(*Kisah Inspiratif Mahasiswa Magang Jepang UHB, Anggit Yudiono)
PURWOKERTO-- Anggit Yudiono, mahasiswa S1 Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas Harapan Bangsa (UHB) asal Banjarnegara, telah membuktikan bahwa tekad dan keberanian dapat membawa seseorang mencapai impian mereka. Berkat niat yang kuat dan keberanian untuk mengambil risiko, Anggit kini tengah menjalani magang di Jepang sebagai perawat lansia di sebuah rumah sakit di perfektur Okinawa.
Anggit, yang lahir pada 21 September 2003 dan merupakan anak kedua dari pasangan Klimah dan Siskandar, awalnya tidak mengetahui bahwa UHB memiliki program unggulan Magang ke Jepang. Meskipun demikian, niatnya untuk berkuliah di bidang kesehatan di UHB sudah bulat sejak awal.
Ketika mengetahui adanya program magang ke Jepang, Anggit tanpa ragu langsung mendaftar meskipun tidak mempersiapkan detail seperti yang dilakukan oleh teman-temannya.
Proses seleksi program Magang Jepang ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Anggit harus melewati berbagai mekanisme seleksi yang ketat. Namun, berkat kegigihan dan semangatnya, Anggit berhasil lolos menjadi salah satu mahasiswa yang terpilih untuk mengikuti program magang Batch ke-7, yang dimulai pada 12 April 2024.
Tujuan Anggit mengikuti program ini salah satunya untuk keluar dari zona nyaman dan memperoleh pengalaman berharga di negara baru. Ia ingin merasakan langsung proses adaptasi, belajar hal-hal baru, serta hidup mandiri di Jepang.
Meskipun awalnya tidak banyak mengetahui tentang Jepang, Anggit berhasil menyesuaikan diri dengan budaya Jepang berkat bimbingan ahli selama di asrama sebelum keberangkatan.
"Selama dua minggu pertama, saya sempat kesulitan dengan bahasa Jepang. Namun, saya akhirnya terbiasa dan kini sudah mulai lancar berkomunikasi. Ternyata belajar bahasa asing lebih mudah jika langsung dipraktekkan," ungkap Anggit.
Selain meningkatkan kapasitas di bidang kesehatan, program Magang Jepang juga memberi Anggit kesempatan untuk mengembangkan soft skills yang diharapkan dapat menjadi nilai tambah saat memasuki dunia kerja setelah lulus nanti.
Selama magang, Anggit mengaku pernah mendapat teguran dari kepala bagian di rumah sakit tempatnya bekerja, terutama terkait etika dalam memberikan makanan kepada pasien.
"Saat memberikan makanan, sendok tidak boleh berada di atas makanan atau piring makanan. Sendok harus diletakkan di sisi lainnya. Saya pernah mendapat teguran karena menancapkan sendok pada makanan jelly (agar-agar). Teguran tersebut akan selalu saya ingat," kata Anggit.
Meskipun menghadapi beberapa tantangan, Anggit mengagumi etika dan sikap orang Jepang dalam memperlakukan orang lain, bahkan dalam hal-hal kecil seperti memberikan makanan.
"Orang Jepang sangat menghargai warga asing yang berusaha memahami budaya dan bahasa mereka. Salam menjadi hal yang wajib, seperti mengucapkan selamat pagi, selamat malam, selamat makan, hingga selamat tidur. Itu adalah bentuk penghargaan yang paling sederhana namun sangat berarti," tambahnya.
Rektor UHB, Dr. Yuris Tri Naili, S.H., KN., M.H., menyatakan bahwa program Magang Jepang ini adalah bagian dari komitmen UHB bersama dengan Yayasan Pendidikan Dwi Puspita untuk memberikan pengalaman internasional kepada mahasiswa.
"Program ini tidak hanya meningkatkan kompetensi profesional, tetapi juga membentuk karakter dan kesiapan mahasiswa dalam menghadapi tantangan global," ujar Dr. Yuris.
Kisah Anggit Yudiono adalah contoh nyata dari kekuatan niat dan keberanian. Dengan tekad yang kuat dan semangat pantang menyerah, Anggit berhasil mewujudkan impian magangnya ke Jepang, membawa pulang pengalaman dan pelajaran berharga untuk masa depannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H