"Shalat papa belum rapi kak. Apa uang yang beliau berikan halal untuk kami?" Sebuah tanya polos diiringi deraian air mata meluncur dari lisan salah seorang siswa smp kala itu.
Saya takjub mendengar pertanyaan yang terlontar darinya. Ia mengutarakan kekhawatiran akan kehalalan makanan yang didapat dari orangtuanya. Hanya karena menurutnya ibadah sang Ayah belum rapi.
Sejak pertemuan itu, terjalin komunikasi sehat dan kondusif antara saya dan dirinya. Qadarullah, beberala tahun silam saya mesti hijrah keluar kota karena panggilan tugas. Kami pun hilang kontak.
Hari ini, di luar dugaan kami bertemu kembali.Â
"Shalat papa sudah sangat rapi Kak." Senyumnya mengembang saat bertemu lagi setelah sekian tahun terpisah.
"Boleh peluk kakak? Rindu." Ucapnya manja sembari merentangkan tangan. Sejatinya saya pun sangat merindu. Pelukan erat bak drama FTV tak terelakkan.
Ceritanya mengalir deras penuh canda tawa. Ia menceritakan tak jadi kuliah walau telah lulus seleksi masuk UNRI. Karena Bunda tiba-tiba sakit dalam waktu yang cukup lama. Niat untuk melanjutkan pendidikan  tertunda.
Malahan ia bertemu jodoh. Menikah di usia belia. Sekarang sedang menunggu kelahiran anak kedua.
Saya beri respon yang sangat positif pada setiap ceritanya.
"Bisa kuliah itu rezeki. Menikah itu juga rezeki. Dianugrahi buah hati oleh Allah juga rezeki. Semua patut di syukuri." Ulasan panjang lebar meluncur ringan dari lisan saya.
"Kakak kemana saja? Keberadaan kakak tak terlacak. Pencarian di medsos juga nihil." Serbuan pertanyaan darinya meluncur tanpa jeda.
Belum sempat Jawaban diberikan, ia kembali menodong dengan pertanyaan berikutnya.
"Apa yang membuat kakak muncul di media sosial akhir-akhir ini. Bahkan foto-foto kakak terlihat jelas. Buku inikah?" Tanyanya lagi sambil menunjuk buku solo perdana saya
Anggukan pelan cukup membuatnya puas sebagai jawaban atas pertanyaan yang dilontarkannya.
***
Saya bukan sosok yang akrab dengan media sosial di msa silam. Berkali-kali membuat akun serupa facebook dan blog akhirnya kosong dan mati. Karena tak dikunjungi.
Sejak bergabung dengan kelas Emak-Emak Punya Karya yang diinisiasi oleh Ruang Menulis Pak Cah, saya sukses melahirkan sebuah buku bertema parenting yang cukup diminati oleh pembaca.
Sekadar memperkenalkan sebuah karya sederhana. Guna menebar benih-benih kebaikan.Â
Namun siapa sangka. Kemunculan di medsos tak hanya membuat karya tulis saya perlahan dikenal oleh pembaca. Gambar-gambar yang mulai tersebar mengawali pertemuan kembali dengan sahabat-sahabat yang telah lama terpisah.
Bahkan merekatkan kembali persahabatan yang sempat merenggang karena terpisah oleh ruang dan waktu.Â
Seperti pertemuan manis dengan dik Rara yang baru saja terjadi.
Saya menarik sebuah kesimpulan, dengan menulis dibawah bimbingan mentor kawakan yakni Cahyadi Takariawan dan Ida Nur Laila, pikiran saya lebih terbuka. Tak hanya mulai piawai dalam menuangkan pikiran melalui tulisan.
Namun juga mulai lihai menggunakan medsos untuk hal-hal yang bermanfaat. Bahkan, di bawah bimbingan beliau berdua, keberanian saya untuk manggung kembali muncul.Â
Bahkan peluang menjadi instruktur parenting dan motivasi yang dulu kerap ditolak, kini mulai diterima. Rasa grogi telah menjelma menjadi sikap tenang dan bijak.
Terlihatlah dampak dahsyat yang dapat dipetik dari kesungguhan dalam belajar. Walau bentuk pembelajaran yang dijalani hanya virtual. Tetap saja banyak hikmah yang dapat direguk.
So, ketika memutuskan untuk belajar dan beguru, bersungguh-sungguhlah. Agar nikmatnya belajar dapat diraih. Hingga dapat menuai hasil panen.
Ruang mimpi, 12 Desember 2020
NB: Kelas EPK juga bereperan besar atas pertemuan saya kembali dengan Kak Inge Kadarsih . Muncul dan berkilaulah Kakak. Hehehe
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI