Dalam struktur masyarakat, Â dinamika social menjadi sebuah keniscayaan dalam bangunan masyarakat. Tatanan stuktur masyarakat diatur oleh norma dan nilai social. Hal tersebut diyakini dan dilaksanakan oleh masyarakat, dan selalu ada konsekwensi logis bagi pelaksananya.
Dinamika social sendiri berawal dari kesdaran masyarakat yang mulai berkembang dan adanya sebuah perubahan social. Perubahan social sendiri selalu berubah dari hal yang sederhana ke arah yang lebih kompleks, selalu berubah dari kehidupan biasa menuju kemajuan. Perkembangan perubahan sosial suatu masyarakat akan mengikuti pola linear yang terdapat pada hukum tiga tahap.Â
Hukum ini merupakan generalisasi dari tiap tahapan intelegensia manusia yang berkembang semakin maju melalui tiga tahapan(law of three stages/states): tahap teologis (the theological stage), tahap metafisik (the metaphysical stage) dan tahap positif atau ilmu pengetahuan (the positive stage)(Bourdeau, Michel; Pickering, Mary & Schmaus, 2018; Gane, 2006; Ladyman, 2002; Martineau, 2000).
Berdasar pemaparan diatas artinya pengetahuan menjadi penopang utama sebuah perubahan social. Sedangkan pengetahuan sendiri bisa didapatkan darimana pun asalnya. Seperti yang disampaikan oleh KI Hadjar Dewantara "setiap rumah adalah sekolah, setiap orang adalah guru". Dalam hemat saya berarti masyarakat adalah universitas yang didalamnya begitu kompkes proses pendidikanya.
Sebelum mensinkronkan konsep yang kita sebutkan diawal, Abiwara dan Abiyasa  sendiri ditinjau dari bahasa Sansekerta berarti pelajaran. Sedangkan Abiyasa berarti Pandai dan bijaksana. Dua hal tersebut saya sebutkan menjadi dua hal yang saling berkaitan, ada sebab ada akibat begitulah. Adanya Abiwara maka ada Abiyasa yang didapatkan.
Urip dalam bahasa jawa, sedang dalam bahasa Indonesia berarti hidup. Setiap yang bernyawa mempunyai hajat hidup yang harus terpenuhi. Sandang, pangan, papan, menjadi kebutuhan primer manusia dalam melanjutkan keberlangsungan hidup. Namun hal tersebut tidaklah terpenuhi dengan sendirinya, tanpa ada campur tangan orang lain, maka pada dasarnya manusia membutuhkan manusia lain dalam memenuhi kebutuhanya, baik yang sifatnya dhohir, maupun batin.
Abiwara atau pelajaran sendiri, dapat diperoleh dari sebuah tulisan, gagasan, fenomena social, pitutur dari seseorang, bahkan dari sebuah konflik sekalipun. Hal tersebutlah yang memupuk kesadaran manusia untuk mengetahui, dan menjadi bangunan pengetahuan yang pada puncaknya menjadikan manusia menjadi pandai serta bijaksana(abiyasa).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H