Mohon tunggu...
Fauziah F Nur Bahruddin
Fauziah F Nur Bahruddin Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Blogger magang, aktivis Twitter, mahasiswi malam, budak korporasi. Sharing? hayizuaf21@gmail.com / @faufnb on Twitter.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Di Mana Keadilan untuk Para Pegawai?

20 Oktober 2015   13:54 Diperbarui: 20 Oktober 2015   14:44 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

      
(image source: tomyarjunanto.wordpress.com)

 

Usia saya baru akan menginjak 20 tahun, tapi sejak lulus sekolah menengah atas, saya sudah beberapa kali pindah kerja, mencicipi berbagai macam bidang perusahaan, dan menganalisanya.

Dan ini sudah kesekian kalinya saya pindah bekerja, lagi-lagi saya menemukan kasus yang sama.

Perusahaan tidak membayar upah sesuai dengan ketentuan pemerintah, serta jam kerja yang sangat melampaui batas. Ini kedua kalinya saya menemukan perusahaan seperti ini, bukan tanpa alasan saya menulis ini, pada perusahaan yang berkasus sama sebelumnya, saya telah melaporkan kepada Gubernur DKI Jakarta, pak Ahok. Tapi, sampai saat ini saya belum mendapatkan hasil atas laporan saya.

             Di perusahaan sebelumnya, saya bekerja sebagai Social Media Specialist di perusahaan importir case telepon genggam, dan saya hanya diberi upah sebesar Rp. 1.500.000,-/bulan tanpa ada tunjangan apa-apa. Jam kerja pun yang melampaui batas, dan tentunya melanggar peraturan.

Senin-Jumat   : 08.00 – 17.00 WIB

Sabtu             : 08.00 – 12.00 WIB

Dan tidak ada upah lembur. Jelas-jelas hal ini tidak sesuai dengan UU Ketenagakerjaan Pasal 77 ayat 2. Serta melanggar pasal 78 ayat 2, di mana perusahaan tidak memberi upah lembur kepada pegawai karena bekerja melampaui batas yang ditentukan. Ditambah lagi dengan peraturan perusahaan yang memberlakukan denda terhadap karyawan yang terlambat sebanyak;

5 menit pertama denda RP. 10.000,- dan berkelipatan pada 5 menit selanjutnya.

Saya berpikir, kenapa teman-teman saya (yang bekerja di perusahaan yang sama) tidak merasa ganjil, dan mereka dengan sabarnya menjalani pekerjaan tersebut. Ternyata mereka pun sebenarnya terpaksa, karena alasan malas mencari pekerjaan baru, kemudian saya bertanya, mengapa mereka tidak melaporkan ke pihak yang berwenang? Dan jawabannya adalah, karena mereka tidak tahu harus mulai melapor dari mana.

Kemudian saya mengambil langkah, dengan mempelajari undang-undang tentang ketenagakerjaan, lalu berkonsultasi dengan dosen saya di kampus, dia menyarankan saya untuk melaporkan kasus seperti ini, karena memang sebenarnya banyak perusahaan-perusahaan nakal yang semena-mena terhadap karyawannya, namun tak tersentuh oleh pemerintah. Maka, saya memberanikan diri untuk mengirim pesan singkat ke pak Ahok, dan direspon olehnya. Beberapa kali petugas akuntan publik datang ke kantor, untuk mengaudit perusahaan, tapi owner saya mangkir, dengan berbagai macam alasan. Setelah itu, saya tidak mendapat kabar atas kelanjutan kasus tersebut, karena saya sudah resign.

Dan saat ini, saya baru saja bergabung dengan perusahaan air minum, lagi-lagi saya menemukan kasus yang sama, dengan perusahaan sebelumnya. Upah karyawan yang sama sekali tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Parahnya lagi, jam kerja yang sangat, sangat tidak wajar.

Rincian upahnya;

Gaji/bulan                           : Rp. 600.000,-

Uang makan/hari                 : Rp. 50.000,-

Total pendapatan perbulan    : Rp. 1.800.000,-

Itu juga kalau tidak dipotong dengan denda keterlambatan Rp. 15. 000,- dan jika tidak masuk kerja, maka tidak dapat uang makan.

Jam kerja:

Senin – Jumat    : 08.00-17.30 WIB

Sabtu                : 08.00-15.00 WIB

Sangat-sangat melampaui batas yang ditentukan oleh undang-undang.

Mungkin perusahaan di atas hanya sebagian kecil, di luar sana pasti masih banyak perusahaan-perusahaan lain yang bertindak seenaknya kepada karyawan. Setiap pegawai dituntut profesional dalam bekerja, tapi apa perusahaan juga berlaku sama? Selama ini pemerintah kurang memerhatikan hal-hal semacam ini, entah tidak tahu, tidak peduli, atau mungkin tahu, tapi karena perusahaan memberi sedikit uang ‘jajan’ maka dibiarkan begitu saja. Hehehe.

Saya yakin, pasti di antara teman-teman, banyak yang menemui kasus seperti ini. Tetapi mungkin belum ada keberanian untuk melapor, atau mungkin malas. Coba, seandainya kasus seperti ini kita angkat ke publik, dan agar pemerintah bergerak mengusutnya, mungkin saja kehidupan para pegawai korporasi akan lebih baik. Saya menulis ini, semata-mata ingin belajar peduli, pada orang-orang yang bernasib sama seperti saya, dan melakukan sesuatu, karena kebenaran bukan hanya milik orang-orang berduit. Kita semua berhak menuntut apapun yang dirasa tidak adil, benar bukan?

Dan, saya minta bantuan teman-teman yang sekiranya tahu ke mana saya harus melapor, agar kasus seperti ini cepat ditindak lanjuti, bisa memberi komentar. Nama perusahaan masih saya rahasiakan, sampai saya tahu ke mana saya harus melapor.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun