Saya bukan penggila kuliner. Hanya saja, saat lapar, apa pun yang saya anggap mampu menahan perihnya perut akan saya lahap dengan sepenuh hati.
Kemarin, saya hanya makan bakso rawit saat jam makan siang, meskipun ada lontong sebagai pelengkap yang tersedia belasan jumlahnya diatas meja. Saya piker semangkuk bakso mampu mengganjal perut saya hingga sore hari, bahkan sampai tiba di rumah.
Namun apa mau dikata, dalam perjalanan pulang dari kantor, rupanya perut saya tak tahan lagi untuk menahan lapar. Sementara perjalanan yang saya tempuh baru sekitar 6 KM jaraknya. Sudahlah, nanti saja di rumah, saya membatin dan merajuk agar si perut bertahan dengan sabar.
Tiba di wilayah kebayoran lama, mobil pick up yang menjual tahu bulat terlihat "mengepung" pasar, meskipun dalam jarak yang tidak dekat, tapi bisa terhitung dengan sekali pandang. Lagi-lagi saya hanya melaju dan melawati penjual, pick up dan pelanggan tahu bulat.
Seperti yang sudah-sudah dan menjadi pemandangan lazim, para pelanggan rela antri demi seporti tahu gejrot yang sudah masuk dalam radar “Go Food” (aplikasi pelayanan antar makanan oleh PT Go-Jek Indonesia).
Saya bergegas menuju si abang yang sedang mengulek cabai dan aneka bumbu, saya terpaku pada sebuah piring berbahan gerabah yang seakan tak bertuan. Benar saja, seorang pelanggan, meminta porsi yang lain kepada si abang, karena yang diberikan itu tidak sesuai pesanan.
Akhirnya, dengan niat hati dan perut keroncongan, saya tanya si abang; Bang, itu nggak ada yang punya ya? – nggak ada mba, jawabnya singkat. Ya udah buat saya aja sini, tangan kanan saya mengulur menjemput tahu gejrot yang siap santap. Piring gerabah yang eksotik pun berpindah ke tangan saya.
Saya dengar dari si abang bahwa porsi yang saya nikmati itu level sedang. Saya tanyakan juga, level sedang itu berapa jumlah cabainya? 15 biji mba, begitu jawabnya sambil tersenyum. Tapi beberapa sendok setelah saya makan, mulut dan telinga saya seperti berasap saking pedasnya.
Saya tak akan biarkan hal ini berlangsung lama, saya langsung pesan air mineral pada ibu yang ikut membantu berdagang khusus bagian minuman. Upaya menyiram tenggorokan yang “terbakar” sedikit berhasil, rasa pedas pun reda meskipun hanya sedikit.
Jika saya bisa simpulkan, mengapa tahu gejrot Bang Jack begitu populer? Hal ini bisa diamati dari beberapa faktor, yang pertama, letaknya sangat strategis, yaitu di depan SPBU! Mereka yang berboncengan saat mengisi BBM, bisa saja menunggu sambil memesan tahu gejrot dan beristirahat sejenak sebelum meneruskan perjalanan.
Selain SPBU, tak jauh dari lokasi juga terdapat sekolah dasar, jadilah super ramai. Kedua, rasanya yang memang enak, sedap, dan dengan bumbu orisinil. Dengan kuah cuka, cabai rawit merah dan hijau, bawang putih, gula merah, itulah unsur-unsur tahu gejrot bang Jack disukai banyak orang, dari anak kecil sampai orang tua.
Tunggu apa lagi? Bagi anda yang ketepatan jalan-jalan atau melewati wilayah Kebayoran lama dan sekitarnya, bisa bereksperimen mencicipi panganan khas kota Cirebon ini. Hanya mengeluarkan uang Rp.8.000,- (delapan ribu rupiah) anda sudah bisa ikut melestarikan kuliner Indonesia!
Salam Kuliner!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI