Mohon tunggu...
Unu Nurahman
Unu Nurahman Mohon Tunggu... Guru - Guru SMAN 1 Leuwimunding Kabupaten Majalengka dan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Prodi Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Sebelas April Sumedang

Guru Penggerak Angkatan 2 Pengajar Praktik PGP Angkatan 6 dan 9 Sie, Humas Komunitas Guru Penggerak Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Materi Pembelajaran Berdiferensiasi

24 September 2021   07:10 Diperbarui: 9 April 2024   12:31 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2.1.a.9. Koneksi Antar Materi - Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi

UNU NURAHMAN, S.S.,M.Pd.

CGP Angkatan 2 Kabupaten Majalengka

2021

Pembelajaran berdiferensiasi merupakan implementasi pembelajaran yang berpihak kepada murid sesuai konsep merdeka belajar. Pembelajaran berdiferensiasi dirancang,dilaksanakan dan dinilai untuk memenuhi kebutuhan individual murid dengan memperhatikan Kesiapan Belajar (readiness), Minat Belajar (learning interest), dan Profil Belajar (learning profiles). Tomlinson (2000) menyatakan bahwa pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Adapun diferensiasi yang dapat dilakukan oleh guru yaitu dari segi konten, proses, dan juga produk yang dihasilkan murid.

Pembelajaran berdiferensiasi merupakan solusi bagi permasalahan terkait pembelajaran di kelas yang berpihak kepada kepentingan murid. Untuk itu guru harus mampu memetakan kesiapan belajar, minat belajar dan profil belajar muridnya yang mungkin tingkat kompleksitasnya berbeda di masing tingkatan. Sebagai contoh di level SMA Negeri dengan grade A dimana jumlah muridnya 1500 orang, seorang guru mata pelajaran mungkin harus mengampu murid lebih dari 500 siswa. Sementara di level TK atau SD, mungkin guru hanya mengampu kurang dari 50 orang. Untuk mengatasi masalah itu, guru mapel di SMA harus berkolaborasi dengan rekan sejawat c.q guru BP/BK, wali kelas  para wakasek serta orang tua siswa.

Pembelajaran berdiferensiasi yang ada di modul 2.1 Guru Penggerak memiliki keterkaitan dengan materi sebelumnya yaitu filosopi pendidikan KHD, Peran dan Nilai Guru Penggerak, Visi Guru Penggerak dan Budaya Positip. Dalam filosopi pendidikan KHD, beliau menyatakan bahwa sebagai murid harus menjadi pusat pembelajaran atau dengan kata lain pembelajaran harus berpihak kepada murid. Guru harus menghamba kepada murid. Hal ini sejalan dengan pembelajaran berdiferensiasi yang pada hakekatnya merupakan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan individu murid dalam mengembangkan potensi dirinya.

Seperti disampaikan sebelumnya, dalam pembelajaran berdiferensiasi guru harus membuat pemetaan (mapping) kebutuhan belajar murid yang sangat komplek. Untuk itu guru harus memiliki nilai nilai Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif, serta Berpihak pada Murid sebagai modal dalam mengimplementasikan pembelajaran  yang berpihak kepada murid di sekolah. Disamping itu Guru penggerak memiliki yang peran yang mendukung penerapan pembelajaran berdiferensiasi. Adapun peran yang dimaksud adalah Menjadi Pemimpin Pembelajaran, Menggerakan Komunitas Praktisi, Menjadi coach bagi guru lain, Mendorong kolaborasi antar guru serta Mewujudkan kepemimpinan murid.

 

Guru penggerak memiliki visi untuk melakukan perubahan positip dalam pembelajaran yang berpihak kepada murid (pembelajaran berdiferensiasi) dengan strategi pendekatan IA (Inkuiri Apresiatif) yaitu pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Perubahan positip yang dilakukan melalui pembelajaran berdiferensiasi. Pendekatan IA merupakan manajemen perubahan yang biasa dilakukan lebih menitikberatkan pada masalah apa yang terjadi dan apa yang salah dari proses tersebut untuk diperbaiki. Hal ini berbeda dengan IA yang berusaha fokus pada kekuatan yang dimiliki setiap anggota dan menyatukannya untuk menghasilkan kekuatan tertinggi.

Pembelajaran berdiferensiasi membentuk budaya positip di sekolah. Budaya positip dalam konteks ini dapat didefinisikan sebagai nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak kepada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab. Budaya positip tidak dapat berdiri sendiri dalam membentuk budaya ajar (learning culture) akan tetapi terintegrasi dalam pembelajaran berdiferensiasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun