Mohon tunggu...
Undix Doang
Undix Doang Mohon Tunggu... -

Menulis tidak bisa diajarkan, tapi bisa dipelajari.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Benteng Air di Lereng Barat-Daya G. Merapi

1 Januari 2011   18:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:03 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_81174" align="alignright" width="300" caption="Tandon Air (reservoir) Utara pasca rehabilitasi."][/caption]

Warga di lereng G. Merapi krisis air, kecuali di Dusun Gemer, di lereng baratdaya. Air bersih yang melimpah berkat kegigihan warga membela hutan dari penambangan pasir.

Rintik hujan turun ketika beberapa biksu memanjatkan doa syukur atas selesainya pemasangan saluran distribusi air rumahtangga Dusun Gemer, Desa Ngargomulyo, Dukun, Magelang, pada Sabtu siang, 11 Desember 2010. Tembok bercat biru setinggi dua meter di depan mereka, sangat kontras warnanya dengan awan kelabu di atas mereka. Usai berdoa, salah seorang biksu menepuk pipa berdiameter 3 inchi tiga kali. Satu. Dua. Tiga. Seorang biksu lagi membuka keran dan mengambil air. Biksu ketiga membasahi tangan, dan memercikkan air ke Tandon Utama Selatan. Satu. Dua. Tiga. Empat. Selesai sudah doa syukur bersahaja pertanda benteng air di lereng barat-daya G. Merapi ini mulai turun gelanggang. Perbentengan air ini mencakup jejaring pipa pralon  sepanjang 1.348 meter dari berbagai ukuran. Jaringan ini menghubungkan tiga tandon air utama di Dusun Gemer sampai ke keran konsumsi di rumahtangga. Pemasangan jaringan pipa berlangsung dari 4 sampai 10 Desember 2010. Apabila diuangkan, total dana yang dikucurkan ke Gemer untuk membangun benteng air ini sekurangnya Rp23,4juta (naik 27% terhadap anggaran). Disebut "sekurangnya", karena ada bantuan dalam bentuk natura (barang) yang tidak bisa dipastikan secara akurat nilainya. Terlebih lagi, ada unsur perbedaan harga (disparity) dan ongkos kirim yang cukup tinggi selama pengerjaan dibandingkan dengan situasi normal. Dalam hitungan sesungguhnya nilai proyek ini akan naik beberapa persen. Oleh karena itu, nilai rupiah proyek ini disampaikan hanya untuk mempermudah pembaca menakar proyek ini dalam fakta dan angka. Sekurangnya 87% bantuan diguyur oleh BEC (Buddhist Education Centre) Surabaya berupa material (natura). Kehadiran beberapa biksu dan biksuni dari Taiwan, Myanmar, dan Indonesia, mewakili BEC untuk melihat hasil bantuan mereka untuk warga Dusun Gemer. [caption id="attachment_81175" align="aligncenter" width="640" caption="Posisi titik-titik utama sistem distribusi air bersih di Dusun Gemer dipandang dari dari arah baratdaya ke G. Merapi."]

12939051372117945221
12939051372117945221
[/caption] Swadaya warga Gemer ditaksir sekitar 9% dalam bentuk tenaga, makanan, material, dan transportasi. Sisanya, tiga persen, berasal dari komunitas pendaki gunung--baik individual maupun berkelompok--dalam bentuk bantuan keuangan (Rp3,6 juta). Bila dibebankan kepada warga Gemer, setiap keluarga membayar sekitar Rp350.000, beban yang kiranya tidak tertanggungkan dalam situasi bangkrut pasca-erupsi G. Merapi 2010. Pucuk dicinta, ulam tiba Total daya tampung sistem distribusi di Dusun Gemer sebelum rehabilitasi mencapai 6.094 liter. Berkat sumbangan-sumbangan tersebut di atas, daya tampung bertambah 2.239 liter, ditambah kapasitas Tandon Utama Barat yang sebelumnya mati-daya sebanyak 844 liter. Rehabilitasi meningkatkan daya-tampung sistem distribusi Dusun Gemer 37% dibanding sistem distribusi sebelum letusan G. Merapi. Peningkatan pasokan dari mataair belum terwujud ketika laporan sementara ini diturunkan, karena terhambat cuaca buruk. Rehabilitasi mataair akan didanai juga dari sisa uang sumbangan yang masih ada. Laporan akhir pada Februari 2011 akan mencakup produksi air hasil rehabilitasi. Kendati demikian, pembaca tentunya sudah bisa menerka-nerka berapa besar debit air yang melalui sistem distribusi ini. Belum lagi laporan warga, bahwa sekarang pasokan dari mataair merosot separuh dari pra-erupsi. Apa jadinya bila pasokan air normal kembali dan produksi digenjot? Agar ada gambaran, cobalah timbang fakta dan angka berikut ini. Debit air di tingkat konsumen sebelum rehabilitasi 7 ml/detik. Setelah pipanisasi selesai, kucuran air di keran rumahtangga naik 114%, atau lebih deras 80% dibanding kucuran keran PALJA (PAM Lyonnaise Jakarta Raya--perusahaan air minum komersial di Jakarta). Peningkatan sebanyak ini jauh di atas rencana, yang paling banter mengimpikan tambahan 50-60% saja dibanding sebelum pipanisasi. Hitungan ini menyingkap, bahwa, selama ini sistem distribusi Gemer mubazir 60% pada sambungan dan pipa yang bocor. Bila produksi dua mataair Dusun Gemer dinaikkan dari 10% ke 60% kapasitas mataair, serta saluran distribusi dari mataair diperkuat, diperkirakan air bisa mencukupi kebutuhan air rumahtangga beberapa dusun sekaligus di bawah Gemer. Selain konsekuensi pemakaian pralon yang lebih tebal (standar AW) dibanding selang plastik, penghematan didorong keranisasi di setiap rumah konsumen. Sistem distribusi air baru di Gemer ibarat satu dam raksasa sehingga pembukaan keran sia-sia di satu titik, air akan ke luar terus-menerus di titik itu. Apabila seluruh keran dibuka serentak, dalam tempo dua-tiga menit saja, air di dalam sistem akan ludes. Untuk mengisi ulang dengan menutup semua keran, sistem ini memerlukan total waktu empat jam. Sukses keranisasi tidak lepas dari perjuangan pemuka rohani setempat, Romo V. Kirjito Pr, yang bertahun-tahun mendorong keranisasi untuk menghemat air. Setelah sekian lama tersandung masalah biaya, angka-angka berikut ini memperlihatkan maslahat konkret perjuangan keranisasi itu. Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Pada pengukuran 12 Desember 2010 volume air yang melewati sistem ini sekitar 86.400 liter per hari, atau senilai Rp10,3juta per bulan (aturan perusahaan air minum komersial di Jakarta). Bila tidak ada kerusakan parah, sistem ini diperkirakan mampu bertahan lebih daripada 25-30 tahun sebelum dibongkar samasekali. Tapi, bila mengasumsikan sistem ini rusak total pada tahun ke-5 (perkiraan sangat pesimis sesuai siklus letusan G. Merapi), maka sistem distribusi ini sudah memproduksi air 26 kali semahal nilai bantuan donatur. Bila memakai data konsumsi air bersih rata-rata per orang di Indonesia, 144 liter per hari dan ada 225 jiwa, maka Dusun Gemer memerlukan 32.400 liter per hari atau hanya sepertiga kapasitas sistem distribusi ini. Apabila tidak digunakan, kelebihan air sia-sia tersebut setara membakar uang Rp6,5juta setiap bulan. Benteng Air Bantuan material, uang, pendampingan, dan teknologi memang penting dalam proyek ini. Tapi pada kesempatan ini publik perlu mengetahui, bahwa setidaknya sejak 9 tahun yang silam, warga Dusun Gemer sudah menyadari potensi air mereka. Terganjal masalah biaya, mereka paling banter ngotot upaya penambangan pasir di sekitar desa mereka dan menanami tumbuhan baru di hutan desa. Sementara kawasan kaki G. Merapi paceklik air, kini air seolah berkah gaib yang membanjiri Dusun Gemer dan Desa Ngargomulyo pada umumnya. Tidak ada yang gaib di sini. Air yang terus mengalir adalah buah yang kini dinikmati oleh para penanamnya. Berdasarkan pengamatan di lapangan, reruntuhan hutan rakyat masih bertahan. Sempat meranggas, kini pucuk-pucuk daun mulai bermunculan di pepohonan yang seolah mati. Akar-akar pepohonan rupanya masih mampu bertahan hidup dari bombardemen materi erupsi dan sedikit menahan air, lantas meneruskannya ke sumber-sumber air. Menimbang sejarah panjang perlawanan dan ketekunan itu, sudah layak dan sepantasnya BEC Surabaya dan komunitas pendaki gunung mengganjar Dusun Gemer dengan sumberdaya terbaik yang bisa dikerahkan dalam tempo kurang daripada dua minggu sejak observasi lapangan. Menutup laporan sementara ini, baiklah disarikan pokok-pokok peristiwa yang membuat proyek ini melebihi target produksi air. Pertama, kesiapan masyarakat (internal) Sudah ada kesadaran dan kerjakeras menahun warga Dusun Gemer khususnya dan Desa Ngargomulyo pada umumnya, untuk mempertahankan hutan dan airnya dari para penjarah yang melanja pasir G. Merapi. Kesadaran lain adalah kesediaan berhemat dengan keran, kendati air melimpah. Terakhir, namun sangat menentukan, kapasitas intelektual warga Gemer cukup besar sehingga perakitan bisa diselesaikan sesuai tenggat. Kedua, pengiriman bantuan tepat sasaran, bermutu tinggi, dan tepat waktu (eksternal) Kesediaan BEC membantu dalam bentuk natura, menyebabkan material bisa langsung dirakit oleh warga dalam tempo kurang daripada sepekan. Bantuan keuangan tunai dari komunitas pendaki gunung, dengan cepat menambal kekurangan-kekurangan komponen dan alat kerja. Kedua faktor itulah yang menjadikan Dusun Gemer bukan lagi oase atau sekadar 'dusun mataair', melainkan benteng air yang bertahan di tengah penjarahan pasir gila-gilaan dan paceklik air di seluruh lereng G. Merapi pasca-erupsi 2010. Pernah ikut berperan membangun benteng air ini, kiranya  sudah merupakan kehormatan tersendiri bagi para donatur dan pendamping warga. [caption id="attachment_81176" align="aligncenter" width="800" caption="Garis biru-tua mewakili pipa berdiameter tiga inchi (pipa distribusi utama). Garis biru-muda mewakili pipa distribusi sekunder (1/2 inchi). Garis merah merupakan pembatas zona distribusi."]
1293905338856816490
1293905338856816490
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun