Siapa bilang Bom Solo itu kecil? Pelakunya memang sepertinya kecil, miskin, dan tradisional banget. Bagaimana tidak? Bikin bom dari beling, paku, dan potongan besi tua, ya jelas tak berkelas dengan Bom J. Mariott dan Bom Bali yang konon ledakannya "mengandung nuklir". Bom Solo bener-bener aneh di mata awam. Bom Solo tak bedanya "Bom bunuh diri tukang beling".
Ya, sepertinya begitu. Tetapi kejadian Bom "tukang beling" ini telah menyisakan "segudang pertanyaan" dan "berjuta tanggapan publik". Kelompok inteligen dan Polisi bertanya-tanya, barangkali ini ada hubungannya dengan Bom Cirebon. Kelompok masyarakat yang terzalimi di negeri ini beranggapan, "ini adalah produk ketidakadilan negara terhadap orang miskin". Politikus mengkait-kaitkan kejadian ini dengan peristiwa Ambon beberapa waktu yang lalu. Densus 88 sudah mulai gatal untuk segera menangkap jaringannya. Kelompok yang sentimentil dengan Islam, beranggapan bahwa Islam adalah agama teroris. Ada pula kelompok Islam yang mungkin paham bahwa Islam adalah agama SELAMAT, menyatakan "Bom Solo adalah teroris laknatullah". Kelompok Nasionalis Negatif, beranggapan Bom Solo dikarenakan Pemerintah tidak adil. Kelompok Nasionalis Positif, apapun yang terjadi Rayat Indonesia tetap tertangguh di Dunia. Begitulah pendapat berbagai kelompok tentang Bom Solo akhir-akhir ini.
Saya secara pribadi sependapat dengan Kelompok Nasionalis Positif bahwa sekalipun ada Bom Solo atau kejadian lain yang aneh-aneh Rakyat Indonesia Tetap Tertangguh Di Dunia. Ada beberapa alasan mendasar yang saya duga adalah sebagai berikut:
- Sekalipun sepertinya PANCASILAÂ terabaikan, namun dalam jiwa yang paling dalam Rakyat Indonesia mengakui bahwa Pancasila itu sakti dan mengandung nilai-nilai luhur kebangsaan. Akal "bulus" teroris pun tak mempan mengoyang Rakyat Indonesia yang SABAR.
- SABAR, karena sudah sekian lama Rakyat Indonesia menderita kekurangan. Kurang perhatian dari Pejabat Tinggi Negara. Kurang mendapat keadilan. Kurang mutu pendidikan. Kurang sarana-prasarana jalan, listrik, jembatan. Kurang ditanggapi bila ada usulan. Kurang dihargai kalau berpendapat tentang kebaikan. Kurang uang, karena negara sudah hutang Rp 1700 Triliunan. Rakyat Indonesi tetap TERSENYUM.
- Bagaimana tidak tangguh? Kalau diAmerika misalnya Listrik mati 1 jam, maka PLN bisa di "class action" dengan denda kerugian bermilyar-milyar. Tapi di Indonesia? Warga tetap tersenyum-senyum walaupun listrik mati sehari 3 kali dan berjam-jam. Mengapa? Karena sudah tahu tidak akan digubris? Jadi ya, tabah aja. Tangguh bukan?
- Kini dana BI ada sekitar 300-400 Triliun yang rencana semula untuk pemenuhi kebutuhan sektor rill. Kalau Anda pengusaha swasta besar nasional, maka satu PT bisa pinjam dana sekitar 1- 1,5 Triliun. Pengusaha besar begini sangat jarang. Artinya termasuk kelompok minoritas. Tapi kalau Anda pengusaha kecil atau menengah. Anda bisa pijam Rp 50 juta pasti sudah hebat. Anda tahu? Apalagi kalau Anda orang kecil, pinjam Rp 3 Juta saja syaratnya macam-macam dan kalau nasib Anda kurang baik, maka akan dikirim SMS "maaf pinjaman KTA Anda belum dapat kami layani". Karena apa, Analisnya mungkin hanyak "simpatik" kepada pengusaha besar. Orang miskin "tidak menarik" bagi Bank. Anda tahu? Lebih dari 100 juta orang Indonesia termasuk kelompok masyarakat kecil/miskin yang butuh pinjaman uang untuk usaha "kecil-kecilan". Betapa tangguhnya mereka? Bertahan hidup dengan sabar dan senyuman sekalipun susah mendapat pinjaman untuk usaha kecil.
Ya, bom Solo menyisakan pertanyaan besar, meskipun dilakukan oleh orang "kecil". Bisa jadi bom Solo adalah "anggota tim pengawas mandiri" menyikapi DPR RI yang memiliki fungsi anggaran, fungsi legislasi, dan fungsi pengawas yang TIDAK PUNYAÂ "TIM PENGAWAS".
Mungkinkah Rakyat Indonesia yang Tangguh itu BERHARAP agar DPR RRI maun mengembangkan Tim Pengawas Kolegial yang dibentuk secara proporsional, profesional, dan rasional untuk mengawasi Pemerintah dan Anggota DPR RI sendiri supaya tidak lepas kontrol dari rakyat yang punya "DAULAT". Percayalah, kalaupun tidak ditanggapi, Rakyat Indonesia tetap Tertangguh Di Dunia untuk menerima kenyataan dengan SABAR dan SENYUM. Salam hangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H