Pada tulisan sebelumnya, saya menjanjikan laporan pandangan mata dan foto-foto yang update mengenai kondisi Buyat dan Ratatotok, tempat dimana dulu PT Newmont Minahasa Raya (NMR) membuka operasi tambang emas.
Intinya adalah konfirmasi mengenai Kewajiban Pascatambang NMR di Buyat-Ratatotok, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara yang sudah closed lama dan sekarang hingga 2016 merupakan program-program pascatambang yang dikelola.
Dulu, buyat juga sempat heboh ditahun 2004 ketika gugatan mengenai pencemaran lingkungan dialamatkan ke NMR yang ternyata setelah sepuluh tahun berlalu dan dengan proses berdarah-darah, kesimpulannya tak ada pencemaran dan kasus 2004 lalu lebih karena praktik liar pertambangan warga, bukan secara sistematis dilakukan NMR.
Nah, tulisan ini merupakan sedikit tulisan awal yang akan saya post secara bertahap di blog UC dan juga beberapa saya tulis di kompasiana tercinta. Sebagai janji dan harga diri seorang lelaki #halah untuk menceritakan pandangan mata, apabila memang saya berkesempatan berkunjung ke Buyat. Dan memang, kesempatan itu, alhamdulillah saya dapatkan atas undangan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) yang saat ini membuka tambang tembaga di kawasan Batu Hijau, Sumbawa Barat.
Post hari ini dikhususkan pandangan mata saya di Mesel Pit, nama Pit tambang yang dulu menjadi pusat pengerukan sumberdaya mineral Indonesia, yaitu emas.
Bersama dengan beberapa orang, sebagian besar fotografer-videografer kenamaan di Indonesia, saya berkesempatan mengabadikan sendiri dengan kamera ponsel yang apa adanya, tentang kondisi Buyat-Ratatotok setelah ditinggal NMR. Berikut ini reportasenya.
Naik-naik ke Puncak Hutan
Menaiki mobil “Rambo” (Jeep bak terbuka) dan sebuah mobil 4x4 lainnya, saya dan 5 orang undangan lain serta guide dari NMR dan NNT menelusuri jalan menanjak, berliku dan off-road menuju titik paling aman untuk mengabadikan kondisi PIT TAMBANG yang dulu menganga. Viewing point ini diatas ketinggian yang cukup, untuk melihat pit. Dulu, tempat ini adalah juga viewing post ketika tambang masih beroperasi.
Dengan bekal pengalaman di NNT yang lalu di dalam benak saya, maka saya berasumsi akan ada gurun tandus dan berdebu menuju lokasi. Namun ternyata, perjalanan dikelilingi oleh hutan lebat yang bahkan hampir tak terjamah. Jalan tambang pun sudah berubah menjadi setapak dengan tanah berlumpur. Sebuah ekosistem hutan yang cukup alami.
Tiba dilokasi, kami harus meninggalkan kendaraan dan berjalan sekitar 500 meter ke tempat yang dituju. Melalui hutan rimba. Yup, hutan. Sedikit banyak, saya lega. Sebab artinya reklamasi berjalan. Entah nanti di pit, saya akan lihat.
Sembari diperjalanan, sedikit mengorek informasi dari sopir, yaitu Pak Jerry. Beliau mengatakan bahwa kanan-kiri memang sudah menjadi hutan, dan tidak hanya sekedar itu. Ada kriteria-kriteria hutan (buatan) yang harus dilakukan NMR sebagai kewajiban oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Mulai dari jarak antar pohon harus sekian, tanah humus harus memiliki kadar sekian dan juga tutupan atas (kerimbunan) pun harus pas dan sesuai agar tidak banyak matahari masuk. Wuih, kriteria yang detil dan ini semua, dilakukan NMR, khususnya Departemen Enviro yang memiliki jobdesk ini dan yang saat ini masih berada di Buyat-Ratatotok ditugaskan untuk memonitor dan menjaga keadaan.
Tiba di lokasi, tanpa buang waktu kami segera bergegas ke ujung. Mulai-lah kita beraksi. Sebab, semua undangan merupakan orang-orang yang harus mengabarkan. Orang-orang yang dititipi oleh masyarakat untuk memberitakan. Foto, tulisan, dan video menjadi instrumen kami. Yuk mari..
Beginilah situasi saat ini. Semua sudah menghijau. Pit tambang sudah menjelma menjadi danau. Menjadi hutan yang benar-benar sudah alami. Suara monyet seperti bekantan atau Siamang saya dengar bersahut-sahutan di bawah. Beberapa burung, termasuk Elang mengitari danau yang hijau. Bentukan dari pit tambang di masa lampau. Kanan kiri hutan lebat. Nyaris tak menyisakan jejak kalau ini sebuah area tandus dengan bolongan menganga yang seram.
Di ujung horison, teluk Buyat terlihat. Disanalah ujung penempatan tailing tambang ini dulu. Disana pula dikabarkan pencemaran yang lebih sepuluh tahun lalu menjadi berita heboh di Indonesia. Terlihat desa buyat yang kelihatan hidup. Garis panjang pantai di teluk buyat ini yang menjadi saksi bagaimana aktivitas bekas tambang berpadu dengan gerak natural dari alam menciptakan lingkungan ekosistem yang saat ini ada.
Kurang puas dengan tangkapan kamera, kami lantas melewati pagar pembatas, menuju ujung. Juga naik ke pagar untuk mendapat view lebih lebar. Lama kami memotret, mem-video-kan dan juga mencari “celah” untuk bertanya apabila ada hal yang tak “lazim”. All is great. Penampakan dan suara burung, riuh-rendah suara monyet serta hijau-nya pepohonan dan biru-nya lautan yang dibatasi oleh pagar alami perkampungan penduduk, kelihatan jelas.
Malam sebelum ke lokasi ini, kami diberikan paparan bagimana beberapa riset menunjukkan bekas area tambang ini memenuhi kriteria kembali ke alami. Bahkan burung-burung yang memiliki pola migrasi utara-selatan melewati lokasi ini dan mampir. Ini diklaim sebagai bukti bahwa hutan di sekitar Mesel pit ini sudah sedemikian alaminya sehingga menarik minat satwa liar untuk mampir dan juga berkembang biak. Sebelumnya saya hanya mencatat, dan saya buktikan juga hari ini.
Puas memandang dan mengambil gambar, kami kembali menelusuri jalan setapak menuju mobil. Kebun Raya, begitu katanya daerah ini akan dijadikan. Pemerintah daerah setempat yang akan mengelola pasca NMR hengkang tahun depan. Selesai sudah tanggungjawab mereka dan sudah waktunya, pemerintah dan masyarakat bahu membahu mengelola “eko-wisata” yang indah di Buyat-Ratatotok sembari terus meningkatkn perekonomian yang sebelumnya di boost up oleh keberadaan tambang. Tentang peran pemda ini, saya akan coba uraikan pendapat saya di lain tulisan. Ini sedikit dokumentasi video perjalanan di truk 4x4 dari saya.
Renungan dan Harapan Esok Hari
Kembali berada di bak mobil di belakang di perjalanan pulang (sebelumnya saya berada di dalam sehingga sempat mengobrol dengan Pak Jerry) saya berpikir. Menjaga netralitas (keseimbangan pendapat dalam hal tambang), saya berandai-andai. Kata seorang teman, Newmont punya reputasi buruk di dunia.Saya koneksikan lagi dengan pengalaman di NNT. Mendapat informasi bahwa Newmont di Indonesia adalah Newmont yang memiliki mining best practices tertinggi di banding (tambang Newmont) yang lain. Dan saya nyatanya mengalami hal yang sama. Mulai safety hingga lingkungan. Jika dikoneksikan, mungkin benar. Saya ga mikirin lokasi tambang lain. Sejauh yang saya lihat di Batu Hijau dan Buyat, itulah yang saya kabarkan.