Mohon tunggu...
Nurhasanah Munir
Nurhasanah Munir Mohon Tunggu... Mahasiswa - Taruna

I'm a dreamer and wisdom seeker// Ailurophile// write to contemplate

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Era Medsos, Saatnya Warga Menjadi Juru Tulis Paling Depan!

15 November 2016   11:14 Diperbarui: 16 November 2016   01:07 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa poin yang saya dapat dari bang Isjet, sebagai berikut:

- Pada waktunya, blogger dan wartawan akan sama. Sama-sama mendapatkan tempat dalam bidang jurnalistik.

- Para blogger masih bingung dalam menentukan verifikasi tulisan-tulisannya.

- Semakin menunjukkan profesionalisme, maka kualitas akan teruji.

- #AyoNulis

Spiritualisasi Menulis ala Kang Maman

Bagi saya, kang Maman Suherman yang asli Makassar memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan penulis-penulis lainnya. Saya mengamati bagaimana beliau memiliki pondasi yang kuat dalam menulis, dan kuncinya ada pada ayat-ayat Al-Qur’an.

Beliau berpegang teguh pada ayat yang berbunyi iqra’ dan qolam, iqra’bermakna bacalah, sedangkan qolam bermakna pena. Sebagaimana yang telah saya tuliskan diawal tadi, menulis dan membaca adalah dua elemen yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya saling melengkapi dan menyempurnakan.

Kita dapat membaca banyak hal, tidak hanya buku, blog, berita, jurnal, dan lain sebagainya. Sebelum itu semua dituangkan menjadi aneka wadah. Membaca tahap pertama adalah membaca dengan mata terhadap hal-hal yang ada dan terjadi disekitar kita. Membaca dengan sudut pandang yang berbeda dengan orang lain. Maka dengan begitu, kita baru dapat menuliskannya untuk diabadikan.

Kang Maman memulai karir sejak tahun 1986 sebagai penulis lepas atau freelancer istilah sekarang, mengalami pasang surut dalam menjejakkan idealismenya sebagai seorang penulis. Kang Maman bersama kawan-kawannya harus berhadapan langusng dengan rezim yang memiliki kuasa atas semua tulisan sebelum akhirnya mendapat izin terbit dan dipublikasikan.

Baginya, menulis memang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Tanpa sungkan kang Maman juga menganggap bahwa ia hidup dari menulis, begitu paparnya. Pernah suatu kali ia mengirimkan puisi karyanya tentang seorang gadis pujaan di sekolah, puisi tersebut tayang dan kang Maman berhak mendapatkan honor sebesar Rp. 50,- (lima puluh rupiah) pada tahun 1974.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun