Tanggal 10 Desember bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia. Tanggal ini dipilih untuk menghormati Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengadopsi dan memproklamasikan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, sebuah pernyataan global tentang hak asasi manusia, pada 10 Desember 1948.Â
Peringatan dimulai sejak 1950 ketika Majelis Umum mengundang semua negara dan organisasi yang peduli untuk merayakan.
Lalu, seperti apa HAM pada hari ini?
Untuk Asia Tenggara saja, untuk memberi contoh, Aliansi Pers Asia Tenggara (SEAPA) menyatakan bahwa 10 dari 11 negara di regional ini sudah menjamin kebebasan berekspresi di konstitusi masing-masing negara. Namun pada kenyataannya, di SEMUA negara di Asia Tenggara ini, kasus pelanggaran HAM kerap terjadi.
UU ITEÂ ini kerap dijadikan landasan dalam mengadukan, mengadili hal-hal di internet terkait ujaran kebencian, bahkan "melampaui" KUHP dan UU Diskriminasi No 40/2008 Â yang harusnya sudah mengatur.
Kadang, rentan adanya pelanggaran HAM dalam mengenakan pasal-pasal di UU ITE ini terhadap seseorang yang sebenarnya melakukan eksekusi hak digital atau digital rightsnya, misalnya kritik. SAFENET mencatat ratusan kasus UU ITE sejak revisi terakhir tahun lalu, yang mencerminkan carut-marutnya pelaksanaan UU ITE ini.
Lalu seperti apa Digital Rights? Pada dasarnya, hak-hak digital muncul pada saat berkembangnya era internet saat ini. Simpelnya, Digital Rights adalah HAM di dunia siber, mayantara, dunia maya, dan sebutan lainnya yang mendefinisikan kegiatan "online".
Digital rights are basically human rights in the internet era.Â
Beberapa hak terkait ini adalah online privacy dan kebebasan berekspresi (freedom of expression) yang juga menjadi acuannya Universal Declaration of Human Rights dari PBB.  Berdasarkan PBB, memutuskan hubungan masyarakat dengan Internet termasuk melanggar HAM dan melawan hukum internasional.
Lalu, jika para pakar sudah berkesimpulan bahwa Internet adalah ruang/space yang merupakan ekstensi dari ruang yang ada secara fisik, di mana tidak ada beda antara perilaku di dunia maya dan dunia nyata, maka demikian juga Digital Rights.
Jika Anda harus hormat dan santun terhadap guru dan orang tua, demikian pula di Internet. Jika tidak boleh mencela dan berbicara kasar kepada teman, demikian juga teman di Internet. Apa yang ditulis, memang kebanyakan apa yang menjadi opini, rasa hati, dan kicauan otak.
Oleh karenanya, sering kali "liar". Seliar pikiran semua orang dengan saraf otak yang jutaan dan fungsi sempurnanya yang berkembang  sebagai setting alami dari Sang Pencipta.
Juga tak menjadi bahan untuk dicelakai, ditipu, dikriminalisasi akibat bertebaran data pribadi di Internet yang tak terjaga keamanan dan aksesnya terbuka atau dibuka paksa untuk konsumsi publik.
Untuk itu, di hari HAM Internasional ini, semoga Digital Rights dapat dapat dipahami sebagai HAM setiap warganet. Bahwa disana juga ada ruang-ruang untuk berekspresi, kritik dan argumentatif bertanggung jawab. Ruang untuk mencari informasi, produktif dan berbagi pikiran tanpa takut.Â
Digital Rights are Human Rights!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H