Mungkinkah itu terjadi? Sangat mungkin sekali. Sejatinya, artikel singkat ini terlahir atas dasar pengalaman seorang sahabat.
Ia dicemburui oleh seseorang karena tulisannya. Khawatir pasangannya beralih ke lain hati. Lebih uniknya lagi, yang dicemburui diminta melahirkan tulisan yang lebih tegas. Hilangkan bahasa mendayu-dayunya.
Hehehe. Apa hendaknya yang harus dilakukan jika ini terjadi pada kita? Haruskah aktivitas tulis menulis dihentikan?Â
Padahal harapannya, kegiatan tulis menulis dilakukan untuk menyebar amal jahiriyah. Seperti yang disampaikan oleh Gurunda Cahyadi Takariawan.
Lalu apa yang harus dilakukan? Terus sajalah menulis. Dengan tetap berpegang teguh pada prinsip positive writing. Dan tetap menjadi diri sendiri.Â
Hindari memaksakan diri untuk membuat semua orang senang. Karena itu akan menciptakan kelelahan hati, jiwa dan pikiran. Ini sangat berbahaya. Karena dapat menghentikan seseorang dalam berkarya selamanya.
Jika masih ada yang menghubungi anda, tidak nyaman dengan bahasa yang digunakan atas dasar kecemburuan semata, coba sarankan beliau mengikuti kelas wonderful family yang dikelola oleh konseling keluarga kenamaan di negeri ini.
Coba anda bayangkan, jika Co mentor kelas Emak-Emak punya karya memiliki sifat cemburu buta, tentu para penulis dari kalangan emak-emak tak akan pernah lahir dari tangan-tangan suami beliau, yakni Cahyadi Takariawan.
Mempersembahkan kelas menulis khusus Emak-emak, berpotensi menciptakan komunikasi dengan intensitas tinggi antara mentor dan para peserta yang semuanya Emak-Emak juara dari berbagai kalangan usia Keakraban terjalin erat antara peserta kelas menulis tersebut dengan mentor dan co mentor yang merupakan pasangan suami istri ini.
Kadang tak hanya diskusi terkait tulis menulis yang terjadi. Saling memotivasi serta candaan penuh tawa pun kerap menghiasi kelas.
Komunikasi antara siswa literasi beliau dan mentor terjalin via grup dan japri. Nah, anda bayangkan saja itu.