Jungkir Balik

Sunyi, tawa itu habis ditelan debu, gelap, dan ruang ksosng ..

-21 Agusutus 2012-

"Pak, dipaggil Pak Bongor", kata satpam
"Oke", kata saya

"Tok tok tok...pagi pak"
"pagi, masuk", kata Pak Bongor.
"ada apa ya pak ?", tanyaku dengan wajah pura-pura polos
"Kamu nggak piket ya di tanggal 19 ?", tanya Pak Bongor dengan nada menghakimi
"Nggak pak, saya sudah koordinasi dengan Pak Tuwek yang piket di tanggal 20 dan meminta Pak Tuwek agar tukeran jadwal piket dan dia setuju pak",
"Nggak bisa gitu", celetuk Pak Bongor. " Kamu harusnya koordinasi dengan saya, saya kan atasanmu, pimpinanmu disini. Untung aja kamu nggak kecelakaan, kalau kamu kecelakaan saya nggak mau tanggung jawab. Kamu masih baru dan kalau saya lihat kamu sok jago. Bisa saja saya laporkan sama pak Manajer bahwa kamu punya mental labil. Memanglah semua jebolan kampus anda nggak ada yang beres. Kamu buat surat peryataan bahwa kamu tidak menjalankan tugas piket di tanggal 19 dan ditandantangani !"
"Oke pak !" jawabku singkat walaupun rasanya ingin teriak lantang sambil menghempaskan tangan di meja bahwa mental saya tidak labil dan kalau saya blunder ya saya bukan almamater saya. Yang membentuk karakter saya adalah diri sendiri dan alam imajinasi saya bukan almamater. Almamater itu hanyalah sebagian dari masa lalu yang hanya berpengaruh pada tambahan huruf pada kolom nama di ijazah.
"Yasudah, kamu keluar !".
Dengan segera saya berdiri, menjulurkan tangan saya dan berucap "Minal Aidin Walfaidzin, pak".
"Iya", kata Pak Bongor yang seolah-olah tak ingin berdamai.

Saya bukan orang yang pandai atau lihai membaca pribadi seseorang, mendidik seseorang, dan memimpin seseorang. Yang saya tahu adalah saya ya saya yang hidup di dunia untuk mencari tawa, bukan migrain, pusing ataupun banyak pikiran.
Ngomong-ngomong soal pemimpin, Pak Bongor itu adalah pemimpin yang sudah berpengalaman menjadi pemimpin. Mungkin rambutnya yang mulai memutih adalah bukti sahih dari perjalanannya sebagai pemimpin. Banyak hal yang ingin saya keluhkan kepada Pak Bongor mengenai kepemimpinan. Namun saya selalu mengurungkan niat karena saya tahu, orang-orang dulu selalu beranggapan bahwa pengalaman adalah guru terbaik. Tidak salah mereka beranggapan begitu, akan tetapi lebih indah jika mereka mengikuti perkembangan alam, manusia, dan zaman. Tidak semua pengalaman masa lalu bisa dijadikan guru di masa sekarang. Contohnya, di masa sekarang seorang fotografer yang sudah bekerja 10 tahun dgn menggunakan film, pasti akan kalah hebat dengan seorang fotografer yang sudah bekerja 1 tahun menggunakan kamera digital. Intinya, kita harus menyatu dengan alam sekitar, zaman, teknologi, dan manusia. Jangan sok munafik dengan mengatakan perkembangan teknolgi hanya membawa kehancuran. Manusialah yang membawa kehancuran di alam ini. Kita hanya bisa mengambil keuntungan dari alam, kita egois, tak pernah memberikan umpan balik ke alam ini. Seorang pemimpin yang "expertis" harusnya menjadi lebih bijak daripada seorang pemimpin yang "amatir". Mereka harusnya menanggapi semua pendapat para "amatir" dengan bijak bukan dengan membalas semua pendapat dengan kata-kata "sok jago kau atau sok pintar kau".
Dengan reflex yang melebihi reflex Gianluigi Buffon, tanganku mengambil Blackberry dan mengetik pesan pribadi "kalo saya blunder ya saya, jangan bawa almamater saya. Karakter saya bukan dibentuk oleh almamater, tapi diri sendiri dan alam imajinasi saya !"

Krinng .... suara BBM masuk yang menyadarkan alam fisikku.

Cullen : "Ada apa ? Dimarahi kah ?"
Saya : "Ah, mau tau aja kau".
Cullen : "Mana tau ada yang mau dicurhatkan dari disimpan sendiri. Jadi penyakit nanti".

Sejenak terlintas dipikiran saya, curhat ? dengan laki-laki ? Bahaya ini anak. Kembali saya melihat monitor Blackberry saya, sembari berpikir kata-kata penolakan yang bagus dan sedikit menyatakan bahwa saya ini laki-laki tulen.

Saya : "Tidak semua hal perlu dicurhatkan"
Cullen : "Ya mana tau, daripada mengeluh"
Saya : "Mengeluh itu manusia"
Cullen : "Tapi katamu menegeluh itu bagus dicurhatkan pada tempatnya"
Saya : "Iya bodo, dan hati sendiri juga bisa menjadi tempaat terbaik"
Cullen : "Ooo ya sudah niatku sih baik, tak ada sedikitpun niat menyakiti"

Tiba-tida terlintas pikiran aneh yang beranggapan bahwa si Cullen ini kok lebay amat ya .... Cari kata-kata apalagi ini ?! Seperti orang bermeditasi, saya duduk di atas jok motor sambil menutup mata. Dan kata-kata terbaik yang terlintas adalah ..

Saya : "Kampreeettttttt !"
Cullen : "Lha, kok malah dikata-katai ?"
Saya : "Kampretlah pokoknya"
Cullen : "Hahaha, ceritalah ! Apa perlu ku telepon ?"

Makkk, apaan lagi ini anak sampai mau nelpon-nelpon .. Bahaya .. Bahaya ... Sekilas mata saya melirik ada tulisan SOS yang menunjukkan sinyal hp saya hilang. Sekilas lagi mata saya melihat SOS telah berubah menjadi balok kecil yang lurus sebanyak 3 batang.

Saya : "Nggak perlu, kampret !"
cullen : "Yasudah, cemunguddhhh !"

Sejenak aku berpikir, apa memang perlu curhat ya ? apa curhat itu harus dengan orang lain ? apakah hati ini bukan teman curhat yang terbaik ? dan apakah mengeluh itu bisa menjadi penyakit ? Pertanyaan terakhir akan dijawab "YA" untuk orang yang masa kecilnya didoktrin oleh orang tuanya dengan hal-hal konyol. Seperti, doktrin kalo bangun siang, nanti rezekinya dipatok ayam. Sejak kapan ayam bisa mematok rezeki ? Atau doktrin lagu "Balonku" yang mengajarkan bahwa bunyi balon pecah itu "tarrr", hingga suatu hari si anak bermain petasan dan lupa melempar, tarrrrr ... Horee balonku pecah, sambil menangis, pulang, dan mempertanyakan ke orang tuanya kenapa balon bisa membuat tangan terluka. (Mungkin) juga seperti doktrin-doktrin gereja yang mengatakan Tuhan itu tiga, Tuhan itu tritunggal yang akhirnya membuat si anak sampai sekarang dengan bangganya mengatakan bahwa Tuhan itu tiga.

Curhat. Curhat itu adalah curahan hati atau dalam arti kasarnya curhat itu mengeluh. Mengeluh itu manusia. Mengeluh itu tidak salah dan tidak menjijikkan, kecuali megeluhnya via sms "Qaqa, aKyU mAuH maTii", yang kemudian dibalas "barengan yoookkkk". Saya teringat dengan teman saya si cullen, Cullen yang dikenal di angkatan kampus saya dengan julukan "si raja mengeluh". Setiap orang yang berjumpa dengannya, yang ditanyakan bukan "apa kabar ? sehat?" melainkan "masih suka mengeluh, len ?".
Munkin juga sampai ada yang mendoakannya agar tidak mengeluh lagi yang ternyata tidak berhasil atau belum dijawab Tuhan atau tidak dikabulkan Tuhan karena Tuhan tahu bahwa mengeluh itu salah satu komponen dari kesempurnaan. Banyak orang yang tidak mau menanggapi keluhan-keluhan orang lain kecuali dokter dan itupun karena tidak gratis.

"Pak Alone, Pak Alone", suara Pak Kumis memanggil Pak Alone yang secara tidak sengaja membuyakrkan pikiran negatif saya.
"Lanjut pak, informasi ?"
"Pak, butuh unit truk untuk ngangkut buah nggak ?"
"Butuh pak, saya minta 2"
"Pak, kalau butuhnya 2 bilang aja butuhnya 3. Kalau bilang 2 nanti dikirim 1, makanya bilang 3 aja ya pak"
"Oiya pak, 3 aja berarti"
"Minta 3 aja Pak Kumis", kata Pak Bongor yang ikut-ikutan membantu rencana berbohong Pak Alone dan Pak Kumis
"Oke, saya sampaikan ke Kantor Transport dulu", kata Pak Kumis dengan logat Medannya.

"Whaaatttt ? Apa-apaan ini ini ?" jeritku dengan mempraktekkan gaya selebai-lebainya tapi tetap masih kalah dengan kelebaian teman saya si Tirta.
"Ngaak usah lebay deh lu, bet", kata monitor laptop dan seharusnya saya berterima kasih padanya karena telah menyadarkan saya dari virus lebai.

Jungkir balik sudah, mampus sudah dunia ini. Ketika bohong dikatakan jujur, dan jujur dikatakan bohong. Dunia ini seakan-seakan telah jungkir balik. Siapa dalangnya ? Manusia ! Manusia yang konon ditakdirkan menjadi makhluk paling mulia telah membuat dunia jungkir balik. Saya pernah menonoton film yang berjudul "The Invention of Lying". Sebuah film yang menggambarkan dunia tanpa ada kebohongan. Sebuah film yang mempertontonkan wanita yang menolak laki-laki secara mentah-mentah dengan mengatakan "hidungmu pesek dan badanmu bulat, aku tak suka kamu". Sakit memang bila tak ada kebohongan, tapi lebih baik jujur karena biasanya kejujuran itu berujung tawa.

Tawa adalah bahagia. Bahagia adalah tujuan. Tujuan adalah hidup. Hidup adalah keseimbangan. Keseimbangan adalah alam. Alam adalah Tuhan. Tuhan adalah KESEMPURNAAN.