Mohon tunggu...
Zia Muthi Amrullah
Zia Muthi Amrullah Mohon Tunggu... -

Penulis, peminat filsafat

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sekolah Para Pendusta

17 Mei 2014   22:46 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:25 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ada saatnya sekuntum bunga menyatu dengan bebunga lainnya
Dan sehelai benalu dikumpulkan dengan benalu sekembarannya

Raja pendusta pada penjaga neraka menggugat tanya
aku dimanakah ?
Kau tertawan di mulut sekam neraka terdalam
terlepas nyawamu
serangan jantungmu
ketika satu ranjang dengan wanita bukan istrimu
kini saatnya kau rasa pedih
penghuni lautan api yang mendidih

Apakah hanya itu dosa yang kutimbun ?
kudengar Tuhan Penyayang dan Pengampun ?

Saat penduduk negeri dipaksa pejamkan mata dengan gigil nyeri lapar
putus sekolah karna tak mampu bayar
rumah jalanan ranjangnya becak yang bersandar di sudut trotoar
berobat ke dukun kemudian mati terkapar
kau rampas uang pajak mereka
bisik-bisik, tipu-tipu, slintat slintut, dan foya-foya

Wahai Zabaniyah penjaga neraka
fitnah semua apa yang kau dakwakan
tak mengertikah aku ini korban tuduhan
Atit si pencatat amal tergoda rayuan setan

Wahai raja para pendusta
bisa-bisanya di alam keagungan masih bersilat lidah
di dunia fana berkilahlah sepuasnya
tapi disini maaf sajalah, takkan bisa

Wahai mulut si pembual berbicaralah
sebelum tubuhmu terpanggang lemah
beri kami kabar kepada siapa belajar tentang berdusta

Aku belajar berbohong pada ayah
saat mengeluh tak punya biaya sekolah
tapi kepulan asap rokoknya tiada liburnya

Aku belajar berbohong pada ibu
katanya ada setan di depan sana
supaya aku lekas masuk ke dalam rumah

Aku belajar berbohong pada pak guru
katanya daripada bikin malu sekolah
mending ujian menyontek saja

Aku belajar berbohong pada presiden dan wakil rakyat
Saat kampanye negeri seperti menjelang sejahtera dan selamat
tapi setelah derajatnya terangkat
mereka berkata memperbaiki negeri butuh waktu yang tidak singkat

Aku belajar berbohong pada para pedagang dan makelar
cacatnya didiamkan, bagusnya dibuat besar
dan berkata barang yang terbeli tak dapat ditukar

Aku belajar pada tukang fitnah
sembunyikan jasanya , buat suatu cela jadi nyata

Di hadapan-Nya
Kini aku raja pendusta
menerima segala hukuman siksa
dengan pasrah dan tanpa bisa lagi berkilah

Mashhad, Iran
17 Mei 2014
Zia Muthi Amrullah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun