Mohon tunggu...
Undix Doang
Undix Doang Mohon Tunggu... -

Menulis tidak bisa diajarkan, tapi bisa dipelajari.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Revolusi Ketiga yang Mengubah Manusia

1 April 2010   06:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:03 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbeda dengan Principia Mathemathica (1687) karya Issac Newton, Origin lebih mudah dicerna oleh pembaca awam. Persoalan baru terasa ketika pembaca menghadapi konsekuensi pemaparan Darwin manakala argumennya tak bisa digugurkan. Sedemikian berat konsekuensi itu sampai-sampai Gereja Katolik baru menerima teori Darwin 137 tahun setelah Origin edisi pertama terbit. Adapun pihak yang masih menentang evolusi darwinian tinggal segelintir kreasionis garis keras.

Sawala paling termasyhur antara mereka dan evolusionis terjadi pada 30 Juni 1860, dalam pertemuan British Association of Advance Science. Malam itu sekitar seribu orang yang hadir yang memadati Oxford University Museum, Oxford, menyaksikan gembong kreasionis, Samuel Wilberforce, berdebat dengan pendukung Darwin paling setia, Thomas H Huxley dan Joseph Hooker. Pada kesempatan itu Wilberforce menistakan Huxley dengan bertanya apakah leluhur kera yang dimaksud evolusionis ada di pihak kakek atau neneknya.

Huxley lalu menjawab bahwa kita tidak perlu malu punya leluhur kera. Leluhur yang memalukan, kata Huxley, adalah orang yang gagal di bidangnya sendiri lalu terjun ke masalah ilmiah yang tidak ia pahami, kemudian mengaburkannya dengan retorika dan mengobarkan sentimen agama sambil memutar balik data ilmiah. Suara tawa dan tempik-sorak memenuhi ruangan menyusul jawaban telak Huxley.

Selama Darwin hidup, Origin dicetak enam kali dengan sejumlah revisi. Revisi dilakukan hampir di setiap edisi, terutama untuk meredam kritik yang datang bertubi-tubi. Akan tetapi, revisi Darwin malah tidak setia dengan penemuan mutakhir dibandingkan dengan edisi 1859. Edisi Origin yang kini dianggap paling tangguh dan jernih justru edisi 1859, bukannya edisi revisi.

Ironisnya, edisi yang paling banyak disalin dan diedarkan adalah edisi terakhir yang revisinya sudah banyak yang rontok. Sialnya, Origin terjemahan YOI dan Ikon tidak tegas-tegas mencantumkan edisi acuan sebagai pertanggungjawaban ilmiah kepada pembaca. Setelah memergoki kehadiran jargon "survival of the fittest" dan "pencipta" (kalimat penutup) baru jelas bahwa mereka bukan menerjemahkan Origin edisi 1859, edisi yang paling tangguh dan paling jernih argumennya.

Resensi ini pernah dimuat di Kompas, 21 Februari 2004.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun