Mohon tunggu...
Unu Nurahman
Unu Nurahman Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 Leuwimunding Kabupaten Majalengka dan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Prodi Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Sebelas April Sumedang

Guru Penggerak Angkatan 2 Pengajar Praktik PGP Angkatan 6 dan 9 Sie, Humas Komunitas Guru Penggerak Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pembelajaran Sosial Emosional dalam Pendidikan yang Memerdekakan

31 Maret 2024   14:26 Diperbarui: 31 Maret 2024   14:26 4902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: 

UNU NURAHMAN

GP / PP PGP Angkatan 6/9

SMAN 1 Leuwimunding Provinsi Jawa Barat

Pendidikan yang memerdekakan pada hakikatnya pembelajaran berpihak atau berpusat kepada murid (student-centered learning) yang sudah dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara (KHD) sejak tahun 1922 di perguruan Taman Siswa. Sebuah praktik baik dalam pendidikan yang memerdekakan setidaknya harus memenuhi 3 kriteria yaitu berpihak kepada murid atau sesuai dengan kebutuhan murid yang didasarkan kepada empati kepada murid. berdampak kepada murid atau dengan kata lain ada bukti nyata perubahan positip yang dirasakan oleh murid dan bisa ditiru /direduplikasi (dapat dirasakan oleh lebih banyak murid).

Berkenaan dengan hal di atas, Pembelajaran Sosial Emosional (PSE) memainkan peranan yang sangat penting dalam pendidikan yang memerdekakan karena memuat keterampilan --keterampilan yang harus dimiliki oleh siswa untuk bertahan dalam masalah, kemampuan mencari solusinya dan juga bagaimana menjadi orang baik. Disamping itu, pembelajaran sosial emosional memberikan pengetahuan untuk memenuhi kebutuhan mental siswa dalam mengembangkan potensi dirinya sesuai dengan kodrat alam dan kodrat jamannya.

Melihat sejarahanya, pembelajaran sosial emosional merupakan sebuah teori pembelajaran yang mengacu kepada teori yang dikembangkan oleh Daniel Goleman, yaitu Emotional Intelligence atau Kecerdasan Emosional (1983) atau Social Intelligence atau Kecerdasan Sosial. (2006) Dua teori pada waktu yang berbeda, akan tetapi berfilosofi sama, di mana akar dari teori di atas adalah, bahwa untuk menghadapi kompleksitas persoalan di dunia modern hari ini, tidak cukup dengan bermodalkan kecerdasan intelektual (Intelligence Quotient) saja.

Pembelajaran sosial dan emosional pada dasarnya pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi, menetapkan dan mencapai tujuan positif, merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain, membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta membuat keputusan yang bertanggung jawab.

Terdapat beberapa kompetensi dalam pembelajaran sosial emosional berbasis kesadaran penuh (mindfulness) yaitu pengenalan emosi atau kesadaran diri (self awareness), pengelolaan emosi dan fokus atau manajemen diri (self-management), empati atau kesadaran sosial (social awareness), keterampilan sosial kemampuan berelasi (relationship skill) dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab (responsible decision making). Kelima kompetensi tersebut bernuara pada terwujudnya kesejahteraan psikologis  (well-being) siswa.

Dalam implementasinya, Pembelajaran Sosial Emosional harus sesuai dengan prinsip SAFE yaitu Sequenced (saling berkaitan dan terkoordinasi untuk mendorong keterampilan anak), Active (bentuk pembejalaran aktif agar anak mampu menguasai keterampilan yang baru), Focused (menekankan pengembangan keterampilan baik secara individu maupun social) dan Explicit (menargetkan keterampilan sosial dan emosional yang lebih spesifik).

Salah satu tekhnik pembelajaran sosial emosional yang paling efektif digunakan adalah STOP yang terdiri dari 4 langkah yaitu Stop (berhenti), Take a deep breath (tarik nafas dalam), Observe (amati) dan Proceed (lanjutkan). Pada tahap pertama, kita menghentikan segala aktivitas yang sedang dilakukan dan memberikan diri kita waktu 5-10 menit untuk menjeda atau menghentikan aktivitas. Lalu menarik nafas dalam dan merasakan nafas masuk dan keluar.

Setelah itu, kita mengamati perubahan dada yang membusung akibat terpenuhinya oleh udara yang ditarik dan perut yang mengempes akibat buangan napas kita, apa yang terasa dan terjadi pada tubuh kita, segala macam kejadian baik itu negatif ataupun positif, baik bersumber dari sendiri maupun dari orang lain, serta menenangkan pikiran dan memberikan waktu kepada diri untuk menerima apa yang telah terjadi. Pada tahap terakhir, kita melanjutkan kembali aktivitas dengan perasaan yang lebih tenang, pikiran yang lebih jernih, sikap yang lebih positif dan fokus kembali.

Pembelajaran Sosial Emosional dapat diterapkan dalam 3 ruang lingkup untuk membentuk suatu budaya ajar (learning cultures). Pertama, kegiatan rutin yang dilakukan di luar waktu belajar akademik seperti kegiatan lingkaran pagi (circle time) dan kegitan membaca setelah makan siang. Kedua, terintegrasi dalam mata pelajaran seperti melakukan refleksi setelah menyelesaikan sebuah topik pembelajaran dan membuat diskusi kasus atau kerja kelompok untuk memecahkan masalah. Ketiga, protokol, budaya atau aturan sekolah yang sudah menjadi kesepakatan bersama dan diterapkan secara mandiri oleh murid atau sebagai kebijakan sekolah untuk merespon situasi atau kejadian tertentu seperti mendengarkan orang lain berbicara dan menyelesaikan konflik yang terjadi melalui pembicaraan.

Demikian pemaparan secara singkat tentang penerapan pembelajaran sosial emosional dalam pendidikan yang memerdekakan. Semoga dapat menginspirasi para guru untuk mengoptimalkan potensi siswa sehingga terlahir Profil Pelajar Pancasila: pelajar sepanjang hayat (life-long learner) yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (YME) dan berahlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis dan kreatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun