Mohon tunggu...
Untung Dwiharjo
Untung Dwiharjo Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tinggal di Surabaya

Lulusan Jurusan Sosiologi Fisip Unair. Pernah bekerja sebagai wartawan dan peneliti pada lembaga Nirlaba nasional yang berbasis di Surabaya. Pernah meraih juara pada lomab LKTI dan beberapa kali tulisannya mampir di bebrapa media seperti Jawa Pos, Surya, harian Bhirawa dan detik.com

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pendidikan Siaga Bencana Sebagai Upaya Mitigasi Risiko

14 Desember 2021   10:33 Diperbarui: 14 Desember 2021   10:35 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasca erupsi Gunung Semeru dan kemudian sekarang disusul dengan status siaga Gunung Merapi  yang menunjukan peningkatan aktifitas. Serta beragam bencana lainnya seperti banjir dan gempa di berbagai daerah di Indonesia. Maka perlu kiranya kita membangun suatu pendidikan khusus siaga bencana di berbagai tingkat pendidikan mulai  pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.

Pada tahap awal menurut saya perlu diajarkan kepada para siswa tentang kesadaran akan mitigasi resiko di daerahnya. Sehingga siswa mempunyai pemgetahuan dan kesadaran akan bahaya ancaman bencana disekitar lingkungannya. Seperti banjir, gunung meletus, gempa bumi, kebakaran  serta  resiko bencana lainnya.

Sehingga dari sejak dini peserta didik mempunyai kesadaran untuk selalu siap seandainya ada bencana yang menerjang daerahnya.  Dengan demikian jumlah korban manusia pun bisa diminimalisir karena adanya pengetahuan sejak dini tentang siaga bencana.

Pendidikan Siaga Bencana

Pendidikan siaga bencana ke depan apabila bisa dilaksanakan diberbagai jenjang pendidikan di Indonesia maka akan terbentuk kesadaran terhadap bahaya bencana yang bisa sewaktu-waktu terjadi. Terutama disaat era sosial media seperti sekarang ini misalnya bahaya selfi di tempat rawan kecelakaan sepeti dekat jurang, dekat tempat rawan bencana sebaiknya tidak dilakukan karena bisa mengancam nyawa.

Jadi pendidikan siaga bencana perlu diperluas tidak hanya siaga bencana yang diakibatkan oleh alam seperti banjir, gempa bumi, gunung meletus dan lain sebagainya. Tapi juga kesadaran terhadap diri sendiri akan bahaya berfoto selfi di tempat rawan bencana. Sehingga kesadaran akan diri sendiri terhadap kemungkinan terjadi resiko apabila melakukan  tindakan yang berbahaya juga perlu diajarkan.

Jadi selain pendidikan siaga bencana tentang bagaimana waspada dan menanggulangi bencana alam. Seperti misalnya bagaimana cara menyelamatkan diri, lari kemana, peralatan apa yang diperlukan, atau tanda atau isyarat-isyarat alam apabila akan terjadi bencana alam, Sehingga korban nyawa bisa dimimalisir, tapi juga keasadaran akan perilaku diri yang rawan  terkena bencana atau kecelakaan juga patut diajaran. Karena selain ancaman dari alam yang memang tidak terduga, juga dari perilaku individu ketika berinteraksi dengan lokasi alam yang rawan bencana. Demikian juga perlu dikedepankan dan diajarkan dalam pendidikan rawan benacana agar bisa mengurangi terjadinya kecelakaan yang menimbulkan korban jiwa akibat salah dalam berinteraksi dengan alam yang kondisinya rawan bencana.

Pentingnya Mitigasi Resiko

Mitigasi resiko penting dilakukan terutama di daerah resiko bencana. Karena  untuk menghindari banyaknya jatuh korban manusia apabila bencana benar-benar datang. Sebagaimana diketahui resiko dapat ditafsirkan sebagai bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan terjadi (future) dengan keputusan yang diambil berbagai pertimbangan saat ini (Fahmi, 2016).

Bencana meletusnya Gunung Semeru baru-baru ini  yang memakan banyak korban. Dimana puluhan orang meninggal dan lainnya hilang, menandakan bahwa mitigasi resiko tidak dijalankan. Alat alarm di Gunung Semeru misalnya lama tidak berfungsi.

Sehingga begitu ada letusan Gunung Semeru yang mengeluarkan abu panas vulkanik yang di kenal sebagai "wedus gembel" banyak warga yang di dekat lokasi justru mendokumentasikan peristiwa tersebut lewat smartphone mereka tanpa ada kecurigaan bahwa bahaya besar akan mengancam nyawa mereka karena laju dari "wedus gembel" tersebut mencapai 100 km/jam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun