Mohon tunggu...
Zia Muthi Amrullah
Zia Muthi Amrullah Mohon Tunggu... -

Penulis, peminat filsafat

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rahasia Para Setan

19 Mei 2014   16:26 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:22 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tabiatnya lakon air pada hikayat abadi
gemericik dendang rendahan hati
Jikalau kanda menumpuk cangkir di atas
kendi
Tak usah mimpi tegukan air suci
Antara lautan akal dan hati ada jazirah
di sana setan sowan seorang pertapa
aku kemari tidak untuk menjawab suatu
tanya
apakah marah jika istriku bermain hati
dengan setan lainnya
Tapi
Simaklah keluh kesahku wahai pertapa
bijaksana
simaklah berita rahasia
bagaimana cara anak adam terperdaya
sehingga binatang dan manusia tak lagi
beda
Wahai setan yang dihujat sepanjang masa
karna debur takaburnya menerjang perintah
untuk sujud penghormatan pada adam
bapak manusia
sesungguhnya diajarkanku memungut
hikmah
dari segala macam mana
Wahai pertapa
Muasal segala pepohonan itulah bijian
tumbuh darinya akar, batang, ranting, dan
buahan
riwayat segala dosa itulah bangga
kesombongan
bukankah adam dan hawa mengunyah
buah larangan
tanpa peduli titah dibalas pengkhianatan
padanya takabur yang memperdayakan
wajarlah seorang nabi berkisah
sombong sebiji dalam hati buahnya tumbuh
di neraka
Wahai pertapa
Pada anak adam mohon kabarkan
tugasku hanya menghembus jahat bisikan
sedang kesombongan tumbuh dari nafsu
manusia yang tertawan
bukan perbuatanku yang dituduhkan
Wahai setan yang malang
Dimanakah biji kesombongan itu ?
Wahai pertapa,
kutemukan biji kesombongan pada
sebagian anak manusia
hidupnya terkulai malas untuk belajar dan
kerja
mereka tak nyadar kebodohannya
lalu percaya kerja keras itu rendah dan
hina
membuang waktu dengan percuma baginya
sungguh amatlah mulia
Kutemukan biji kesombongan pada
sebagian ahli ibadah
terbuai bangga siang malam puasa,
sembahyang dan berdoa
terbersih tersuci termulia terhormat merasa
seakan yang lain pantas direndah dan
dipandang setengah mata
Kutemukan biji kesombongan pada
sebagian penganut agama
melaknat mengutuk mengkafirkan jadi
ibadah
padahal kutukan ditujukan hanya untukku
saja
bukan untuk sesama manusia
cercaan atau ampunan itu urusan Tuhan
dengan hati terdalam hamba-Nya
Kutemukan biji kesombongan pada
sebagian ahli ilmu pengetahuan
segala dibaca dicatat diperdebat untuk
membodohkan
makalah artikel buku opini diterbitkan atas
nama kekuasaan dan bayaran
sedang orang-orang berkata kami tidak
lebih bodoh dari kalian
kerna tiada yang lebih pandir dari hamba
uang dan jabatan
Kutemukan biji kesombongan pada para
penguasa
sebagaimana firaun, berniat mereka
selamanya kuasa
sebagaimana adam, bercita selamanya
tetap di alam semesta
diinjak mereka yang di bawah,
tak sejengkalpun dilimpahkan ke atas
disikut mereka yang di sampingnya,
tak sehasta pun digendongnya
ke atas
digeret-geret sampai tergolek jatuh mereka
yang di atasnya,
tak sekalipun dijunjung sampai
tuntas
Kutemukan biji kesombongan pada
sebagian orang kaya
mengira orang miskin hanya hidup dari
kemalasannya
padahal banyak orang fakir dipecundangi
oleh keadaan yang melingkupinya
sehingga diputuskan membantu orang
papa
sama dengan membuat mereka tergantung
padanya
Kutemukan biji kesombongan pada
sebagian mereka yang tampan dan jelita
dalam hati mereka berkata
alangkah beruntungnya si tampan dan jelita
dan alangkan menyedihkannya di buruk
rupa
Wahai pertapa,
Terlalu banyak biji kesombongan yang
menyesaki hati setiap insan
dalam duri-duri kemaksiatan dan
kezaliman
Wahai setan yang tercela
cukup sudahi rahasia ini
aku tak sanggup mendengarnya lagi
Mashhad, Iran
19 Mei 2014
Zia Muthi Amrullah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun