Pameran seni rupa yang berada di Bentara Budaya Yogyakarta pada tanggal 15-24 Oktober 2015 ini berlangsung cukup baik. Pameran seni rupa ini merupakan karya dari Tondo Suryaning Bawono ( Wonny).
Wonny, panggilan sapaannya adalah seseorang yang bukan mencari nafkah sebagai pelukis. Menurut informasi, Ia adalah seorang stateroom attendant di sebuah kapal pesiar. Ia menuangkan ide kreatifnya dengan melukis menggunakan media yang berbeda dari biasanya. Ia juga mempelajari melukis dengan cara otodidak.
Menurut sumber dari katalog pameran, Pameran seni rupa kali ini bertemakan “Stop Masa Bodoh”. Tema ini diangkat dengan tujuan melalui karya drawingnya, ia mengajak untuk menyadari kembali bahwa masih banyak tugas kita untuk mencapai kesejahteraan umum. Kesejahteraan umum merupakan tujuan bersama yang melibatkan kita semua termasuk pemerintah dalam mencapainya. Diperlukan empati, keluar dari diri sendiri, pengorbanaan dengan kasih kepada sesama sebagai dasar untuk menghentikan sikap masa bodoh yang sering bercokol dalam diri kita lalu berkomitmen mengentaskan orang kecil dari keterpurukan. Maksut dari Masa Bodoh disini adalah sikap memutuskan dan melakukan tindakan partikular tanpa berpikir secara global. Seringkali sikap masa bodoh ditandai dengan melukai, membuat orang-orang kecil semakin menderita.
Sikap kurang adanya empati sesama manusia tercakup dalam karya pameran kali ini.
Karya yang ditampilkan pada pameran kali ini ada lebih dari 40 macam karya. Dan sebagian karya drawingnya adalah hitam putih dengan teknik kerik sebagai karya andalan dan utuh. Walaupun juga dipamerkan beberapa sketsa dengan arang, tinta dan cat air.
Berdasarkan informasi yang ada, warna hitam putih sengaja dipilih untuk menegaskan makna dari kemanusiaan, suasana muram dan mendalam. Menggunakan teknik hitam putih pula ia ingin menyoroti dunia orang-orang kecil yang gelap dan muram itu dengan cahaya warna putih yang menyimbolkan kasih dan ketulusan.
“ Menarik sekali pameran kali ini. Karna buat saya, saya baru pertama kali melihat pameran seni rupa yang berdasarkan teknik kerik. Ternyata, melukis itu tidak hanya menggunakan cat air. Dengan barang yang mudah didapat dan sederhana saja bisa membuat karya. Mungkin dibutuhkan ketelitian juga dalam membuat karya ini. Saya yakin, dengan pameran ini akan membuat inspirasi juga untuk para pelaku seni yang lain. ” Menurut Galih, salah satu pengunjung pameran seni rupa ini.
Karya-karya yang ditampilkan juga cukup sederhana dengan kondisi dan realita yang ada. Seperti mengenai sekelompok nelayan, TKI, dan masih banyak lagi lainnya.
Gambar diatas adalah salah satu karya yang ditampilkan pada pameran kali ini. Saya tertarik dengan karya diatas karena menurut saya, karya ini merupakan karya yang cukup rumit diantara karya yang lain dalam proses pembuatannya. Dalam karya diatas menampilakan kesan lipatan-lipatan kain. Padahal teknik yang digunakan dalam karya pameran ini dengan teknik kerik. Juga dalam karya diatas lebih terkesan realistis dan gelap terang dalam karya ini juga lebih nyata.
Dalam pameran seni rupa ini juga, Tondo Suryaning Bawono juga mengajak kita untuk merefleksikan bahwa perasaan iba terhadap orang-orang kecil seperti orang miskin, lemah, sakit, tersisih dan difabel tidak perlu dibuang ataupun ditolak karena perasaan iba itu bisa diolah untuk sesuatu yang lebih positif dan memberdayakan. Menurutnya, rasa iba adalah pintu tertutup yang didalamnya terkandung kesadaran-kesadaran yang lebih kompleks.
Tondo Suryaning Bawono juga tidak lupa untuk menganalogikan hubungan kita sebagai sesama makhluk yang saling membutuhkan dan mempengaruhi sebagai suatu tubuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H