Sebutir kelereng terhenti tepat di depan mataku. Tangan mungilmu berusaha meraih dari hadapku. Kau sempatkan kedua bola mata beradu denganku. Kau tersenyum dan memanggilku. Ibu.
Suaramu begitu lirih. Perlahan kau mendekatiku. Meraih dan memelukku. Aku tak kuasa dalam dekap tubuh mungilmu. Meski kau tak henti bicara. Namun seketika kau hentikan kata saat kau sebut namaku. Ibu.
Kembali kau tersenyum. Kali ini kau balikkan tubuh mungilmu. Jemari kecil masih menggenggam erat sebutir kelereng yang kau pungut dari hadapku. Kau bergerak menghampiri sosok lain yang berdiri tegap. Bersiap menerima segala dekap. Dan kau pun dengan lantang memanggilnya. Ayah.
Senyummu semakin lebar. Rasa bahagia kian ditebar. Kau untai segala kisah terlarik lewat bibir mungilmu. Jemarimu masih menggenggam sebutir kelereng yang kau pungut tadi. Kau pandangi genggam mungilmu. Lalu kau buka perlahan telapak tangan berisi sebutir kelereng. Dan kau katakan, "Ini dari Ayah."
Kau tutup telapak tangan perlahan, kembali genggam erat. Sembari menatap lekat. Sosok itu pun memelukmu ke dalam dekap yang begitu hangat. Hingga sebutir kelereng kau genggam semakin kuat. Kembali kau meramu kata dan kau panggil dia. Ayah.
Satu ketika kau diam. Sambil memandangi sebutir kelereng yang masih kau genggam.
"Ada apa?"
"Kapan aku ke sekolah?"
Katamu terbata namun tertata. Aku beradu pandang dengan sosok di hadapku. Juga di hadapmu. Kami tak banyak bicara. Hanya sentuhan lembut tanganku menata rapi helai rambutmu. Kau terdiam. Matamu menjawab pandang dengan sosok yang kau sebut. Ayah.
"Jika tiba saatnya kau pasti ke sana, Nak."
Kau terdiam lalu tersenyum. Sembari membuka perlahan telapak tangan. Sebutir kelereng masih utuh, lalu kau genggam kembali. Kau berjanji akan membawa serta sebutir kelereng tadi ke sekolah jikalau sudah tiba saatnya nanti.