Mohon tunggu...
Nurhasanah Munir
Nurhasanah Munir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna

I'm a dreamer and wisdom seeker// Ailurophile// write to contemplate

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jiwaku Perempuan

9 Agustus 2017   14:12 Diperbarui: 9 Agustus 2017   14:37 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Disanalah saya mulai berkenalan dan berinteraksi dengan orang-orang baru melalui tulisan-tulisan pendek, foto-foto hasil karya saya yang dilengkapi dengan caption, dan seterusnya. Saya seorang perempuan yang akhirnya menemukan kebebasan dalam mengekspresikan diri, memiliki kawan dan kritikus di tempat "antah barantah" tapi tetap memiliki esensi yang bisa diambil dalam interaksi sosial.

Saya ingat betul saat Prof. Melani menegaskan bahwa teori menulis bukan apa-apa jika kita tidak mulai untuk menulis. Faktanya memang betul demikian, ketika kita menulis tapi takut tidak sesuai dengan teori A atau B, yang terjadi tulisan yang ingin kita tulis niscaya tidak akan selesai. Jadi, sudah sebaiknya kita menulis apa yang terbesit dalam benak dan suara hati, mulai lagi untuk mengolah perasaan dan pikiran untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitar. 

Jika kita tidak peka dan sensitif terhadap hal-hal yang bersentuhan langsung dengan diri kita, kita tidak akan bisa menanggapi, dikarenakan ada ruang yang tertutp untuk menulis, yaitu intuisi dan jiwa. Intuisi dan jiwa yang sifatnya terbuka akan lebih mudah memantulkan ide meskipun datang hanya sekejap lalu pergi, tapi bagi mereka yang mengendalikan intuisi tersebut, ide yang lewat dalam sekejap tadi, sejatinya akan tetap ada dan menunggu untuk diolah dalam berbagai media. 

Semua itu karena saling berhubungan satu sama lain dengan pemantiknya bernama kepekaan. Namun ada kala, kesulitan-kesulitan sebagai perempuan juga saya alami dalam beberapa keadaan tertentu, meskipun buat saya hal tersebut masih bisa saya atasi sendiri. Dibesarkan dalam keluarga yang tradisional dan demokratis secara bersamaan, menjadikan saya sebagai seorang perempuan yang fleksibel untuk berperilaku sesuai situasi dan kondisi, kerena memang begitulah yang saya dapatkan dari didikan Abah, Ibu serta kakak-kakak di rumah. 

Mendapat kesempatan untuk bekerja di beberapa tempat juga menambah pengalaman bagaimana kita berkomunikasi dengan berbagai macam karakter orang. Abah selalu mengarahkan anak-anak perempuannya untuk membantu ia bekerja. Memiliki keahlian dalam membuat taman hias, Abah dipercaya untuk memasok tanaman-tanaman hias dan menyulap taman-taman orang menjadi indah dipandang mata. 

Saya dan kakak-kakak perempuan selalu bersemangat bila mobil pick-up bermuatan tanaman-tanaman hias dari yang kecil sampai yang besar tiba di pekarangan depan rumah, itu artinya pekerjaan kami akan segera dimulai. Membedakan antara tanaman yang kecil dan besar, membuka pot yang terbuat dari plastik, kemudian mengumpulkan tanaman-tanaman sesuai jenisnya menjadi satu. 

Dari cacing, ulat besar, hingga binatang kaki seribu ataupun lintah sudah menjadi kawan akrab kami semua. Ajaran yang ditanamkan oleh Abah ini yang masih saya tanamkan dalam diri, perempuan tidak boleh manja, harus mandiri, memiliki empati, tidak boleh bergantung banyak pada orang lain, dan harus memiliki prinsip hidup agar kita memiliki kekuatan untuk menyelam dalam kehidupan yang berselimut penuh misteri. []

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun