Bukan kali ini saya jadi pundak buat curhatnya para UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) di seputar Bogor Raya, alias kabupaten dan kota bogor. Semua bercerita ihwal yang sama, memiliki produk yang keren, bagus, membanggakan dan inovatif, namun sulit soal pemasarannya. Hal ini terjadi lagi ketika saya jadi bagian dari workshop Ekonomi Kreatif (Ekraf) pada 27 Oktober 2016 lalu. Gelaran kolaboratif dari tiga dinas terkait yaitu Dinas Kebudayaan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas Tenaga Kerja dan Sosial kota Bogor.
“Mas, saya punya produk minuman buah Pala asli bogor. Gimana ya biar orang tau lebih banyak. Bisa di-online kan ngga mas?”
“Mas, saya mau tau gimana ya cara memasarkan puding bogor ini. Bantu dong promosinya di internet.”
“Mas, bika dan kue talas bogor ini oleh-oleh khas bogor, tapi ada ngga cara lain selain buka toko dan kios reseller di pinggir jalan?”
Juga, yang saya bingung menjawabnya, dari anak muda yang hadir juga dan ingin berbisnis;
“Mas, saya ingin bisnis nih. Online kayaknya lebih baik ya? Tapi bisa jualan apa gitu. ”
Dan seabrek pertanyaan sejenis lainnya. Saya ladeni dengan senang hati. Rata-rata, saya bisa bantu dengan menulis review produk mereka di blog. SEO-nya juga saya dan temen-temen tingkatkan terus sehingga membuat mereka masuk halaman satu dan halaman dua Google Search. Juga dengan posting berita-berita dan ulasan terkait produk Bogor, di banyak blog-blog lain, dengan harapan menangkap kata-kata yang terkait produk mereka dan mengarahkan ke produk UMKM ini. Hanya itu saat ini.
Mengapa saya? Mungkin pembaca bertanya. Saya bagian dari mereka. Pengusaha yang mungkin lebih buruk dari mereka. Pengusaha bangkrut. Ya, saya pernah jualan pempek didepan rumah, jualan kaos dan jualan boneka penguin pernah saya lakoni lumayan lama. Bergabung pula di komunitas pengusaha khususnya di Kota Bogor.
Tapi, saya menjadi pundak karena cerita lain. Karena saya seorang blogger. Ya, tidak salah karena saya blogger. Blogger, dapat membantu mempromosikan usaha. Usaha saya bangkrut karena saya asyik menulis, malah lupa mempromosikan bisnis sendiri. Ya sudah. Passion saya, memang menulis, dan usaha saya seharusnya, juga dibidang tulis menulis.
Itu saya sadari sejak beberapa tahun terakhir. Sejak itu pula, sembari masih bergaul dengan pengusaha-pengusaha misalnya UMKM kuliner di Bogor, saya tetap, menulis. Menjadi usaha saya, dengan membantu mereka mengembangkan usaha. Apalagi, saya sempat mengecap pelatihan eksklusif untuk sertifikasi Certified Franchise Indonesia (CFI) dari KADIN dan IFBM. Sebuah gelar sertifikat yang menjual bagi yang ingin mengembangkan cabang bisnis.
Disini passion saya, dan saya membantu. Urusan mengelola social media mereka, membuat review produk mereka dan juga mempromosikannya, ada paket-paketnya. Ada imbalannya. Ini kemudian, jadi usaha saya, jadi passion saya. Jadi manfaat untuk teman-teman lain.
Makanya, saya diundang di workshop Bekraf sebagaimana saya tulis diawal. Sebuah workshop lanjutan untuk pengusaha ekonomi kreatif di Kota Bogor. Usaha saya, ditemukenali oleh pemerintah, saya Alhamdulillah banget dan jadi motivasi untuk lebih baik. Terlebih, di acara-acara semacam ini, ada banyak UMKM yang membutuhkan “sandaran bahu” saya yang lumayan lebar. Hehe.
Berada “di jalanan” ini menimbulkan risiko yang tak dikit. Kecelakaan, paling utama. Separuh dijalan, separuh lagi saya di kafe atau di rumah. Menulis, dan mengoptimasi akun-akun dan promosi teman-teman UMKM.
Sebagai orang ekonomi kreatif, saya mungkin tak biasa ber otak kiri jika bekerja. Sulit kalau berencana ini itu. Harus out of the box berpikirnya. So, mengelola risiko ini rada sulit saya cerna. Tapi, saya merasa perlu berasuransi, tanpa harus mengikuti pola pikir siapapun juga. Selama ini, saya bekerja sendiri dengan kemampuan sendiri.
Saya hidup dengan diri saya sendiri. Namun hidup, tak mudah ditebak. Saya sendiri yakin untuk tidak yakin, bahwa saya akan di bisnis ini saja. Mesti ada langkah-langkah baru ke depan seiring waktu dan banyaknya jejaring pertemanan (networking) yang dimula sejak saat ini.
Salah satu yang cocok bagi saya adalah FWD. Sebab, ada paket Bebas Rencana dan Bebas Aksi. Itu, gue banget. Paket ultimate yang ngga neko-neko.
Bebas Aksi membuat saya bisa bebas menentukan besar uang pertanggungan sesuai dengan kebutuhan, tanpa diperlukan pemeriksaan medis untuk membeli asuransi, perlindungan berlaku di seluruh dunia, dimana pun berada. Cocok dengan saya yang travel blogger juga, selain beragam ulasan produk dan jasa. Termasuk paket digital campaign untuk UMKM. Beraksi aja cari rejeki.
Sedangkan Bebas Rencana, saya bebas menentukan besar uang pertanggungan sesuai kebutuhan, juga bebas free look sebagai masa pembelajaran selama tujuh hari. Memang, saya merencakanan tanpa rencana. Harus bebas, sesuai passion saya yang ingin bebas kemana saja, bertemu siapa saja, dalam bisnis yang saya jalani sendiri ini. Bisnis unik, perpaduan harus ngider ke pelanggan di dunia nyata dan dengerin curhatnya, namun juga separuh hari lainnya, nongkrong didepan laptop dan utak atik gadget di dunia siber.
Ayo maju melangkah, bersama-sama. Karena sukses itu bisa dilakukan bersama. Ditambah dengan perlindungan "bebas aksi dan bebas rencana dari FWD, passion saya menulis dan berbagi, menjadi semakin meresap di-hati sebagai mimpi kesuksesan seorang sociopreneur, si pengusaha yang jadi pembisik pengusaha. Aamiin!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H