Dengan demikian upaya pemberian pendapatan bagi masyarakat menjadi lebih utama, dibandingkan pekerjaan fisiknya itu sendiri, disisi lain apabila kegiatan fisik tersebut dikerjakan secara kontraktual oleh pihak ketiga, maka keuntungan terbesar tentunya lebih dinikmati oleh beberapa pengusaha saja.
Walaupun proporsi penganggarannya lebih besar untuk UPK, tetapi berdasarkan pengalaman yang terjadi di beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur, menunjukkan kecenderungan bahwa  realisasi fisik kegiatan padat karya pedesaan  cenderung lebih besar dibandingkan volume yang ditargetkan, dengan kata lain karena sarana prasarana yang dihasilkan betul - betul dibutuhkan oleh masyarakat dan pengadaan bahan material sebagian adalah swadaya masyarakat, maka kegiatan cenderung semi gotong royong dan seringkali pekerjaan tetap dikerjakan masyarakat walaupun anggaran untuk bahan material sudah habis.
Seringkali masyarakat mencari batu dan pasir tanpa minta bayaran, Â mereka tetap bekerja sampai kebutuhan panjang jalan, jembatan dan lain -- lain terpenuhi sesuai kebutuhan mereka. Dan ini adalah nilai lebih dari kegiatan Padat Karya Pedesaan dibandingkan dengan kegiatan pembangunan prasarana fisik yang dikerjakan secara kontraktual oleh pihak ketiga.
(3). Banyak kegiatan pembangunan fisik yang dilaksanakan oleh pihak ketiga, dengan biaya yang tidak murah, akhirnya seringkali kurang dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. Hal ini karena peran masyarakat dalam pembangunan infrastruktur tersebut relative pasif. Keterlibatan masyarakat yang kurang dalam proses pengambilan keputusan baik pada tahap awal saat pra survey, investigasi, desain, maupun konstruksi cenderung mengakibatkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki terhadap bangunan yang ada sangatlah minim.
Kedua, membantu masyarakat desa agar mereka memiliki ketrampilan dan kemauan untuk menumbuh kembangkan usaha -- usaha produktif melalui kegiatan pelatihan, pendampingan, bantuan sarana produksi hingga pemasarannya. Perlu kita pahami bahwa memulai kegiatan usaha produktiv dibutuhkan pola pikir, perilaku dan ketrampilan tertentu.
Dimana pola pikir, perilaku dan ketrampilan tersebut terbentuk melalui beberapa faktor yaitu faktor: Kelahiran, artinya kebetulan seseorang lahir menjadi anak pengusaha, sejak lahir mereka melihat orang tuanya berbisnis dan bahkan sejak dini sudah terlibat dalam aktivitas bisnis orang tuanya, ikut menjaga toko selepas sekolah misalnya, atau terbiasa membantu orang tuanya memasak dan menjaga warung makan dan sebagainya. Kondisi ini secara langsung telah membentuk sianak menjadi seorang wirausaha dan paham trik - trik mencari duit dari aktifitas keluarga.
Faktor berikut adalah karena Lingkungan, seseorang mungkin bisa saja bukan anak seorang wirausaha, tetapi sejak kecil dia bergaul dengan para anak wirausaha, atau kebetulan tinggal dengan keluarga wirausaha, atau kebetulan bekerja diperusahaan dan dia setiap hari berkecimpung didalam aktivitas usaha, hal ini juga akan membangkitkan jiwa wirausaha seseorang.
Banyak sekali seorang tukang bakso yang tadinya adalah seorang karyawan disebuah warung bakso, atau penjual es krim yang tadinya pekerja di pabrik eskrim atau seseorang buka warung setelah bertahun-  tahun mengabdi sebagai pekerja di Rumah makan besar. Dengan melihat konsep diatas maka pola pelatihan kewirausahaan yang kita pilih adalah  mengkombinasikan faktor kelahiran dan lingkungan tersebut melalui suatu proses pembelajaran yang bukan saja memberikan pengetahuan dan ketrampilan saja tetapi juga memberikan pengalaman dan pola pikir usahawan yang tepat melalui simulasi usaha, magang usahaserta pendampingan dalam bentuk klinik usaha.
Tentunya pola pelatihan kewirausahaan seperti ini memerlukan waktu dan biaya yang lebih besar dibandingkan dengan pola pelatihan kewirausahaan yang konvensional, namun hasilnya diharapkan akan lebih maksimal.
Ketiga, membentuk dan mengembangkan lebih lanjut Badan Usaha Milik Desa yang diharapkan mampu menampung seluruh hasil produksi masyarakat desa serta memasarkannya. Pada tingkat yang lebih maju bisa diupayakan adanya poduksi unggulan masing masing desa sehingga hasil produksi tidak menumpuk dan harganya menjadi jatuh. Prinsip satu desa satu jenis produk unggulan, akan mengurangi penumpukan produk sejenis dipasaran.
Keempat, membentuk dan mengembangkan koperasi atau lembaga keuangan lainnya yang bertujuan untuk memperkuat usaha -- usaha produktif masyarakat untuk jangka panjang dan berkelanjutan. Berbicara mengenai pengembangan lembaga keuangan desa ini kita bisa mencontoh Bangladesh yang berhasil mengembangkan Grameen Bank,Grameen dalam bahasa Bangladesh berarti "desa" atau "pedesaan" sedangkan bank tentunya kita semua sudah tahu apa artinya itu.