Mohon tunggu...
Aniza Ambarwati
Aniza Ambarwati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pendidik, Penulis, dan mahasiswa magister

A critical person who likes reading, writing, studying, and travelling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

GTT dalam Diskriminasi Payung Hukum dan Kontribusi Nasional

20 Mei 2017   20:24 Diperbarui: 20 Mei 2017   20:39 6192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Inilah salah satu diskriminasi kesempatan berkontribusi di tingkat nasional. Bukankah dalam UU Guru dan Dosen Nomor 14 pasal 1, pengertian guru tidak dibatasi oleh kepemilikan NUPTK atau tidak. Siapapun yang bekerja sebagai pendidik dengan tugas mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada PAUD jalur pendidikan formal, DIKDAS dan DIKMEN, sudah bisa sebagai guru. Kesempatan berkompetisi dan meningkatkan kompetensi seharusnya menjadi milik semua guru tanpa batasan apapun.

Solusi

Pada dasarnya jiwa yang harus dimiliki seorang guru adalah ikhlas dalam pengabdian. Boleh saja jika dalam perjanjian awal menjadi GTT, tidak boleh menuntut menjadi CPNS atau gaji tinggi seperti PNS. Hal itu sudah dipahami oleh calon guru dan GTT sendiri. Tapi setidaknya beri GTT di sekolah negeri kekuatan hukum supaya bisa mengikuti kegiatan nasional dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Ada beberapa solusi untuk mengatasi masalah dikriminasi kesempatan berkompetisi dan berkontribusi. Pertama, permudah syarat pengajuan NUPTK untuk GTT di sekolah negeri. Kedua, kepada seluruh Kepala Daerah Kabupaten atau Kota untuk lebih memperhatikan nasib GTT. Seperti beberapa daerah yang sudah melakukan perekrutan GTT secara serentak dan dikoordinasi oleh Pemerintah Daerah sehingga kemungkinan mendapatkan SK Bupati dan NUPTK, ada. Ketiga, hapus persyaratan NUPTK pada website resmi keharlindung (DIKDAS/DIKMEN) supaya guru-guru yang terdaftar lebih banyak dan besar kemungkinan, kontributor dalam eventnasional bertambah jumlahnya. Seperti Simposium GTK tahun 2016 yang tidak mewajibkan syarat NUPTK sehingga guru-guru muda tidak ber-NUPTK pun bisa berpartisipasi.

Semoga nasib GTT di Indonesia bisa lebih baik. Jika bukan dalam hal kesejahteraan finansial, setidaknya beri payung hukum supaya mereka dapat berpatisispasi dalam kegiatan nasional. Biarlah urusan kesejahteraan finansial, masih bisa kami perjuangkan selama tidak ada kepedulian dari Pemerintah. Semakin banyak guru yang diberi kesempatan berpartisipasi dalam ajang nasional, kompetisi di kalangan pendidik semakin kompetitif sehingga kualitas karya akan semakin baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun