Mohon tunggu...
Unggul Sagena
Unggul Sagena Mohon Tunggu... Konsultan - blogger | educator | traveler | reviewer |

Asia Pacific Region Internet Governance Forum Fellow 2021. Pengulas Produk Berdasarkan Pengalaman. Pegiat Literasi Digital dan Penyuka Jalan-Jalan.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Antara Ramalan, Hasil dan Faktor X di Piala Dunia Afsel

5 Juli 2010   02:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:05 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Pendahuluan

Tulisan ini hendak mendeskripsikan dan memberikan pendapat bahwa segala aktivitas bawah sadar di ajang Piala Dunia Afrika Selatan memang tidak terlepas dari “takdir” yang maha kuasa, dengan didorong oleh berusaha yang maksimal. Usaha yang berasal dari Kerja keras dan skill pemain, ditambah kekompakan tim, pelatih yang mumpuni dan strategi yang brilian. Bukan dari hitung-hitungan prediksi, ramalan, dan numerologi angka ajaib yang banyak berkembang setiap gelaran bergengsi persepakbolaan antarbangsa ini dimulai.

Amerika Selatan dan Afrika Selatan. Tumbangnya Brasil di Piala Dunia 2010 mengejutkan banyak orang. Terutama pendukung tim Samba yang katanya, didukung pula oleh warga Afrika Selatan setelah tim kesayangannya kandas dibabak penyisihan sebelumnya. Dukungan publik Afsel sangat beralasan, paling tidak ditinjau dari beberapa hal. Pertama, kesamaan sejarah dimana terjadi ketimpangan sosial pada sistem penjajahan dan eksploitasi masa lampau terhadap kedua benua. Sama-sama penguasaan ekonomi pemerintahan ditangan bangsa Eropa. Kedua, kesamaan kultur. Yang dimaksud dengan kultur ini adalah sepakbola yang di Afrika Selatan dan sebagian Afrika pada umumnya menjadi “milik” orang kulit hitam dibanding olahraga lain yang sudah menjadi “lifestyle”nya kulit putih misalnya Rugby. Sebuah kenyataan pahit, bahwa di Afrika Selatan, Sepakbola merupakan ikonnya orang kulit hitam saja. Ini kenyataan di lapangan. Ketiga, mungkin tidak ada hubungan langsung namun secara emosional bersentuhan yaitu masalah “selatan-selatan”. Kesamaan geografis disudut tengah dan selatan menyebabkan dukungan lebih cenderung ke Amerika Selatan. Anti eropa, mungkin salah satu faktor berikutnya. Apalagi, rejim Apartheid yang membedakan warna kulit baru saja berlalu, 16 tahun yang lalu. Lalu, apa yang terjadi. Publik Afsel dikecewakan oleh tumbangnya Brazil. Dan menyusul Argentina dari perebutan tempat terhormat di Piala Dunia. Apa daya, Hingar bingar vuvuzela dan voodoo yang lekat dengan kultur masyarakat Afrika tidak mampu menyelamatkan nasib Brasil. Tarian mistis yang seringkali dipertontonkan dibangku penonton, pada saat tim-tim asal benua hitam berlaga, seakan tidak bermakna. Bahkan, asumsi bahwa “jago kandang” akan berbuat banyak, didukung oleh kekuatan gaib lainnya yang seringkali ditambah-tambahkan sebagai “kekuatan kedua” di alam bawah sadar, tak mampu merubah keadaan. Prediksi dan Ramalan. Ada hal yang menarik. Sebagai manusia modern, baik di luar negeri maupun (apalagi) di Indonesia, ternyata untuk event-event tertentu seperti ini masyarakat tetap percaya sekali dengan ramalan. Ya, saking percayanya, di televisi laris sekali program-program SMS Ramalan semacam zodiak, karir, cinta dst. Bahkan meninggalnya Mama Lauren, salah seorang peramal, sempat menghebohkan. Masyarakat prismatik seperti di Indonesia memang rentan dengan kepercayaan terhadap seseorang dengan ketinggian ilmu metafisik. Siapa yang kebal, bisa meramal, merubah nasib dianggap hebat. Padahal kita tidak tahu bersekutu dengan jin mana si orang pintar tersebut. Di Piala Dunia, hal yang sama terjadi. Bukan sekali dua kali berita dan prediksi dengan “metode ramalan” yang akurat dan juga kadang disebut “ilmiah”, entah darimana ilmiahnya berasal. Padahal, seperti yang sudah dikemukakan di awal, kalaupun benar mistis-mistis itu powerful, tidak dijelaskan kenapa tim-tim yang katanya membawa segerombolan dukun untuk memenangkan pertandingan justru keok. Masih segar diingatan, adanya ritual di tribun penonton pada Piala Dunia 2006 yang dipertunjukkan salah satu supporter tim asal Afrika. Lengkap dengan tarian dan bakar-bakar “menyan” dikursi penonton. Hasilnya, tetap kalah. Kali ini pun, Brasil yang katanya didukung massa Afrika juga kalah. Namun pengalaman-pengalaman ini tidak membuat surut fenomena prediksi ramalan, dan kemampuan mengubah hasil pertandingan melalui kegiatan metafisik. Jika dalam sinema “God of Gamblers” yang sangat sukses di era 80-an kita melihat trik merubah kartu menjadi As dengan digosok-gosok dengan tangan, maka semua oran sepertinya tetap berharap (dan percaya?) kekuatan ini bisa melampaui kekuatan maha besar, dari Tuhan. Selain melalui orang pintar, dukun, paranormal, dan juga Pesulap (magician) semacam Dedy Corbuzier yang memprediksi dan menggantung kotak hasil prediksinya untuk dibuka didepan umum pas Final Piala Dunia, masyarakat (bahkan yang modern) juga percaya ramalan seekor HEWAN. Ya, seekor Gurita asal Jerman pun sering “dimintai pendapat” tentang pemenang Duel di Sepakbola. Paul, gurita tersebut sudah sering dijadikan rujukan para Fans bola di Jerman. Tidak berlebihan, tahun inipun, para pendukung Jerman, negeri rasional dan modern, masih juga menggantungkan harapan pada si Paul. Ya, seekor Hewan! Ramalan lain yang menarik adalah mengenai Argentina di 2006. Ada kalkulasi angka ramalan yang menyatakan Argentina yang pegang mahkota juara. Bahkan agak-agak tidak masuk akal. Sampai-sampai dikatakan pada saat setelah menjuarai Piala Dunia tahun dikisahkan sang Superstar, Maradona didatangi sebentuk malaikat di ruang ganti dan memberikan info bahwa Argentina akan mengalami masa terpuruk hingga 20 tahun.. itulah yang membuat Si Tangan Tuhan tiba-tiba menjadi frustasi dan terperangkap obat-obatan. Dan 2006 menandai come backnya Argentina. Nyatanya? di Piala Dunia 2006, negaranya Evita Peron ini lagi-lagi gagal. Cocok dengan lagu yang terkenal di film berjudul sama yang diperankan aktris Madonna, “Don't cry for me Argentina”. Numerologi dalam Prediksi. Angka-angka memang seringkali dikalkulasi. Bahkan beredar saat ini informasi angka ajaib, 3964. Dikatakan, angka ajaib ini selalu muncul ketika angka-angka lain, berdasarkan ukuran tertentu, misalnya tahun Piala Dunia, diutak-atik. Hasil hitungannya adalah pemenang Piala Dunia. Misalnya seperti ini : Brasil adalah pemenang Piala Dunia 1962. Kemudian pada Piala Dunia 2002, Brasil juga menjuarainya. Tambahkan angka: 1962 + 2002 = 3964 (angka ajaib). Brasil juga pemenang Piala Dunia 1970. Kemudian pada Piala Dunia 1994, Brasil juga menjuarainya. Tambahkan angka: 1970 + 1994 = 3964. Jerman adalah pemenang Piala Dunia 1974. Kemudian pada Piala Dunia 1990, Jerman juga menjuarainya. Tambahkan angka: 1974 + 1990 = 3964. Argentina adalah pemenang Piala Dunia 1978. Kemudian pada Piala Dunia 1986, Argentina juga menjuarainya. Tambahkan angka: 1978 + 1986 = 3964. Siapakah yang akan menjuarai Piala Dunia 2010 kali ini ? Pada Piala Dunia 1954, Jerman adalah pemenangnya. Coba tambahkan angka 1954 dengan angka 2010, maka ketemunya adalah angka 3964 (angka ajaib). Berdasarkan perhitungan angka ajaib tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemenang Piala Dunia 2010 nantinya adalah JERMAN (Perhatikan sekali lagi: 1954 + 2010 = 3964) ! Oke, percaya? Saya tidak percaya numerologi semacam itu. Sebab tahun 2006 pun SUDAH ADA hitung-hitungan yang disebut “Numerologi” seperti ini. Untuk lebih menunjukkan hasil yang tidak sama, saya ambil salah satu sumber numerologi Piala Dunia dari forum berbahasa Inggris, tahun 2006 silam, pada saat event Piala Dunia digelar. Yaitu : Brazil won the world cup in 1994. Before that, he had won this title for the last time in 1970. If you add up: 1970 + 1994 = 3964 Argentina won the world cup for the last time in 1986. Before that only in 1978. And 1978 + 1986 = 3964 Germany, though, won the world cup in 1990. Before that, Germany won in 1974. Look: 1990 + 1974 = 3964 This could lead us to guess the winner of the World Cup in 2002, since it should be the winner of the 1962 World Cup (In fact 3964 - 2002 = 1962). And Brazil won the world cup in 1962! And, in fact, Brazil won the 2002 World Cup. This numerology seems to work. And now, who would be the winner of the 2006 world cup? Let’s see, 3964 - 2006 = 1958. And who won in 1958? Oh, sh*t…. Brazil did! Faktanya, pemenangnya kita semua tahu, Italia! Setelah adu penalti dengan Perancis. Jadi, jangan percaya begitu saja. Faktor X dan Kesetimbangan Alam. Kembali ke berbagai prediksi. Lalu, apabila terjadi kesalah-kalkulasi-prediksi-an, apa pertanggungjawabannya? Dan siapa yang bertanggungjawab. Konsep yang selalu dijadikan alasan adala “Faktor X”. Sebuah BEA (Blame, Excuse, dan Apology) dari ramalan yang tidak benar. Misalnya, Seharusnya Argentina juara di Piala Dunia 2006, namun faktor cederanya Kiper dan diganti kiper cadangan mementahkan ramalan sehingga “tiba-tiba” Argentina menelan pil pahit. Atau, faktor seragam biru Brazil yang merupakan seragam BIRU “pembawa sial” Piala Dunia akibat tulah Italia dan Perancis, dua seteru, dua MANTAN Juara yang tersingkir. Rekor ini diulangi oleh Brazil baru saja. Sebagai BEA, pendukung dan pembela prediksi ramalan mengatakan ada hal-hal yang mematahkan “mantera” sehingga terjadi tidak seharusnya. Kesetimbangan alam dan harmonisasi mantera seakan terkoyak kala sundulan Zidane kepada Materrazi menyingkirkan prediksi Perancis sebagai jawara tahun 2002. Tak pelak, faktor X menjadi salah satu hal yang disalahkan pada saat kegagalan Brasil vs Belanda. Hal yang juga sama, ketika ramalan Joyoboyo mengenai pemimpin bangsa (baca : Indonesia) meleset. Pemimpin negeri ini menurut sang tokoh ramal jaman sejarah ini adalah NOTONOGORO (menata negara) dengan diyakini oleh masyarakat (khususnya orang Jawa) sebagai SoekarNO, SoeharTO, dan pemimpin dengan salah satu namanya memuat NO yang lain. Nah, konsep ini gagal karena ada faktor X, yaitu REFORMASI disela sama HABIBIE, dan berikutnya WAHID hihi.. baru naik lagi, Legacy NO yaitu Megawati Soekarno Putri. Konsep ramalan Joyoboyo ini bahkan bisa menjadi kendaraan sosial kultural bagi pihak tertentu untuk mendapatkan dukungan untuk perhelatan akbar mencari pemimpin bangsa (bahasa inggirsnya tentu bukan Indonesia Got Talent). Law of Attraction & Kebetulan yang Berulang. Sudahlah, tidak usah ramal meramal, percaya dengan hal seperti itu tidak membuat Indonesia lebih baik. Bahkan sifat dan sikap seperti ini berujung kepada ketertinggalan pola pikir yang akan menjadi bumerang bagi bangsa ini. Segala supestitius, tahayul, ramalan, judi, dadu, mistik, metafisik, jangan menghalangi yang rasional. Percaya saja bahwa “Bola itu Bundar” dan percaya Tuhan YME yang sudah mengatur. Semua bisa terjadi. Namun semakin dekat dengan impian ketika ada perjuangan. Melihat permainan Argentina ketika dilibas Panzer tanpa balas, 4-0, sepertinya wajar. Karena penulis sendiri melihat, hanya ada satu pemain di Argentina, yaitu Carlos Tevez menghadapi 10 pemain lawan di lapangan. Sesekali Di Maria memberikan bantuan. Artinya, Dimana ada perjuangan, disitu ada jalan. Apalagi berjuang “dengan barisan yang rapi”. Bahkan, dalam Sholat berjamaah pun kita harus lurus dan rapi. Barisan rapi jerman, dikalkulasi dengan benar dengan kekompakan, strategi brilian dan instruksi pelatih. Dikalikan, tambahkan, dan kurangi dengan kecerobohan. Hasilnya sama dengan kemenangan. Itulah numerologi yang masuk akal. Numerologi ini juga selalu terjadi di pertandingan lain, dengan pola hitungan yang berbeda. Lalu, bagaimana apabila ramalan itu benar? Prediksi itu akurat, perkataan itu manjur? Bagaimana kalau memang, Paul, si Gurita asal Jerman memang benar? Jawabannya juga sederhana. Sudah ada teori mengenai ini. Namanya “Kebetulan yang berulang”. Dalam sebuah kebetulan, wajar saja terjadi perulangan, bahkan tiga, empat hingga lima kali. Hal yang sama, jika dicari-cari angka-angka ajaibnya tentu bisa dilakukan. Tapi itu bukan sebuah rahasia. Paul, mungkin memprediksi benar. Tapi itu kebetulan saja, bukan “bisikan” setan. Apalagi bisikan Tuhan. Sebagaimana tangannya Maradona yang handsball sebelum merobek jaring lawan, tidak ada tangan Tuhan dalam hal ini. Memangnya, Tuhan akan memilih siapa yang akan dimenangkann-Nya? Tuhan, tidak bermain dadu. Kebetulan Paul, juga kebetulan yang lain. Kebetulannya Zhuge Liang ketika ilmu astronomi dan astrologi belum lagi dikenal. Dan Anda, bisa juga memprediksi dan meramal. Jika dua atau tiga kali benar, Anda termasuk beruntung, namun bukan paranormal bukan? Kedua, ada yang disebut dengan energi positif (epos). Psikolog juga memberikan teori mengenai Law of Attraction (Hukum Ketertarikan) yang merupakan magnet energi positif yang ada di tubuh manusia itu sendiri. Sedangkan Prof Surya mendeskripsikannya sebagai Mestakung (Semesta Mendukung). Semuanya mengacu kepada sebuah daya yang muncul akibat adanya hal positif yang terucap atau terpikir. Dalam kasus ini, ketika diprediksi Jerman sebagai juara, maka tim jerman terbangkit energinya tanpa sadar, penonton dan supporter meningkatkan reaksi gelombang elektromagnetik. Hasilnya, dari otak, ke saraf, dan gerakan otot dan fisik yang semakin baik dan energi yang bahkan tidak dapat dibayangkan, dapat terjadi karena dorongan spiritualitas yang tinggi. Jadi, faktor law of attraction menjadi semacam "sugesti" yang pada akhirnya, ketika diyakini dengan sangat positif menghasilkan kejadian yang kadang, bahkan sama persis! Ini sudah diakui oleh berbagai kalangan sebagai salah satu faktor pembentuk hasil. Bahkan, agama pun menyatakan bahwa, menurut Islam, "Allah tidak merubah keadaan suatu kaum, kecuali dengan berusaha". Ini hasil yang wajar dan masuk akal. Penutup Dalam permainan, kadang peluang tipis, tapi tidak Nol. The Chance is Zero, but Not Null. Itu kata orang optimis. Jangan sampai kalau Indonesia gagal, bahkan pembaca sendiri yang gagal, dalam berbisnis, misalnya, menyalahkan faktor X. Seperti kata Tung Desem Waringin, motivator bisnis yang istilahnya penulis kutip, hindari Blame, Excuse dan Apologize (BEA). Sebab itulah sifat orang GAGAL! Tidak ada cara lain selain kerja tim. Man proposed, God disposed. Biarlah manusia berusaha, Tuhan jua yang menentukan. Dan apabila satu tim merengkuh tahta piala dunia, biarlah dunia tahu, itu karena hasil kerja keras dan tim negara yang bersangkutan memang pantas mendapatkannya. Bukan dari wangsit bukan pula karena ramalan sehingga mereka menang. Jika mau berandai-andai dan untuk Have Fun saja, silakan. Namun numerologi, ramalan, dan prediksi tidak lebih berhitung dengan dadu. Sebuah kegiatan, yang semua orang, termasuk Anda, bisa melakukannya. Jika benar, itu adalah kebetulan benar. Jika tidak, ya kebetulan salah. Selamat menonton Piala Dunia dan semoga tim yang dijagokan oleh Anda berhasil menang. Siapa tahu, sesuai dengan prediksi. Prediksi Anda sendiri, bukan dari ahli prediksi dan ramal meramal!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun