Bagaimana rasanya pertama kali naik gunung?
Itu dulu yang pernah ditanyakan oleh teman-temanku mengingat masih sedikitnya perempuan yang gemar melakukan pendakian maupun kegiatan-kegiatan kepencintaalaman sejenis. Lantas, apa jawabku? Amazing? Hebat? Heboh? Cetar?
[caption id="attachment_306624" align="aligncenter" width="448" caption="Pendakian ke Gunung Merapi"][/caption]
Pertama kali aku naik gunung itu saat pendakian massal ke Merapi. Bersama-sama dengan banyak calon anggota yang hendak mendaftar masuk ke organisasi pencinta alam yang ada di Universitas Diponegoro Semarang. Dulu Merapi belum segalak saat ini, tak sering bergolak hingga aman-aman saja untuk didaki kapan pun. Bahkan saat itu yang namanya Puncak Garuda, salah satu patahan tebing yang menjulang perkasa di 'atap' Merapi pun masih ada.
[caption id="attachment_306627" align="aligncenter" width="436" caption="Puncak Garuda"]
Wow, hebatkah kalau sudah begitu?
Oya, tadi aku belum menjawab kan bagaimana rasanya pertama kali mengikuti pendakian. Berhubung pendakian pertama ini sudah didahului dengan 'pemanasan' yaitu olah raga bersama-sama dengan para peserta lainnya, rasa berat dan capek yang semula dibayangkan ternyata luruh oleh pemandangan indah yang tersaji di sepanjang perjalanan. Apalagi bisa mencapai puncak nan perkasa setelah melewati batas vegetasi di Pasar Bubrah (sebutan khas untuk salah satu spot di Gunung Merapi).
Masih berdekatan dengan Merapi, mari kita lanjutkan perjalanan ke Gunung Merbabu. Gunung yang bisa dicapai setelah melewati dusun terakhir bernama Thekelan. Jalur yang kuambil bermula dari Salatiga, mengarah ke tempat wisata Kopeng, maka pendakian ke dusun itu dimulailah.
Tak sekadar menyalurkan hobi loh naik gunung itu. Melalui misi yang diemban oleh mahasiswa pencinta alam, aku dan teman-temanku mengadakan pendakian massal ke Gunung Merbabu sekaligus aksi bersih gunung. Tak hanya anggota organisasi saja yang mendaki ke gunung tersebut. Kami membuka pendaftaran untuk masyarakat umum, siapa saja yang berkenan ikut dipersilakan mendaftar. Ramai dan sukses lah pendakian berselubung misi bersih gunung itu. Yes.
[caption id="attachment_306628" align="aligncenter" width="428" caption="Pendakian Massal ke Gn. Merbabu"]
Peserta yang ikut bervariasi, selain anggota pencinta alam kami sendiri, mahasiswa Undip dari berbagai jurusan pun ada beberapa yang turut meramaikan. Jadi selain melatih fisik untuk melakukan pendakian, kami mendapat banyak tambahan manfaat dari kegiatan tersebut. Berpartisipasi dalam menjaga lingkungan hidup dan mendapat kenalan baru.
Lanjut lagi lebih ke timur menuju Kota Malang sebelum mencapai Terminal Tumpang yang menjadi start petualangan baru ke Gunung Semeru. Gunung setinggi 3.676 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu menyimpan jutaan keindahan yang paling pas dinikmati untuk perjalanan beberapa hari (jangan terburu-buru bila ingin merasakan sensasi mendaki yang maksimal di sana)
[caption id="attachment_306690" align="aligncenter" width="465" caption="Ranu Kumbolo, 1994"]
Yang membuat selalu rindu untuk kembali lagi ke Semeru salah satunya adalah Ranu Kumbolo. Danau di atas gunung yang memiliki daya tarik luar biasa bagi para pendaki gunung. Airnya bersih dan sangat dingin, nikmat sekali diteguk saat dahaga luar biasa melanda.
[caption id="attachment_306692" align="aligncenter" width="459" caption="Oro-oro Ombo"]
Dari Ranu Kumbolo akan ada jalur mendaki terjal yang terkenal dengan sebutan Tanjakan Cinta. Ada mitos nih bila melalui tanjakan tersebut tanpa henti dan tanpa menoleh, maka harapan cintanya akan terkabul. Sayang sekali pada saat pendakian tersebut aku tidak memiliki harapan cinta apa pun, jadi sensasinya kurang terasa ;)
[caption id="attachment_306693" align="aligncenter" width="454" caption="Puncak Mahameru, 1995"]
Tentu saja yang paling mendebarkan adalah track saat hendak menuju puncak. Setelah plawangan (batas vegetasi) yang ada hanya pasir dan bebatuan. Tak hanya berat akibat jalur menanjak, namun lebih karena material yang ada di medan tanjakan tadi. Ibaratnya setiap dua tiga langkah kita akan kembali merosot satu langkah. Namun semua usaha keras itu tak akan sia-sia saat sun rise menunggu di ufuk timur. Bagaikan disapa oleh kekasih tercinta waktu berdiri di puncak gunung tertinggi se-Jawa itu.
[caption id="attachment_306703" align="aligncenter" width="446" caption="sesaat setelah turun dari puncak Kerinci"]
Tak hanya gunung-gunung di Jawa saja yang memiliki pesona luar biasa. Eksotisme pendakian pun juga terasa saat pada Maret 1995 aku dan lima orang rekan pendaki putri berangkat bersama ke kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat. Selain mengadakan penelitian tentang pengelolaan taman nasional, kami berenam juga mendaki gunung tertinggi di Sumatra, yaitu Gunung Kerinci setinggi 3.805 mdpl. Kami tak sekedar harus berusaha menaklukkan pendakian di gunung yang sama sekali belum pernah kami jamah. Di sana kami juga harus mengalahkan ego masing-masing setiap kali rasa capek dan homesick melanda. Maklum, masih ABG semua dan belum pernah bepergian jauh melintas lautan, apalagi tanpa dikawal para jagoan :)
[caption id="attachment_306704" align="aligncenter" width="463" caption="Istirahat pertama di Shelter II"]
[caption id="attachment_306706" align="aligncenter" width="297" caption="In Memoriam Adi Permana Adji - G. Kerinci"]
Ada satu kisah yang tak kan pernah terlupakan saat mendaki Gunung Kerinci ini. Pada waktu perjalanan turun, kami mengalami sedikit 'godaan'. Entah karena kami sudah sangat lelah dan bolak-balik jatuh berdebum gara-gara tanah yang licin, atau mungkin kami kurang berdoa. Pada satu spot menjelang Shelter I, kami serasa terus berputar-putar di jalur tersebut. Hal itu kami sadari setelah beberapa kali melewati pohon besar dengan pola akar yang menyembul dari tanah yang cukup unik. Perasaan tadi sudah dua kali melewati pohon itu, kenapa masih putar-putar terus ya.
Bergidik dan stress lah para cewek pendaki ini. Akhirnya setelah berhenti sejenak, istirahat menenangkan pikiran dan berdoa memohon keselamatan, track berikutnya langsung lancar. Alhamdulillah, area hutan guna yang dimanfaatkan masyarakat setempat untuk bercocok tanam sudah terlihat di depan mata. Kami pun saling berpelukan dan bersyukur, lalu langsung memacu langkah tanpa henti. Bayang-bayang kasur hangat di penginapan langsung bermain di pelupuk mata :)
[caption id="attachment_306707" align="aligncenter" width="339" caption="jalur menurun yang berbatu"]
Dari semua perjalanan mendaki gunung itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tak hanya lelah dan 'sensasi puncak' saja yang kita rasakan :
1. Dalam pendakian ke gunung mana pun, jangan lupa untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitar. Mari kita menjadi pendaki dan penikmat gunung yang tidak arogan. Misalnya nih saat pergi ke Merbabu, ada yang khas lho di sana, masih ada bocah berambut gembel. Sama dengan kisah rambut gembel yang ada di daerah Wonosobo, bocah gembel di Dusun Thekelan ini pun memiliki keistimewaan dan mendapat perlakuan khusus saat hendak potong rambut.
[caption id="attachment_306629" align="aligncenter" width="454" caption="Bocah Rambut Gembel di Thekelan"]
Dalam mitos yang masih dipercaya oleh penduduk setempat, rambut ini tidak boleh dipotong sembarangan. Harus melalui ritual tertentu yang seringkali memakan banyak biaya. Cerita ini kudapat saat menginap di rumah penduduk yang memang biasa dijadikan basecamp oleh organisasi pencinta alam yang kuikuti. Rumah Mbah Wongso, kini sudah sampai generasi ketiganya setelah simbah sendiri telah berpulang ke Yang Maha Kuasa. Menginap di rumah penduduk lebih dianjurkan karena ini salah satu cara untuk membaur dengan masyarakat setempat. Jadi tak sekedar datang, nginap, untuk besok paginya melanjutkan perjalanan untuk pendakian. Berinteraksi secara membumi. Bukan hanya bumi yang berusaha kita cintai, namun juga masyarakat di sekitarnya pun perlu direngkuh.
[caption id="attachment_306708" align="aligncenter" width="384" caption="Kersik Tuo, 1 April 1995"]
Saat mendaki ke Gunung Kerinci pun tim yang kuikuti menginap di rumah penduduk. Bedanya dengan rumah Mbah Wongso di Merbabu, rumah penduduk di area pendakian ini telah disulap menjadi homestay. Tim kami waktu itu tinggal di lantai 2 rumah penduduk yang memang diperuntukkan untuk para wisatawan maupun pendaki. Namun kami berenam setiap pagi tak pernah lupa untuk 'piknik' ke dapur milik si ibu pemilik rumah, yah sekedar merecoki hingga mengajak ngobrol secara personal. Selain bisa menambah keakraban, kami pun mendapat banyak informasi penting seputar taman nasional yang akan kami teliti dari keluarga ini.
2. Manfaatkan sumber kekayaan alam yang ada di gunung seperlunya. Bukan mengambil edelweiss atau menebang pohon loh ini maksudnya. Salah satunya yang urgent dalam mengisi perbekalan adalah persediaan air.
[caption id="attachment_306709" align="aligncenter" width="442" caption="mengisi veldples dan botol persediaan air lainnya"]
Gunung selalu ramah pada para pendaki. Mereka mempunyai sumber air yang melimpah ruah. Maka bijaksanalah saat memanfaatkannya sebagai air minum maupun MCK.
3. Berhentilah saat badan terasa lelah, bila ingin mendirikan tenda pilihlah tempat yang aman, terhindar dari angin.
[caption id="attachment_306712" align="aligncenter" width="386" caption="nge-camp di Kalimati, Gn. Semeru"]
Pastikan tidak meninggalkan sampah di lokasi nge-camp tadi. Ingat, ada 3 prinsip yang harus selalu dipegang saat kita melakukan pendakian maupun bepergian kemana pun : Take nothing but pictures, kill nothing but time, leave nothing but footprints.
Siapkan kantung plastik untuk membawa kembali sampah yang kita hasilkan di atas. Setiap pos pendakian selalu menyediakan tempat sampah yang nantinya digunakan untuk menampung sampah-sampah dari para pendaki. Jadi tak sulit bagi para pendaki untuk sekedar membawa pulang sampahnya kan? Bila ditinggal di gunung, siapa memangnya yang akan memungutinya nanti?
4. Nikmati saat perjalanan maupun waktu istirahat. Aku pernah mendapat pertanyaan : ngapain sih capek-capek mendaki kalau setelah mencapai puncak malah turun lagi. Pertanyaan yang sangat tidak membutuhkan jawaban bagi para penikmat perjalanan sejati.
[caption id="attachment_306716" align="aligncenter" width="300" caption="Gunung Slamet, 24 Mei 1994"]
Ambillah foto di spot-spot yang istimewa pada tiap jalur perjalanan. Misalkan foto di Gunung Slamet, perpaduan langit yang biru sempurna dengan tanah yang berwarna merah bata terasa vintage. Tidak semua gunung memiliki kontur tanah seperti ini.
Sedikit narsis saat mencapai puncak juga tidak ada yang melarang, seperti foto di atas saat aku dan kedua orang temanku itu melakukan pendakian ke Gunung Lawu. Foto-foto yang kita ambil saat pendakian dapat digunakan sekaligus menjadi catatan perjalanan yang praktis. Jurnal perjalanan dapat kita buat dengan menyusun urutan foto sesuai tanggal dan jamnya.
[caption id="attachment_306722" align="aligncenter" width="488" caption="Tenda"]
Nikmati juga pendakian dengan bermain-main bersama kamera yang kita bawa. Hunting sekaligus meningkatkan kemampuan fotografi saat di alam bebas selalu menyenangkan. Coba deh... Foto di atas tadi diambil dengan bantuan tripod dan cahaya senter di dalam tenda. Cantik kan?
5. Yang tak kalah penting adalah persiapan bekal / logistik selama perjalanan. Sesuaikan dengan lama perjalanan. Atau bila bekal akan dibeli sesaat sebelum mendaki, pastikan kita mengetahui tempat-tempat berbelanja yang strategis. Jangan sampai jadwal yang telah kita buat justru hancur berantakan gara-gara lupa membawa batu baterai untuk mengisi senter.
6. Siapkan informasi destinasi perjalanan. Banyak destinasi menarik kadang membuat kita bingung sendiri mana yang akan dituju. Jangan bingung lagi, salah satu laman yang bisa dibuka untuk mencari informasi adalah Indonesia Travel. Pilih destinasi yang budgetnya kira-kira bisa kita 'pelintir' seminimal mungkin *ajian petualang ngirit :)
Semoga cerita perjalanan dan tips yang kubagi di atas tadi dapat makin menggairahkan para peminat daki gunung sekaligus meningkatkan kesadaran akan cinta lingkungan. Mari kita secara bersama-sama mencintai kekayaan alam negeri kita ini dengan mendaki gunung plus menjaga attitude yang berkaitan dengan kebersihan lingkungan. Bila bukan kita para pendaki yang menjadi pelopor cinta kebersihan, siapa lagi coba yang bisa diandalkan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H