Menjawab pertanyaan yang tertera pada judul tulisan ini tak cukup hanya memberikan alasan-alasan yang sudah biasa terdengar, misalnya karena perempuan lebih dominan menggunakan perasaan daripada pikiran, sebagaimana yang dilakukan oleh laki-laki yang terbiasa menulis untuk mencerminkan level intelektualitasnya.
"Perasaan cinta, kasih, benci, kesal, kecewa yang ada pada diri perempuan merupakan keniscayaan, dan menuliskannya adalah sebuah rahmat."
Berbagai macam prasangka ditujukan kepada perempuan bahwa ia adalah sosok yang tidak pandai berucap namun sangat sensitif, cepat marah, semuanya ini diasumsikan karena perempuan mengandalkan perasaaan daripada akal dan logika. Ya, tidak semua hal negatif yang kita temukan di masyarakat harus berubah dalam sekejap, seperti halnya stigma yang terlanjur dipercayai oleh orang banyak.
Justru dengan "kelebihan" yang ada pada perempuan itulah, akan terlihat lebih baik dan indah jika disalurkan ke beberapa alternatif kegiatan yang bisa mengeluarkan potensi menjadi aksi, serta memberikan energi positif kepada dunia diluar dirinya.
Perempuan yang berasyik-masyuk dengan perasaan didalam dirinya cenderung menjadi tidak leluasa dan luwes dalam bergaul dan berekspresi. Akibatnya, segala ucapan dan perasaan berbaur jadi satu tanpa ada filterasi.
Satu dari sekian banyak kegiatan yang dapat mengaktualisasikan potensi perempuan adalah dengan menulis hal-hal yang dialami, dirasakan, dilihat, didengar, baik itu berupa kesedihan atau kegembiraan.
Nah, karena perempuan memiliki anugerah yang belum tentu dimiliki oleh laki-laki dengan kapasitas intuisi yang terbilang besar, berarti kegiatan menulis menjadi peluang bagus untuk perempuan dalam menyampaikan pikiran serta keluh-kesahnya secara cantik.
Tulisan adalah bentuk lain dari ekspresi, hanya saja tulisan merupakan ekspresi tak langsung karena untuk menulis membutuhkan beberapa tahap, seperti; menemukan ide atau tema tulisan, menyusunnya dalam pikiran atau juga ditulis acak, kemudian disunting untuk mengoreksi kata-kata yang kurang tepat digunakan, Â sehingga dapat tersusun menjadi kalimat-kalimat yang penuh makna.
Sejauh mana perempuan memiliki peran penting dalam menulis? Sejauh perempuan menyadari bahwa dirinya memiliki potensi yang luar biasa, dan mau berusaha untuk melihat kemampuan mengubah pikirannya yang kontemplatif menjadi inspiratif.
Banyak perempuan yang masih merasa tidak dapat menulis apa yang dialami dan dirasakan, namun jika menjadikan aktifitas menulis sebagai gaya hidup atau hobi ringan, bisa jadi akan menambah semangat untuk melakukannya secara rutin.
Ada banyak ruang kosong untuk diisi oleh perempuan, khususnya yang terkait dengan dunia menulis. Setidaknya bagi mereka yang tidak bisa bersuara lantang, mereka tetap bisa menulis tajam dengan pikiran yang jernih dan hati yang teguh untuk menyuarakan hal-hal yang masih menjadi keresahan baik individu maupun masyarakat luas.Â