosen FIB Unsap Sumedang
Pada rapat penerimaan prajurit TNI (Taruna Akademi TNI, Perwira Prajurit Karier TNI, Bintara Prajurit Karier TNI, dan Tamtama Prajurit Karier TNI) tahun anggaran 2022
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa membuat aturan baru yang menghapus tes renang dan seleksi akademik serta membolehkan keturunan PKI (Partai Komunis Indonesia) mendaftar anggota TNI dengan melihat dasar hukum yang ada. Hal ini tentu saja menimbulkan polemik di kalangan publik.
Selama ini dasar hukum yang digunakan untuk melarangnya adalah ketetapan MPRS Nomor XXV Tahun 1966 yang menyatakan PKI sebagai partai terlarang di Indonesia dan larangan menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya, dan penggunaan segala macam aparatur serta media bagi penyebaran atau pengembangan faham atau ajaran tersebut. Sesuai dengan Pasal 2 TAP I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum TAP MPRS dan MPR Tahun 1960-2000, TAP XXV/MPRS/1966 tetap berlaku dengan ketentuan yaitu diberlakukan dengan berkeadilan dan menghormati hukum, prinsip demokrasi, dan hak asasi manusia.
PKI didirikan oleh Henk Sneevliet pada tanggal 23 Mei 1914 dan dibubarkan serta dinyatakan sebagai partai terlarang di Indonesia sesuai keputusan Pengemban Supersemar Letjend Soeharto pada tanggal 12 Maret 1966 No. 1/3/1966. Hal ini merupakan akibat pemberontakan G 30 SPKI/ 1965 dimana sepasukan militer (sebagian Men Cakrabirawa, Yonif 454,  Yonif 530, Brigif 1 Kodam Jaya dan PGT) serta  Pemuda Rakyat yang telah diindoktrinasi oleh PKI melakukan pembunuhan dan penculikan terhadap 6 perwira tinggi  dan 1 perwira pertama TNI AD (Pahlawan Revolusi). Gerakan militer itu membentuk Dewan Revolusi diketuai oleh Letkol Untung (Dan Yon 1 KK Cakrabirawa) yang mengambil alih kekuasaan negara dari tangan Presiden Sukarno dengan mendemisionerkan Kabinet Dwikora.
Hampir 50 tahun lebih, keturunan PKI dilarang keras menjadi anggota TNI. Larangan itu sebenarnya lebih didasari oleh ketakutan bahwa PKI merupakan bahaya latent yang suatu saat bisa bangkit dan memberontak lagi (komunistofobia). PKI tidak akan hilang dan bisa muncul dengan kondisi yang selalu diciptakan yaitu kemiskinan yang mencolok, kegaduhan atau konflik yang tidak berhenti,perpecahan, adu domba dan fitnah. Ketakutan akan munculnya komunis Indonesia adalah wajar apalagi dengan adanya hegemoni geopolitik RRC yang sangat aktif melakukan kampanye dan ekspansi di Taiwan dan  Kawasan Laut Cina Selatan.
Lembaga Survei Media Survei Nasional (Median) pada tanggal 30 September 2021 lalu, mengungkapkan, bahwa 46,4 persen responden di Indonesia masih percaya soal isu kebangkitan PKI. Fakta sejarah menunjukkan PKI berulang kali melakukan pemberontakan. Sebelum G30 SPKI/1965, pada tanggal 18 September 1948 Front Demokrasi Rakyat (FDR) yang terdiri atas PKI, Partai Sosialis Indonesia, Partai Buruh Indonesia, Pemuda Rakyat, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia.dibawah pimpinan Musso cs melakukan pemberontakan kepada Pemerintah Republik Indonesia di Madiun dan mendirikan Soviet Republik Indonesia.
Namun demikian kita harus memahami bahwa dosa dan kesalahan seseorang tidak diwariskan kepada keturunannya. Mahkamah Kontitusi (MK) mengeluarkan Keputusan Nomor 011-017/PUU-I/2003 tanggal 24 Februari 2004 yang bersifat final dan mengikat menyatakan bahwa suatu tanggung jawab pidana hanya dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada pelaku (dader) atau yang turut serta (mededader) atau yang membantu (medeplichtige). Larangan keturunan PKI menjadi TNI terkesan diskriminatif, berprasangka tidak baik  dan merampas hak untuk mengabdi kepada NKRI. Oleh karena itu, keputusan Jenderal Andika Perkasa sudah tepat dan seharusnya disikapi dengan bijak.
Undang-Undang (UU)  Nomor  34 Tahun 2004  tentang TNI  pasal 28 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2010 pasal 7 tentang administrasi TNI  menyatakan bahwa persyaratan menjadi prajurit TNI adalah WNI, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, pada saat dilantik menjadi prajurit berumur paling rendah 18 tahun, tidak memiliki catatan kriminalitas yang dikeluarkan secara tertulis oleh POLRI, sehat jasmani dan rohani, tidak sedang kehilangan hak menjadi prajurit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan lulus pendidikan pertama untuk membentuk prajurit siswa menjadi anggota TNI.
Fobia bahwa jika keturunan PKI direkrut TNI akan memberontak sebenarnya sudah diantisipasi oleh PP Nomor 39 tahun 2010 di pasal 58 yang secara tegas menyatakan bahwa TNI akan diberhentikan dengan tidak hormat (PDTH) jika mempunyai tabiat dan/atau perbuatan yang nyata-nyata dapat merugikan disiplin keprajuritan atau TNI yaitu menganut ideologi, pandangan, atau ajaran yang bertentangan dengan Pancasila.
Penghapusan larangan keturunan PKI menjadi TNI tentu harus diberlakukan sama kepada organisasi lain yang telah memberontak kepada NKRI seperti DI/TII, PRRI, RMS. Hal terpenting yang menurut saya adalah perlunya ketentuan khusus bagi mereka misalnya pernyataan tertulis dan sumpah di bawah kitab suci sesuai agama yang dianutnya yang menyatakan kesetiaan terhadap NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta siap dituntut sesuai ketentuan hukum yang berlaku jika terbukti melanggar.
Adanya pro dan kontra dalam pengambilan sebuah keputusan adalah hal yang wajar. Meskipun demikian, kita berharap semoga keputusan ini akan membawa kebaikan dan kemajuan bagi TNI dan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H