Saat itu, perlahan kau mendekatiku. Kurasakan raut wajahmu begitu kebingungan. Untaian kata pun tak jelas kau ucapkan. Akhirnya kulayangkan satu pertanyaan.
"Apa kau cari sesuatu?"
"Kata Pak Guru, untuk zoom pakai seragam hari Rabu."
"Seragam hari Rabu? Yang mana ya?"
"Itu dia Bu, aku juga lupa."
Sejak sekolah diliburkan. Aku kehilangan kebiasaan menyiapkan para baju seragam. Beberapa bulan, mereka anteng bersembunyi di dalam lemari pakaian.
Hingga susunannya pun aku sudah lupa. Di tengah, bawah, atau di sela-sela gantungan. Kurasa aku begitu lama melupakan.
Entahlah, barangkali mereka sedang mengeja waktu. Satu per satu menyelinap di antara tumpukan baju. Sang pemilik sudah tak sabar menggelar kembali untuk dikenakan. Sayang, waktu belum mengijinkan. Hingga saat ini masih bertahan, di rumah saja begitulah yang dianjurkan.
"Nah! Yang hijau ini kan?"
"Aha iya, aku ingat sekarang."
"Seragam hari Rabu...."
Aku segera merapikan kembali lipatan. Kulihat wajah anakku begitu kegirangan. Kurasakan betul semburat kerinduan yang tak bisa disembunyikan. Tanpa berpikir panjang diambilnya celana yang menjadi pasangan. Lalu disodorkan ke hadapku.
"Aku mau pakai ini juga, lengkap dengan celana. Seperti dulu."
Kulihat matamu berkaca. Tak diragukan lagi, kelopak hitam jadi penanda. Sebuah penantian yang belum juga menemui ujungnya. Seragam hari Rabu jadi saksi pertama. Di buka kembali kisah lama. Saat bangku-bangku menunggu. Hingga berdebu.
Kau katakan padaku, rindu. Bergegas tanpa ba bi bu, segera kau pakai seragam hari Rabu. Kecuali sepatu. Kau palingkan wajahmu ke arahku. Sejenak kau urai senyuman, namun gagu. Lalu menuju layar kaca, bersiap di hadapan. Bersekolah, kau pun menganggapnya demikian.
Kau pamit namun tak beranjak menjauh. Meminta doa, cukup berada di sampingku. Kau tersenyum lalu duduk, diam dan membatu. Tak ada kata. Hanya mata senyap berbicara.
Zoom. Pertemuan yang tak biasa pun dilakukan. Terlihat wajah-wajah lugu, sedikit membeku. Diam terpaku. Menyimak penjelasan dari sosok yang biasa disebut guru.
Tanpa ruang, hanya batas waktu membentang. Menerawang sejauh mata memandang. Wajah-wajah diam tanpa senyuman. Kulihat pandangan begitu hampa. Entah mengerti atau masih mengunyah arti.
Tak ada jeda papan. Juga guru yang tepat di hadapan. Kini, semua jauh dari jangkauan. Jika ada pertanyaan harus rela menyimpan. Lalu melayangkan lewat tulisan. Atau menunggu jika dipersilahkan. Itu pun kalau suara berhasil menembus layar. Jika tidak, harus bersabar.
Ada perbedaan, dulu dan sekarang. Seragam hari Rabu bersih, tanpa noda goresan. Hingga zoom diakhirkan, masih seperti sebelum digunakan. Rapi, kurasa tak perlu dicuci.
Tenang.... Seragam bakal awet sampai lulus nanti. Dipakai hanya sesekali. Tak ada setengah hari sudah berganti. Seragam hari Rabu, pertama dipakai setelah sekian lama tak terpakai.
Zoom kala itu mengingatkan memori yang tlah lalu. Mencoba mengeja waktu. Meski masa masih saja diam dan membisu. Semoga kau pahami arti sebuah rindu. Dan tetaplah setia dengan kata menunggu.
Niek~
Jogjakarta, 20 Juli 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H