Mohon tunggu...
Unggul Sagena
Unggul Sagena Mohon Tunggu... Konsultan - blogger | educator | traveler | reviewer |

Asia Pacific Region Internet Governance Forum Fellow 2021. Pengulas Produk Berdasarkan Pengalaman. Pegiat Literasi Digital dan Penyuka Jalan-Jalan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Baper dan Gerah Pada Iklan? Waspada, It Works on You!

6 Agustus 2017   02:21 Diperbarui: 6 Agustus 2017   21:34 1823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: hifipublic.com

Baru-baru ini, kita dikejutkan oleh iklan visual (TVC, Youtube, dsj) yang agak "berani" dari salah satu operator telco. Dengan mengusung "kebebasan" maka mulut yang tersumpal terbuka. Kejantanan disimbolkan dengan pria gagah berkuda dan kebebasan dengan simbol membuka plester di mulut. Banyak yang bilang, ini sindiran. Tentu, ke operator sebelah sebagai kompetitor di lapangan yang sama. Ini sedikit artikel sok tau saya saja, sebagai blogger, bukan pakar komunikasi, pun lulusan komunikasi manapun. Enjoy saja membacanya ya. 

Kita mungkin nanya, mengapa ini dilakukan, dan efektifkah?

Iklan, memang tak bisa dengan mudah dibedakan soal ia persuasif atau ia informatif. Semua bercampur. Di ranah bisnis, memang iklan menjadi salah satu media promosi yang efektif, dan tergantung kejelian menaruh iklan di mana. Perkembangan dunia internet, membuat iklan semakin merambah ke mana-mana dengan bujet yang juga efektif menyasar ke target pasar tertentu yang berselancar di dunia maya maupun mereka yang menghabiskan waktu di depan televisi. Semua ada bagiannya. Semua berlomba membujuk, dan menggerus sisi informatif yang menjadi lebih sedikit.

Tapi memang katanya, itu efektif. Bahkan, iklan yang "menyindir". Jika boleh memakai istilah pemasaran politik, (political) attack ads menjadi hal yang lumrah. Bahkan studi di Wesleyan Univesity, Amerika Serikat juga menyatakan kalau "attack ad" memengaruhi benar pada mereka yang masih muda, terutama soal iklan kampanye politik. Studi ini juga menarik, karena justru mereka tidak masalah dengan iklan yang "menyerang" yang tidak terpengaruh, sedangkan mereka yang merasa iklan tersebut negatif malah terpengaruh oleh iklan tersebut.

Contoh di Dunia Bisnis
Ketika McDonald menjadi market leader dalam soal Burger, para restoran fast food lainnya tidak tinggal diam. Membuat iklan yang "menyindir" menjadi bagian strategi yang menciptakan brand awareness bagi produk baru. Mulai dari Burger King, KFC, hingga Taco Bell membuat strategi "sindiran iklan" hingga kampanye "perang dingin".

Mulai dari iklan media cetak yang membuat gambar yang mencitrakan produk sebelah yang sudah menjadi top of mind dengan produk dari si pembuat gambar, hingga bermain jargon dan sindiran kata-kata di media televisi.

DI Indonesia, mungkin yang paling terkenal adalah soal "orang pintar" vs "orang bejo". Di mana Bintangin sebagai produk baru dari Bintang Toedjoe langsung menyerang pemimpin pasar, yaitu Tolak Angin Sido Muncul. Jika tidak dengan cara "attack ad", mungkin hantaman awal tidak akan terjadi. Urusan berhasil atau tidak, kita hanya bisa lihat klaim masing-masing produsen.

Jelas, secara verbal, "Orang bejo lebih untung dari orang pintar" yang diucapkan Butet Kertaradjasa yang dulu adalah endorser Tolak Angin dan dipinang Sido Muncul pun menjadi kata-kata yang menohok pesaing.

Contoh lain, di iklan minuman penambah energi. Iklan terbaru salah satu produk, yaitu "Laki, bukan Aki-aki" dengan menyindir produk sebelah yang bertagline "Roso" dengan bintang Almarhum Mbah Maridjan. Tagline "Laki" ini juga menjadi andalan counter ad, ketika produk sebelah dengan gencar berpromosi dan mencuri perhatian ketika muncul di televisi dengan momen "roso".

Di dunia operator telco, sering sekali, bukan satu dua kali. Kadang secara verbal, kadang secara visual. Biasanya, around the center of big three. Si kuning, Si Merah dan Si Biru. Kalau dulu, merah dan kuning suka "berantem" dan kadang "lebay" misalnya ajakan "perang" atau si merah yang berkata pada iklan "kapok diboongin anak kecil" yang menyindir Si Biru.

Walau demikian, Chief RA alias Rudiantara Menkominfo sekarang, dengan latar belakang telco yang kuat pun tetap mempersilakan karena ini terkait dengan "kompetisi".

Iklan terbaru XL yang menyasar netizen dengan hashtag #TapiBukanKamu atau #BahagiaItuGratis memang mempertanyakan layanan kompetitor sebelah. Dengan visual dan verbal yang lugas, simbolisasi kuning dan merah nampak. Bahkan merah dari operator di kelas berbeda pun dapat tampil dengan bermain-main di ranah visualisasi-interpretatif.

Sah, Efektif, Berhasil?
Sah, tentu saja. Karena menjadi bagian dari kompetisi dan layanan. Sebab yang diusung bukan soal olok-olok semata, tapi memang ada unsur "perbedaan layanan" dan "layanan lebih baik" dari jenis varian kartu baru produk telco yang kerap diinsialkan dengan "Si Biru" ini.

Dengan masifnya perkembangan dan pengembangan XL, si kuda hitam ini memang lambat laun menarik perhatian. Tinggal soal delivery layanan yang perlu kita cek tingkat layanannya. Soal produk mahal, ribet, yang sering diasosiasikan dengan Si Merah dan Si Kuning (yang belakangan sebenarnya suka warna marun karena dibeli oleh perusahaan asing beridentitas korporat itu), menjadi titik lemah yang disasar iklan terbaru ini.

Apalagi, soal barisan sakit hati masyarakat penguna layanan sempat terbalaskan dengan situs kedua telco kelas berat yang sempat down di-crack oleh peretas.

tampilan situs telkomsel ketika di-crack|http://makassartoday.com
tampilan situs telkomsel ketika di-crack|http://makassartoday.com
Bagaimana kelanjutan iklan seperti ini? Menurut saya, akan terus berlanjut, dan konsumen yang diuntungkan. Karena pada akhirnya, telco akan berusaha memenuhi apa yang menjadi janji iklannya. Jika tidak, orang-orang seperti hackers akan hadir, atau dapat memboikot seperti yang terjadi di medsos beberapa waktu lalu soal pemecatan karyawan Si Kuning karena meluapkan referensi politiknya di medsos.

Intinya, dengan iklan yang menyindir kompetitor, simpel saja, it works. Juga, memang menjadi bagian strategi yang memicu kreativitas dan inovasi dalam melakukan iklan dan pada akhirnya pada pelayanan dan delivery produk itu nantinya.

Etika dan Awareness
Urusan etika, jika Anda melihat ini tidak beretika dan seterusnya, mungkin bisa merujuk ke beberapa panduan etika periklanan baik internasional maupun nasional. Misalnya, Etika Pariwara Indonesia (EPI). Pelanggaran atau tidak, sudut etika memang bukan sudut hukum. Asal dalam koridor yang aman. Mungkin pula, masih dalam toleransi EPI. Nah, jangan-jangan, Anda yang baper dan gerah dengan "attack ads" dan tanpa sadar, seperti studi yang dikutip di atas, justru Anda yang paling terpengaruh oleh iklan tersebut.

Ini, membentuk opini, membentuk lawan dari brand yang sudah mapan, mungkin, bisa menang, mungkin juga, tidak. Tapi bagi brand baru, ini awareness yang pas. Bagi brand yang sedang merangkak dan jadi kuda hitam, ini juga tunggangan yang cocok. Bagi Anda yang menonton dan kemudian memilih untuk berpihak, baik pihak pro maupun pihak kontra, maka, Anda most likely pihak yang akan terpengaruh!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun