Selama ini, keberhasilan Linux dan Open Source menjadi pengganti aplikasi bajakan yang kerap didengang-dengungkan oleh banyak aktivis open source seakan memang mitos. Memang, fakta dunia menyatakan perusahaan-perusahaan beralih ke open source demi banyak pertimbangan, salah satunya penghematan anggaran dan tingkat keamanan yang lebih baik, termasuk menghindari virus.
Namun demikian, di Indonesia, tak banyak kita dengar kisah yang sama. Mungkin, pemerintah kota Pekalongan, yang sudah beberapa tahun ini memakai Ubuntu di lingkungan pemerintahan, atau Jembrana di Bali yang kita dengar. Dan itu udah lama. O-Em-Ji, Indonesia seluas ini baru satu-dua?
Di tanggal 27 Maret 2014, kebetulan undangan launching buku dan diskusi ""Open Source, Jalan Bebas Terbuka : Seluk Beluk Tentang Migrasi Open Source Pemda Aceh Tengah dan Yogyakarta" yang bertempat di Ruangan Puri 8 Hotel Puri Denpasar, Jl. Denpasar Selatan No. 1, Kuningan, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta 12950
Ini menarik, karena salah satunya tujuan acara ini adalah memperkenalkan (pada dunia --ceilee) bahwa ada juga pemerintah lain yang sukses baru-baru ini. Untuk itulah, acara ini sebenarnya demi menyuguhkan ke masyarakat bahwa benar loh, migrasi (berpindah) sistem operasi dan berbagai aplikasi secara keseluruhan, dari Microsot Windows based ke Linux based di pemerintahan ternyata ada, dan berhasil.
Dan juga memberikan berbagai diskusi bagaimana memigrasikan itu butuh waktu, tenaga, dan juga strategi yang tepat agar tak menjadi gagal (balik lagi ke OS lama yang proprietary dan parahnya, bajakan).
Migrasi Open Source Software (OSS) adalah salah satu program yang dilaksanakan oleh AirPutih, bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Aceh Tengah dan Pemerintah Kota Yogyakarta. Migrasi OSS disini adalah perpindahan dalam penggunaan perangkat lunak ilegal ke perangkat lunak berkode sumber terbuka atau istilahnya Open Source Software.
Dalam kesempatan ini, hadir untuk presentasi dan sharing, perwakilan dari Aceh Tengah selaku kabupaten yang sudah memigrasikan, serta dari Pemerintah Kota Yogyakarta serta komunitas Pengguna Linux Takengon (Pelita) dan Jogja Open Source (KPLI Yogyakarta) pada sesi pagi hari.
Siangnya, hadir dua tokoh nomor satu di dunia Linux dan Open Source yaitu Kang Onno W Purbo, tokoh IT Indonesia yang kita semua tahu dan Pak Rusmanto, bapak Linux Indonesia yang juga direktur Nurul Fikri Computer membahas lebih jauh "what's next" dari upaya migrasi ini dan terbitnya buku ini.
[caption id="attachment_301849" align="aligncenter" width="300" caption="diskusi sesi siang bersama pak Rusmanto dan Kang Onno"][/caption]
Buku ini sendiri bukanlah buku yang diedit dengan serius sebagai sebuah "buku populer" namun kumpulan berbagai macam dokumentasi dan testimoni mengenai proses migrasi yang sudah dilakukan. Proses ini memakan waktu yang lama dan memerlukan beberapa tahap, termasuk pada diskusi dibahas juga kendala-kendalanya dan bagaimana kesuksesan bisa terjadi.
Oleh karenanya, buku ini memang tidak dijual, tapi didistribusikan untuk kepentingan pengetahuan. Jika ingin mendapatkannya, silakan hubungi Yayasan Air Putih saja ya!
[caption id="attachment_301853" align="aligncenter" width="300" caption="cover buku migrasi OSS di Aceh dan Yogyakarta"]
![1396604859836568717](https://assets.kompasiana.com/statics/files/2014/04/1396604859836568717.jpg?t=o&v=770)
Isi buku ini mencakup latar belakang mengapa Air Putih muncul di Aceh hingga kontak ini berdampak positif kepada ide migrasi secara penuh yang didukung oleh masyarakat lokal, dalam hal ini pengguna Linux dan FOSS yang ada.
Selain itu, tentu Yogyakarta diceritakan juga melalui program JGOS (Jogja Go Open Source) yang diinisiasi sejak lama dan berhasil pada tahap terakhir ini.
Tip trik, strategi dan kendala dibahas pula, sehingga diharapkan menjadi panduan bagi (pemerintah) daerah lain untuk migrasi dengan sukses. Termasuk perlunya "mengelola pengetahuan" alias menulis dokumentasi agar lebih bermanfaat, serta mudah diterapkan ditempat lain.
Pada pertengahan buku hingga terakhir, terdapat Panduan Penggunaan LibreOffice (pengganti MS Office) sehingga memang buku ini multifungsi dan bersifat panduan praktis juga. Saya justru tertarik di bagian ini karena bisa langsung praktik bagaimana menggunakannya dengan mudah, dan panduan ini dibuat sedemikian rupa memang untuk orang awam.
Salah satu yang menarik adalah, justru mudah mengedukasi orang yang tak pernah kenal komputer daripada yang "nanggung" karena tau dikit, dan taunya dengan jendela saja, sehingga lebih susah "diajarin" hehe.. butuh lebih dari sekedar "hidayah" agar open source yang seharusnya 100% diterapkan di pemerintahan ini (dan sudah jadi kebijakan) dapat dijalankan.
Sebagai seremonial, ditandatangani oleh tiga perwakilan, yaitu dua dari pemerintah Aceh Tengah dan Yogyakarta serta satu dari komunitas yang menjadi pelaksana migrasi di kantor pemerintahan tersebut yang diwakili oleh INFEST Yogya.
[caption id="attachment_301876" align="aligncenter" width="300" caption="penandatangan banner migrasi oss di yogya dan aceh tengah"]
![1396619875287196083](https://assets.kompasiana.com/statics/files/2014/04/1396619875287196083.jpg?t=o&v=770)
Semoga dengan adanya buku ini dapat menambah banyak pemerintah daerah yang bermigrasi dan deklarasi Indonesia, Go Open Source! yang dicanangkan sejak 2004 lalu (sudah pas sepuluh tahun!) bisa dilaksanakan. Sebab, seperti paragraf sebelum ini, keberhasilan memasyarakatkan open source dan memigrasikan pemerintahan ternyata perlu lebih dari sekedar hidayah, yaitu diperlukan teladan dan contoh kesuksesan!