Mau tidak mau, kita harus belajar dari nenek moyang kita pada era batu, dimana era modern dan era media sosial belum muncul, mereka menjaga dan merawat kerukunan antara yang satu dengan yang lain, antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, antara penganut kepercayaan yang satu dengan penganut kepercayaan yang lain. Mereka meyakini bahwa mereka diciptakan Tuhan untuk hidup berdampingan dalam damai dan penuh cinta kasih.
Zaman modern dapat menjadikan manusia itu makhluk yang paling bodoh atau sebaliknya, maka pilihlah jalan yang dipenuhi oleh orang-orang yang mencintai kedamaian dan mengharapka rahmat Tuhan. Zaman modern pula yang menjadikan manusia menjadi makhluk mulia dan juga hina dalam satu waktu, karena manusia tidak dapat menggunakan akal pikirannya secara sempurna, dan cenderung mengikuti ego.
Apa Batasan Toleransi itu?
Batasan toleransi yaitu saat lisan dan tingkah laku kita terjaga dari perkataan yang menghinakan dan perbuatan yang melecehkan kepercayaan dan keyakinan orang lain yang berbeda dengan kita. Pada dasarnya, segala tulisan, perkataan, dan perbuatan yang dapat menyinggung perasaan hingga keyakinan orang lain, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang melampaui batas toleransi. Toleransi adalah sikap mempersilahkan, toleransi dapat juga diartikan dukungan untuk mewujudkan harapan dan cita-cita umat secara gotong-royong dan kekeluargaan
Andai toleransi lebih ringan dari kapas, niscaya tidak ada lagi orang-orang yang menyimpan kebencian didalam hatinya. Kapas bersifat ringan tanpa beban, warnanya yang putih tak lagi indah jika ternoda. Kebaikan memang sangat berat dilakukan oleh orang-orang yang memilih untuk berada jauh dari kasih sayang Tuhan dan orang-orang baik tentunya. Toleransi baru dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki prinsip untuk menciptakan kedamaian, dan menjadi mata air bagi orang-orang yang kehausan dalam perjalanan bernama kebajikan.
Nabi Muhammad SAW bersabda: "Cintai saudaramu, sebagaimana kamu mencintai dirimu sendiri." Jika Nabi SAW saja menyerukan kepada manusia untuk mencintai dan mengasihi saudara seperti kita mencintai diri sendiri, lalu bagaimana dengan mereka yang membenci saudaranya yang lain? Tidakkah hal ini justru menunjukkan bahwa dia tidak mencintai dirinya sendiri? Tidak ada rugi untuk berbuat kebajikan dan menyebarkannya, karena Tuhan mencintai orang-orang yang berbuat baik. Bunda Theresa mengatakan “jika anda sibuk membenci, maka anda tak ada waktu untuk mencintai” – ungkapan tersebut setidaknya mengingatkan kita selalu untuk menanamkan rasa cinta yang penuh kedamaian, sehingga orang-orang di sekitar kita dapat merasakan getaran-getaran cinta tersebut dan ikut serta dalam menyebarkan benih-benih kedamaian.
Baca juga artikel terkait:
http://www.kompasiana.com/unamunir/pluralism-is-not-a-nightmare_57550803517a611505581629
Facebook: Una Munir
Twitter : @Unamunir
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H