PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) menetapkan tanggal 15 Maret sebagai Hari Anti Islamofobia. Pada dasarnya hal ini merupakan pengakuan internasional terhadap kebenaran ajaran Islam yang penuh toleransi dan kedamaian. Teroris yang sesungguhnya adalah mereka yang membentuk dan meyakini Islamofobia.
Â
Oleh:Â
UNU NURAHMAN
GP SMAN 1 Leuwimunding Provinsi Jabar
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Prodi
Universitas Sebelas April Sumedang
Â
Tanggal 15 Maret yang berlatar aksi pembantaian mesjid Christchurch Selandia Baru dan menewaskan 51 orang muslim pada hari Jumat tahun 2019 ditetapkan oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) sebagai Hari Anti Islamofobia. Hal ini memberi makna tersendiri bagi umat Islam karena pada hakekatnya merupakan pengakuan kebenaran ajaran Islam yang penuh kedamaian dan rahmat bagi sekalian alam.
Merujuk kepada Wikipedia, islamofobia adalah istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka, diskriminasi, ketakutan, dan kebencian terhadap Islam. Terbentuknya Islamofobia  dilandasi opini bahwa Islam identik dengan terorisme dan extrimisme. Hal ini mulai diinisiasi oleh Negara Sekuler pada tahun 1980-an dan mencapai kulminasinya ketika tragedi WTC (World Trade Center) dan Pentagon tanggal 11 November 2001.
Presiden George Bush dalam keterangan resminya menyatakan Amerika Serikat (AS) dalam keadaan perang dan menuduh Osama bin Laden, pendiri kelompok Al Qaeda yang diduga bermukim di Afghanistan sebagai otak serangan ini. Sebelum Uni Soviet runtuh, AS mendanai semua kegiatan Osama bin Laden dengan organisasi Al Qaedanya  untuk menghadapi Soviet melalui latihan militer di Pakistan.
Pernyataan Bush tersebut tentu menimbulkan Islamofobia bukan saja kepada umat muslim di AS tetapi juga di seluruh dunia. Mereka selalu dicurigai sebagai teroris bahkan banyak yang menjadi korban kekerasan. Beberapa tahun kemudian, tabir dugaan konspirasi mulai terungkap, Peneliti Profesor Steven E. Jones, guru besar Fisika di Brigham Young University, Utah, dan Prof Dr Morgan Reymonds, guru besar pada Texas University yang melakukan penelitian tragedi WTC/Pentagon dari sudut teori fisika dan menemukan kejanggalan.Â
Profesor Jones mengatakan kehancuran dahsyat seperti yang dialami Twin Tower serta gedung WTC hanya mungkin terjadi karena bom-bom yang sudah dipasang pada bangunan-bangunan tersebut. Pendapat yang sama disampaikan juga oleh Richard Gage, pendiri 'Architects and Engineers for 9/11 Truth', menegaskan bahwa lebih dari 1.100 pakar berpendapat penyebab runtuhnya gedung World Trade Center karena bukan tabrakan pesawat.
Dugaan bahwa peristiwa 9/11 didalangi oleh dua lembaga intelijen CIA (Central Intelligence Agency) dan Mossad (Israel) semakin menguat ketika ditemukan fakta bahwa Uhud Barak, Perdana Menteri Israel satu jam sebelum kejadian menyampaikan pidato di sebuah stasiun AS yang mengingatkan bahaya teror orang Arab dan mengajak memerangi terorisme. Menurut laporan, terdapat 4000 orang Yahudi yang bekerja di WTC akan tetapi pada saat kejadian mereka tidak ada yang masuk kerja.
Kejanggalan lainnya seperti dilansir dari bbc.com (07/11/2011), AS adalah negara yang memiliki angkatan udara terkuat di dunia. Akan tetapi mereka gagal menghentikan pesawat pembajak. Padahal pada tanggal 9 September Komando Pertahanan Udara AS menggelar latihan tempur rutin. Isu yang berkembang  saat itu, Wakil Presiden AS Dick Cheney memerintahkan militer diam dan tidak menghadang pesawat yang menabrak WTC dan gedung Pentagon.
Pada tahun 2004 terbentuk Al-Dawlah Al-Islamiyah yang merupakan organisasi jihadis yang dipimpin oleh sempalan dari Al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden. Â Organisasi ini mengklaim beberapa negara, seperti Yordania, Israel, Palestina hingga Turki bagian selatan, sebagai wilayahnya. Pada tahun 2014 saat kepemimpinan Abu Bakar al Baghdadi, namanya diganti menjadi ISIS (Islamic States of Iraq and Syria). Al Baghdadi mengangkat dirinya sebagai Kalifah ISIS.
ISIS menerapkan kepemimpinan yang dilandasi doktrin agama Islam yang fanatik, takfiri, intoleran, radikal dan ekslusif serta berhaluan garis keras. Tak mengherankan jika ISIS menjadi pihak yang bertanggungjawab terhadap aksi terorisme di beberapa negara. Hal ini tentu saja menjadi komoditas negara barat untuk membentuk lagi opini terorisme kepada Islam.
Setelah ISIS dihancurkan pada tahun 2019, berbagai fakta mengejutkan terungkap. Â Pemimpin ISIS Al Baghdadi memiliki nama asli Emir Daash alias Simon Elliot alias Elliot Shimon. Dia lahir dari orang tua Yahudi dan direkrut serta dilatih Mossad utk membuat kekacauan di kawasan Timur Tengah serta perang sesama masyarakat Arab dan muslim. Makanya dapat dipahami banyak militan ISIS yang terluka dirawat di Rumah Sakit Israel yang ada di Dataran Tinggi Golan dan ISIS tercatat tidak pernah melukai orang Yahudi.
Edward Snowden, seorang mantan agen rahasia AS (NSA) menyebut bahwa ISIS sebenarnya adalah bentukan intelijen AS, Inggris dan Israel. Mereka menciptakan sebuah organisasi militer yang mengklaim kekhalifahan Islam dibawah pimpinan Al Baghdadi untuk menarik para militan Islam dari seluruh dunia bergabung di dalamnya.Â
Pada tanggal 30 September 2005, Umat muslim di seluruh dunia dibuat geram oleh harian Jylliands-Posten Denmark yang menerbitkan 12 karikatur Nabi Muhammad SAW ya dengan maksud penghinaan. Hal yang sama terulang lagi oleh majalah Charlie Hebdo yang membuat karikatur pelecehan Nabi Muhammad SAW. Sebagai dampaknya pada tanggal 07 Januari 2015, kantor majalah mingguan Charlie Hebdo di Perancis, diserang oleh kelompok Islam radikal yang menewaskan 12 orang. Penggunaan kekerasan tidak dapat dibenarkan. Namun demikian mencari akar permasalahannya juga sangat penting.
Sekulerisme dari awalpun mempunyai prinsip yang sangat  berbeda dengan Islam. Sebagai agama yang penuh kedamaian dan apresiasi terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), Islam mengajarkan umatnya untuk menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama dengan menghormati prinsip-prinsip dalam agama masing-masing. Menganut dan melaksanakan perintah agama merupakan salah satu HAM yang sangat prinsipil. Maka dari itu, melecehkan nilai -- nilai suatu agama pada dasarnya merupakan pelanggaran terhadap HAM itu sendiri. Sedangkan sekuler  yang mengajarkan prinsip kebebasan berekspresi tanpa mau memperhatikan nilai-nilai yang ada dalam agama.
Seperti kata pepatah, bagaimanapun kuatnya kebenaran disembunyikan, suatu saat pasti akan terungkap. Islamofobia tidak lebih dari sebuah produk konspirasi politik global kelompok sekuler untuk menyembunyikan terorisme dan ekstrimisme yang sesungguhnya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H