Pelajaran dari Sejarah
Perjalanan hidup ayah mengingatkanku pada takdir pemuda penjual daging di zaman Nabi Musa, A.S. Pemuda ini senantiasa menyuapi daging yang empuk pada ibunya. Selepas makan, si ibu senantiasa berdo'a.
"Ya Rabb. Jadikan putraku ini sebagai pendamping Nabi Musa, A.S. di surga."
Doa itu diijabah. bakti yang tulus pun berbuah manis.
Tersebutlah sebuah kisah pilu di masa lalu. Al Qomah, seorang lelaki taat, terjebak dalam badai sakratul maut. Lidahnya kelu. Terhalang mengucapkan kalimat terakhirnya. Rasulullah datang bagai cahaya di tengah kegelapan dan menanyai keadaanya.
Mendapati kondisinya yang sekarat, Rasulullah pun bertanya,
"Apakah ibunya masih hidup?"
Ibunya datang tergopoh. Rupanya, ia pernah disakiti oleh sang anak hingga hadir sebuah luka yang tak kunjung sembuh..
"Jika engkau tak memaafkannya, ruhnya akan terhalang menghadap Allah." Â Sabda Rasulullah.
Mendapat maaf dari sang ibu, Al Qomah menghembuskan napas terakhirnya dengan tenang. Dari sini kita belajar bahwa birrul walidain tak sekadar kewajiban. Melainkan kunci kesuksesan dunia akhirat.