Balada penulis pemula begitu berwarna. Galau, resah, gelisah, bahkan nelangsa. Bagaimana dengan saya?Â
Nah, banyak orang yang bilang, saya ini sosok pribadi yang berbeda. Sosok yang tak biasa. Bahkan menurut beberapa sahabat, saya kelewat nekat dalam upaya meraih asa.
Tak masalah. Terserah apa komentar sahabat-sahabat yang melihat dan memandang. Seperti apapun penilaian yang datang, saya akan tetap melangkah demi masa depan cemerlang.Â
Selagi itu tak melanggar norma-norma yang berlaku, langkah akan tetap dilanjutkan hingga berakhir sebagai seorang pemenang. Rontokkan semua aral yang melintang.Â
Toh sejak awal saya punya sebuah keyakinan kuat, kita terlahir sebagai seorang pemenang. Hidup sebagai pejuang. Serta mesti berupaya, semoga bisa tutup usia sebagai seorang tokoh penebar kebaikan yang layak untuk ditauladni dan dikenang.
Begitu juga ketika memutuskan untuk konsen dengan dunia tulis menulis. Semua keraguan ditepis. Ketakutan akan ketidakmampuan untuk menghasilkan tulisan bergizi dikelola menjadi sebuah kekuatan manis.
Hingga bukan pesimis yang hadir. Melainkan jiwa-jiwa optimis membanjir.
Niat dan tujuan menulis diluruskan. Semua demi meraih ridha Tuhan. Tujuannya untuk menebar benih-benih kebaikan.Â
Dengan menulis, kita bisa meretas jalan menuju keabadian. Ya, keabadian.Â
Seperti yang hari ini dialami oleh Buya Hamka. Hari ini, raga beliau telah menyatu dengan tanah. Namun benih-benih kebaikan yang disemai melalui tulisan-tulisan apiknya tak terhentikan oleh waktu.Â
Namanya melegenda hingga hari ini. Buah pikiran beliau yang dituangkan dalam bentuk karya tulis, masih diadopsi dari satu generasi ke generasi berikutnya hingga hari ini.