Pemilu masih jauh, Pilpres dan Pilkada serentak masih tahun 2024, tapi geliat para politisi mulai merebak dan bahkan kadang -- kadang memanas. Kita sebagai rakyat kecil yang hanya punya kekuasaan 5 tahun sekali dalam bentuk "Memilih Pemimpin, baik itu Presiden, Gubernur, Walikota / Bupati" seringkali gamang dalam menetapkan pilihan.
Gamang karena tidak punya referensi yang cukup dalam memilih pemimpin (seringkali hanya bisa kita lihat dari media sosial), Gamang karena tidak punya standar tentang pemimpin yang ideal, gamang karena yang punya kemampuan mengajukan calon Presiden hanya Partai Politik yang seringkali mengajukan orang yang menurut kita kurang ideal. Dilevel Gubernur, Walikota / Bupati memungkinkan pengajuan calon melalui jalur independen tetapi persyaratannya cukup berat.
Menurut saya seorang pemimpin atau leader bukanlah seorang yang ahli dalam berkata - kata, teroritis dan sekedar berwacana. Leader yang efektif dapat diukur dalam tindakannya, rekam jejak hasil karyanya dan bukan kumpulan titel atau gelar yang dimilikinya.
Seorang leader atau pemimpin mempunyai tugas yang tidak ringan untuk bisa menjadi inspirasi transformasi bagi siapa saja yang dipimpinnya. Bukan boss yang hanya bisa perintah ini dan itu. Oleh karena itu definisi authentic leadership itu mencakup tiga komponen:
- Strategic thinker: mampu berpikir apa-apa saja yang penting dan kritikal untuk kemajuan organisasinya / daerahnya/negaranya dan mengelaborasi dalam jangka panjang.
- Strategic learner : bisa belajar dan menyerap secara aktif dari lingkungannya sehingga organisasi / daerah/negara yang dipimpinnya bisa beradaptasi dengan kebutuhan dan tantangan yang berubah secara dinamis.
- Emotional intelligence: di dalamnya termasuk sadar diri dan lingkungan (self and social awareness), self management dan kemampuan sosial.
Oleh karena itu seorang pemimpin harus bisa menanamkan kepercayaan diri kepada semua bawahannya/masyarakatnya bahwa mereka mampu. Dia harus bisa memberikan panduan transformasi diri bagi orang yang dipimpinnya / masyarakatnya dari level apatis (I don't), tidak percaya diri (I can't), berinisiatif (I am going to try it), self confidence (I can do it) sampai pencapaian prestasi (I did it). Tentunya semua proses ini butuh ketekunan dan kesabaran. Selain itu tentu saja seorang leader akan sangat terbantu dengan kerangka kerja atau framework yang bisa dirujuk dan dijalankan.
Tidak heran, dalam konteks ini, cukup sering kita menjumpai pola kebutuhan sebagai berikut baik di level organisasi, dunia industri/masyarakat maupun pemerintah:
- Bagaimana ya membuat para team kerja / aparat dibawahnya mempunyai motivasi tinggi dan berdedikasi? Bukan sekedar memenuhi jam kerja dan basic requirements?
- Bagaimana menyelaraskan aspirasi para pekerja /aparat pemerintah dengan visi dan misi perusahaan / organisasi/pemerintah? Dimana tombolnya agar mereka bersemangat tinggi dalam bekerja?
- Bagaimana menciptakan budaya read and write dalam dunia kerja (bukan talk and listen) sehingga tercipta standar industrial / standar tata kelola pemerintahan yang lebih kompetitif / efektif/efisien di perusahaan / instansi pemerintah.
- Bagaimana membuat para peneliti/dosen tidak berhenti di level membuat paper tapi berwawasan industrial (menciptakan solusi yang mengatasi masalah konkrit atau menjawab kebutuhan pasar?). Bagaimana menciptakan ekosistem yang kondusif yang mendorong seseorang bersemangat berkontribusi? Mengembangkan kewirausahaan / technopreneurship di Perguruan Tinggi dan lembaga penelitian?
- Bagaimana meningkatkan pemahaman dan menggugah kesadaran mengenai pentingnya konsep nilai tambah (dalam konteks persaingan ekonomi antar negara/bangsa).
Semoga bisa menjadi bahan diskusi bagi kita .....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H