Mohon tunggu...
Unggul Sagena
Unggul Sagena Mohon Tunggu... Konsultan - blogger | educator | traveler | reviewer |

Asia Pacific Region Internet Governance Forum Fellow 2021. Pengulas Produk Berdasarkan Pengalaman. Pegiat Literasi Digital dan Penyuka Jalan-Jalan.

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Pak Menag, Kami Milenial, Kapan Kemenag Punya Konten Menarik untuk Kami?

17 Juli 2018   15:59 Diperbarui: 17 Juli 2018   18:10 2496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pak Menteri, kami generasi milenial, pak. 

Kami tidak suka diberitahu. Kami mencari tahu. Kami mencari di search engine atau mesin pencari untuk apa yang kami ingin tahu. Apa yang kami ingin kami mengerti. Bukan, bukan hanya dari guru di sekolah karena kami punya internet yang ada digenggaman kami.

Kami juga tak suka ceramah dan diceramahi. Kami mengantuk. Kami ingin tahu sendiri, di saat-saat privasi kami. Saat "me time" kami.

Pak Menteri, kami milenial, mencarinya hanya di dua tempat. Google Search dan Youtube. Kami suka Youtube karena kami generasi praktik. Visual dan animasi. Kami bisa mengetik di Youtube dan menemukan sesuatu.  

Mungkin, bukan yang benar pak. Tapi kami lihat view-nya banyak. Yang suka banyak. Bagi kebanyakan kami, itulah kebenaran pak. Yang disukai orang-orang. Kami bisa berguru ngaji di sana. Kami yang galau mencari jatidiri bisa ketemu orang yang kami anggap tahu di sana. 

Kami bisa jadi salah pak, tapi kami tak tahu mau ke mana. Karena kami hanya bisa menelusuri, menonton dan terus menonton dengan fitur 'Auto Play' yang menyala. Semakin lama semakin banyak dan semakin berbahaya untuk kami, kami kadang menjadi radikal karenanya. 

Dari 33.400 kata Kementerian Agama, kami menonton yang lain pak, yang macam-macam pak. Yang judulnya heboh. Bombastis! Ramai. Yang kata teman kami seru. Yang kami tak pernah jumpa tapi komentarnya ramai, like-nya banyak, dan direkomendasikan teman kami pak.

dok.pribadi
dok.pribadi
Akun Kemenag pak, hanya 800 subscriber pak. Bagai butiran pasir atau malah mikroba di jagat Youtube. Jagat di mana kami mendewakan mereka yang banyak subscriber, yang kami suka karena kami merasa itulah yang dirujuk orang. Jagat di mana video asyik ber-viewer ribuan pak, bukan ucapan selamat Idulfitri dan sidang isbat dengan hanya segelintir views.

Isinya ngga kami banget pak. Padahal kami paling rentan di jagat maya pak. Bukan nenek-kakek kami yang mau naik haji dan membuka Yuotube untuk informasi pak. Mereka bertanya ngga ke 'Mbah Google' apalagi 'Oom Youtube', tapi pembimbing haji dan buku-buku agama Islam yang mereka baca dengan kacamata.

dok.pribadi
dok.pribadi
Bagaimana ya pak. Kapan pak ada konten menarik untuk kami? Kapan kami bisa jadi subscriber dan mendapatkan feed dari Kemenag yang asyik-asyik?

Kami juga enggak suka dicuekin pak.  Kami orangnya rame suka ngobrol. Apalagi kalau sampai dua tahun tidak dijawab, hanya untuk bertanya. Kami bertanya melalui fitur komentar di video ustaz yang kami tonton, yang dijawab dengan link oleh teman-teman lain. Kami bertanya di sana, karena dijawab dengan mudah. 

dok.pribadi
dok.pribadi
Jika aku jadi Menteri Agama pak, aku ingin eksis di media sosial. Bukan, bukan wajahku. Bukan ceramahku soal sambutan ini-itu. Aku Menteri Agama milenial. Aku memproduksi konten yang aku dan kawan-kawanku suka. Videografis pak. Coret-coretan visual dengan background musik EDM, Pop hits Kpop, atau gambus modern ala Sabyan pak. Coret-coretan visual dengan penyulih suara yang seperti teman sebaya kami, bukan seperti guru sekolah. Dengan intonasi yang tidak menggurui.

Untuk itu, jumlah subscriber channel Kemenag jadi KPI ku pak. Aku akan berusaha mencari dengan jalan "halal", ngga beli folowers, paling minta-minta aja, dengan tim efektif dan efisien.

Anak-anak muda seperti kami, yang dunianya internet, bukan sebagai tuntutan kerja tapi menjadi gaya hidup. 

Teman-teman sebayaku, bukan jahat, mereka korban ketidaktahuan. Untuk itu, konten diperbanyak penyebaran diperluas, menggunakan kami juga, sebaya.  Amal ma'ruf.

Bagaimana soal nahil munkar? Pak, kita punya yang namanya Trusted Flagger pak. Resmi dari Google dan Twitter. Bisa melaporkan video tak senonoh di Youtube, kicauan Twitter bermasalah yang sebabkan keresehan.

Kabarnya, Facebook yang juga memiliki Instagram akan lakukan pola yang sama pak. Selain dari tim mereka sendiri, dibantu kita semua. Dilaporkan ke yang punya 'lapak', bukan diblokir begitu saja. Biar pemilik rumah bisa patroli, kami bantu.

Kemenag, bisa menjadi bagian itu, untuk konten terkait agama, menjaga Bhinneka Tunggal Ika. Bukan hal yang mudah, tapi sukarelawan banyak, asal satu frekuensi dengan kami.

ICT Watch, Wahid Foundation dan MAFINDO (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia) menjadi masyarakat sipil yang tepercaya menurunkan konten. Bukan hanya Kominfo, tok!  Kalau memang ada konten yang dianggap bertentangan dengan budaya Indonesia, ada community guideline sebagai panduan pihak Google, pak. Kalau lambat, trusted flagger bisa bertindak. Mereka kapabel untuk itu. 

Bukankah, Kemenag juga kapabel untuk isu yang terkait keagamaan dan pluralitas beragama pak? 

Cuman itu sih pak, yang ada dalam pikiran pertama saya kalau saya jadi Menag. Gimana caranya ya, mungkin bisa pemerintah bekerjasama pak. Bukan saatnya egosektoral. Saya ngerti dikit pak dari kakak-kakak senior yang mahasiswa soal istilah ini. Setiap menteri ngga mau katanya sih sama dengan yang lain. Sampai presiden juga.  

Saya ngga percaya sih pak dengan itu, makanya pastinya Kemenag mampu berkolaborasi. Semua pasti punya titik dan ruang tertentu yang jadi peran fungsi masing-masing, tapi juga ada ruangan besar lain untuk lembaga lain masuk bersama di satu rumah yang sama. Ada ruang untuk masyarakat bergabung membantu bahu membahu.

Jangan kalah dengan kami pak. Kami sudah bisa menjadi pahlawan di Youtube. Kami bisa kontribusi di Youtube Heroes, melaporkan konten negatif bersama-sama. Lalu bagaimana dengan Kemenag? 

Di luar itu semua saya dan kawan-kawan pak, masih akan yutuban pak. Ketik di kolom pencari Youtub dan menemukan yang saya cari. Kalau Kemenag bisa menjadi yang kami harapkan, kami subscribe kami akan dapatkan feed kemenag setiap kami buka Youtube. Kami akan selalu merasa kami adalah bagian dari keberagaman agama di Indonesia dan kami satu Indonesia. 

Memang, itu tantangan ya pak. Kami suka tantangan, apalagi hanya  soal trusted flagger dan subscriber, pasti menantang gimana caranya disukai oleh kami kan pak? Lanjutkan pak, bapak sudah mau mengajak kami, kami sudah senang merasa dibutuhkan, bukan diceramahi.

Kami kreatif, suka membuat konten pak, ini salah satu konten kalau dari saya. Apalagi, teman kami yang lain, wah, sudah jago banget pastinya, bisa sampe animasi. Minimal mikir ide kreasi lipsync dan gaya-gaya lucu di video singkat dan story.  Urusan kecil, itu mah!

Jangan dibakar tempat kami main, atur saja bagaimana kami harus bermain, kami masih anak-anak bapak kok pak. Kami anak Indonesia pak, bukan orang barat.  Temani kami pak dengan dunia kami, fasilitasi kami. Kalau saya kemenag, Insya Allah nggak kayak Menteri sebelah pak, main tutup saja, main buka saja, drama korea pun ngga seperti itu pak.  

Demikian pak, kalau saya, Milenials, jadi Menag. Menag itu, menteri agama ya, teman-teman, bukan menteri agama islam. Jadi kita semua bersahabat. Terimakasih pak, saya mau lanjutin nonton Nisa Sabyan ya pak, lagu religi yang kami terima dengan senang hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun