Kurang lebih 20 menit menunggu, satu persatu menu yang kami pesan terhidang diatas meja, pelayan yang bertugas mengantar menu, tak lupa mencoret nama menu di kertas yang diletakkan ditepi meja kami. Menu dihidangkan dengan sangat apik dan manis khas bumi nusantara. Seperti ayam bejeg dan lele bejeg, dihidangkan beralaskan daun pisang di cobek yang terbuat dari kayu, pun nasi putih yang juga dihidangkan dengan piring porselen dengan desain lama.
Talaga banyak menawarkan pilihan menu, berbagai macam nasi seperti nasi goreng pete, nasi goreng terasi, nasi goreng udang, nasi tutug komplit/spesial, dan lain-lain yang dijadikan sebagai menu utama, adapun panganan pendampin Talag memiliki ciri khas dari tempat makan lainnya, yaitu aneka olahan tahu dan roti, tahu gejrot, kembang tahu, dan lain sebagainya, serta roti bakar dengan berbagai macam toping yang diistilahkan dengan nama “tikar”, dari toping keju, pisang, susu, meses, cream, green tea, choco oreo, strawberry, dan masih banyak lagi.
Begitu juga dengan pilihan minumannya, yang paling favorit bagi saya adalah kopi tarik panas, aromanya yang khas dan rasanya yang pas, minuman lainnya masih sama dengan pilihan minuman di tempat makan lain, namun lagi-lagi Talaga menawarkan nuansa kedaerahan yang sangat kental. Jika diperhatikan menu-menu yang ditawarkan di Talaga, berciri masakan Sunda yang tak lepas dari lalapan, sambal, serta kerupuk.
Kami menyantap lahap dan minum dengan nikmat sambil mendengarkan lagu-lagu hits yang telah di-cover, salah satunya adalah lagu “photograph” Ed-Sheeran yang saat itu diputar.
Saya melihat sekeliling Talaga, satu persatu meja dan kursi panjang telah terisi, mereka datang bersama keluarga ataupun para sahabat, dan saya menyempatkan diri untuk memotret suasana di Talaga dari beberapa sudut. Talaga dilengkapi oleh beberapa fasilitas, diantaranya wi-fi, dan terminal listrik, namun sayangnya terminal listrik tidak ditemukan di lantai 2, ada juga bel manual yang bisa digunakan untuk memanggil pramusaji atau memesan menu tambahan. Setelah memotret, saya kembali ke tempat semula, menghabiskan nasi lele bejeg yang pedas luar biasa.
Setelah kami menghabiskan makanan dan minuman, kami turun ke lantai dasar untuk membayar, saya langsung menuju kasir, bill kami telah disiapkan, dan salah seorang pramusaji lain hendak memberikan secarik kertas pada saya, setalah saya amati kertas tersebut adalah kertas kuesioner yang diharapkan dari para pengunjung agar dapat memberi saran dan kritik untuk Talaga. Setelah selesai membayar, saya mengisi kuesioner tersebut dalam beberapa menit, dan mengembalikannya diatas meja dekat kasir.