Musim kemarau telah terganti hujan. Pergantian ini menimbulkan suasana tak nyaman. Menjaga kesehatan tentu menjadi hal yang wajib diperhatikan. Terpapar penyakit menular semakin tak dihindarkan. Jika kondisi menurun sedikit saja, virus dan bakteri mengintai dari segala penjuru. Lengah, menjadi sasaran jitu.
Apalagi masa libur panjang. Anak-anak tak bisa hiraukan aturan. Jikalau sudah berkumpul dengan sanak saudara seolah nasehat tak dipedulikan.Â
Bermain merupakan hal menyenangkan yang dinomor satukan. Pada akhirnya kondisi badan menjadi taruhan. Jika tak dijaga, virus pun bakteri pengintai mudah sekali menyerang.
Virus dan bakteri, makhluk kecil ini sekilas memang begitu menyebalkan. Terpapar sedikit saja serasa dunia tak bersahabat dengan badan. Nyeri pun lemas tak bisa dielakkan. Akibatnya seluruh aktivitas harus segera dihentikan. Merugikan. Memang.
Namun perlu diingat mendekatnya virus dan bakteri tak lain karena sebuah undangan. Siapa yang mengundang? Ya, manusia yang kerap mengabaikan. Kondisi badan pun lingkungan terkadang dilalaikan. Terlupa bahkan tak dipedulikan. Kecerobohan menjadi penyebab lain pemicu undangan. Tanpa sadar virus dan bakteri berkembang di tengah pemukiman yang menjadi kesukaan.
Cacar air, penyakit ini kerap hadir. Merupakan satu dari sekian penyakit menular yang tren terjadi di musim transisi. Cacar air disebarkan oleh virus. Termasuk jenis penyakit ringan namun perlu penanganan yang cukup serius. Serta penanggulangan dalam lingkungan yang khusus.
Cacar air sangat cepat dan mudah menyebar. Melalui cairan yang ditimbulkan, kondisi lemah sangat mudah terpapar. Namun, penyakit ini memiliki keistimewaan. Jika sudah pernah terpapar sekali, maka akan memiliki kekebalan. Sehingga tak akan mengalami untuk yang kedua kali. Hebat.
Seperti yang pernah diberitakan dalam Kompas, Jumat, 1 Februari 2013, "Saat tubuh terinfeksi virus varisela, akan terbentuk antibodi untuk mencegah terjadinya penularan kembali."
Jadi benar jika orang yang sudah pernah terpapar virus cacar tak akan tertular untuk yang kedua kali. Meski begitu kalau ada penderita cacar tetap harus diasingkan.
Sementara waktu tak boleh berinteraksi dengan lingkungan. Agar tak menyebar dalam pemukiman. Antisipasi bagi mereka yang belum pernah terpapar. Sehingga penularan bisa segera dihentikan, tak gencar menyebar.
Bagi yang terlanjur terpapar cacar tentu saja kondisi ini menjadi tak nyaman. Nyeri pun pedih di badan ketika timbul letupan berisi cairan. Demam biasanya akan terjadi beberapa hari ke depan. Tak nyenyak tidur pun menjadi sebuah ancaman. Apalagi pada anak-anak terkadang disertai tangisan. Sungguh menyedihkan.
Seperti yang terjadi pada sulungku. Tersebab kondisi yang tak kuperhatikan selama liburan. Lagi lagi anak-anak jika sudah bermain sulit dikendalikan. Usai berenang dengan para ponakan, tak lama timbul letupan berisi cairan. Dan benar ternyata terpapar virus cacar.
Virus cacar memiliki masa inkubasi antara 14 hingga 16 hari. Butuh kesabaran dalam menanti. Masa yang harus dihindari terutama ketika bintil sudah kehitaman dan pecah. Jangan lengah. Sebab masa inilah riskan terjadi penularan. Baik lewat udara maupun paparan cairan yang ditimbulkan.
Meski ini merupakan siklus yang wajar serta wajib dilewatkan. Ada baiknya kita carikan solusi agar cacar tak menyebar dengan gencar. Pola hidup sehat guna tingkatkan kekebalan pun menjaga kebersihan lingkungan bisa menjadi solusi pencegahan.
Apabila sudah terlanjur terpapar, obat antivirus serta vitamin sangat dibutuhkan. Makan, minum, juga istirahat yang cukup pun harus dilakukan. Tak kalah penting, mandi jangan diabaikan. Jika tidak, dikhawatirkan akan berkembang menjadi infeksi kuman.
Zaman dulu penderita cacar memang tak diperbolehkan untuk mandi. Entahlah, orangtuaku pun menginstruksi yang demikian ini. Seingatku, jika mandi, maka virus tak kan terhenti. Justru akan semakin menyebar di sana sini.Â
Menganut model teori macam mana, aku pun tak mengerti. Yang jelas kini, dokter justru menganjurkan agar penderita cacar wajib mandi. Selain agar badan lebih terjaga kebersihan juga kesegaran. Pun kuman akan terhambat penyebaran. Dan virus tak mengundang bala bantuan.
Air rebusan daun cangkring diketahui bisa digunakan penderita cacar untuk mandi. Berdasarkan penelitian terbukti ampuh membantu proses penyembuhan pun mencegah terjadi komplikasi.
Cairan serta luka yang ditimbulkan bisa segera mengering serta badan terasa lebih nyaman. Lalu apa itu daun cangkring serta di mana bisa mendapatkannya?
Daun cangkring, belum lama juga aku mendengar jenis daun ini. Atau memang aku yang baru memahami, entahlah. Dalam sebuah tulisan di satuharapan.com, "Pohon cangkring, atau disebut juga dadap, mengutip Wikipedia, adalah tumbuhan pohon yang tingginya 10- 20 meter, dicirikan berbatang kayu, berdaun rontok, berwarna keabu- abuan, permukaan kulit kasar, memiliki cabang yang jarang, dan juga memiliki duri tempel."
Ya, pohon cangkring biasanya tumbuh di tepi sungai. Dengan daun agak melebar, kemudian di bagian batang terdapat sedikit duri. Daun cangkring diketahui mengandung antiseptik. Sehingga air rebusan dapat digunakan untuk mandi penderita cacar air, guna membantu penyembuhan serta mencegah terjadi komplikasi.
Setelah mendidih, angkat lalu tuang ke dalam ember. Tambahkan air, kemudian cek hingga suhu menjadi hangat barulah gunakan untuk mandi atau berendam sejenak. Lakukan minimal sehari sekali. Dalam dua hari saja letupan cacar cepat mengering. Luar biasa.
Aku telah membuktikan. Pada sulungku yang terpapar virus cacar. Walau dokter telah memberinya obat antivirus juga vitamin untuk kekebalan. Meski begitu siklus rupanya memaksa harus menunggu waktu. Tak bisa secepat yang kita mau. Sedangkan anak kerap tak sabar hingga siklus berlalu. Bosan. Tentu saja menyerang. Kebetulan saudara datang menyarankan mandi dengan air rebusan daun cangkring.
Benar saja, letupan cepat mengering pun mereda dalam dua hari. Rasa tak nyaman segera pergi. Sulungku akhirnya tersenyum kembali. Sebab bisa beristirahat di malam hari. Alhamdulillah.
Nah Sobat, meski daun cangkring terbukti mampu membantu penyembuhan cacar air serta antisipasi terhadap komplikasi. Namun tetaplah mencegah lebih baik daripada mengobati, setuju?
Semoga bermanfaat.
Sumber referensi :
kompas.com
satuharapan.com
Niek~
Jogjakarta, 31 Desember 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H