Hanya saja ramenya sekarang ini ketika mencuat belasan santri "digarap" oleh gurunya sendiri seperti terjadi di pesantren di Bandung yang sekarang banyak dibicarakan publik. Selanjutnya di beberapa daerah juga muncul atau dilaporkan oleh korban seperti terjadi belakangan ini.
Disamping itu ekploitasi ekonomi yang terjadi seperti santriwati dijadikan kuli bangunan adalah tindakan yang tidak beradab sehingga memang tersangka menurut pendapat saya layak dihukum berat seperti hukuman seumur hidup atau mati karena perbuatannya jelas tidak berperikemanusiaan.
Karena itu di era revolusi industri 4.0 seperti sekarang ini, pesantren sebenarnya adalah salah satu jantung pertahanan generasi mudah dari  serangan budaya global yang negatif sehingga pondok pesantren dapat mengajarkan nilai-nilai agama dan bermasyarakat secara seimbang. Bukan malah sebaliknya jadi sarana untuk tindak kekerasan seksual.Â
Maka dari itulah pilihlah pesantren yang sudah terbukti lulusannnya berhasil dan guru-gurunya menguasai ilmu agama secara benar dan mendalam. Sehingga bisa menghindari dari tindak kekerasan terhadap santriwati di pesantren.Â
Karena sebagaimana dikatakan oleh Zamakshyari Dhofier dalam bukunya yang terkenal Tradisi Pesantren (1985) bahwa pesantren dalam perubahan yang modern seperti sekarang ini menunjukan vitalitasnya sebagai kekuatan sosial, kultural dan keagamaan yang turut membentuk bangunan kebudayaan modern tetap terjaga.
Oleh karena itu jangan sampai terjadi seperti pepatah "nila setitik rusak susu sebelanga", karena perilaku salah oknum guru yang berbuat asusila rusaklah pendapat kita tentang pesantren dan menjadi antipati. Karena sebenarnya pesantren adalah tetap menjadi sarana pendidikan yang baik untuk kehidupan di dunia apalagi di akhirat kelak. Â Â
 Untung Dwiharjo, Sosiolog Alumnus Fisip Unair.      Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H