Mohon tunggu...
una anshari
una anshari Mohon Tunggu... Freelancer - Melihat, Merasakan, Menulis dan Membagikan

Traveller yang selalu berharap dapat mengambil hikmah dalam perjalanan untuk ditulis dan disharekan. Berbagi itu indah :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Rekening Abadi dan Kedermawanan Seorang Dzinurain

20 April 2019   16:58 Diperbarui: 20 April 2019   17:03 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.pictame.online/tag/IQomic 

Disebut ia dengan DziNurain yang artinya pemilik dua cahaya karena ia mempersunting 2 putri Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.

Seorang pemalu, yang bahkan malaikat pun malu kepadanya. Seorang kaya raya nan dermawan. Berbagi karena Allah Ta'ala membuat pemberiannya abadi sehingga dapat bermanfaat hingga kini, 1400 tahun sesudah kematiannya. 

Kali ini, izinkan saya bercerita asal mula rekening Ustman bin Affan yang terdapat di kerajaan Saudi Arabia.

Hal ini bermula saat Madinah tiba di musim paceklik. Sumur yang mulai mengering. Kalau adapun yang masih ada airnya, tapi kotor dan keruh.

Sementara itu, kaum Muhajirin yang berasal dari Makkah terbiasa dengan air zamzam, air paling berkualitas yang tak pernah kering dari zaman nabi Ismail sampai hari ini. Bagaimana mungkin mampu mengkonsumsi air dari sumur yang kotor.

Dengan hikmah Allah, hanya satu sumur saat itu yang masih berlimpah ruah dan jernih airnya, yaitu milik seorang Yahudi tua yang dinamakan bi'ru Rumma

Jahatnya, ketika sesama Yahudi meminta, akan diberikan. Lain halnya dengan kaum Muslimin yang harus bayar dengan harga selangit. Maka, masyarakat Muslim mengadu kepada Baginda Nabi Saw.

Oleh Nabi diajak lah para sahabat bersedekah, barangsiapa yang meringankan hajat hidup orang banyak, maka baginya surga. 

Tentu ini bukan hanya sekedar janji manis yang diucapkan Rasulullah, tapi mutlak janji Allah Ta'ala. Maka, Ustman mengajukan diri untuk membeli. 

Permintaan itu ditolak oleh Yahudi, "aku tidak ingin menjual sumur ini."

Pebisnis ulung seperti Ustman tidak kehilangan akal, "bagaimana kalau aku hanya menyewa saja, sehari milikku, sehari milikmu. Dengan begitu kau tidak akan kehilangan asetmu."

"Baiklah," kata Yahudi, "tapi aku menjualnya dengan harga 20ribu Dinar." Jika dirupiahkan hari ini sekitar 8 miliyar. Pikir Yahudi, Utsman akan menolak.

"Baiklah aku setuju, aku akan mengambil uang nya."

Kagetlah Yahudi, dia mengira Utsman akan menawar harga yang tidak masuk diakal ini sehingga ia ada alasan untuk menolak. Tapi sayangnya, Ustman menyetujui.

Terjadilah transaksi sewa tersebut.  Tanpa mengambil terlebih dahulu, Ustman langsung mengumumkan kepada kaum muslimin. 

Yang terjadi selanjutnya adalah, saat hari Ustman tiba, seluruh kaum muslimin mengambil air sebanyak mungkin untuk kebutuhan dua hari, maka ketika giliran Yahudi sudah tidak ada yang membelinya.

Yahudi kembali berpikir, kalau begini air bisa saja habis, dan aset ini sudah tidak berguna. Maka, ia kembali mengajukan keberatan kepada Ustman.

"Jadi, apa maumu wahai Yahudi?"

"Aku memutuskan untuk menjual saja sumur ini dengan harga yang sama ketika menjualnya."

Yang ada di pikiran Ustman saat itu adalah bagaimana kebutuhan kaum muslimin akan air terpenuhi, tanpa memikirkan bahwa uangnya akan habis karena tingginya harga yang diajukan Yahudi, Ustman menyetujui saja. 

Maka, resmilah sumur dan sebagian kebun kurma di dekat sumur tersebut menjadi milik Ustman bin Affan.

Lambat laun, kebun kurma sekitar sumur itu berbuah. Berbeda sekali ketika masa Yahudi, tidak pernah berbuah lebat. Hanya sesekali dan sekedarnya.

Maka, benarlah kalau keberkahan itu hadir di dalam jiwa-jiwa yang ikhlas.

Oleh Ustman, perkebunan itu kembali ditanami pohon kurma sekitar 500 pohon. Jika satu pohon menghasilkan seribu kg, maka seluruh hasil perkebunan itu bukan untuk dinikmati, lagi-lagi ia sedekahkan untuk kebutuhan kaum fakir dan miskin.

Begitu seterusnya, hingga akhirnya tiba ajalnya. Khalifah setelahnya tetap melakukan kebiasaan tersebut.

Pada masa kekhalifahan Turki tetap dilakukan dan ditambahi dengan pencatatan yang rapih.

Lalu bagaimana hingga akhirnya memiliki rekening?

Masyaallah hingga pada zaman kerajaan Saudi ada, kebun kurma masih terus berbuah.

Oleh kerajaan Saudi, hasil kebun kurma dibagi dua. Setengah untuk disedekahkan. Setengah lagi untuk dijual dan dibukakan rekening atas nama Ustman Bin Affan untuk dimasukkan setiap keuntungan  dari setiap hasil penjualan kurma.

Sekarang ini, dari hasil kebun tersebut, oleh kerajaan Saudi dibelikan tanah atas nama Ustman bin Affan dekat masjid Nabawi untuk dibangun hotel bintang lima guna menampung jamaah haji maupun umroh.

Hingga hari ini hotel jalan, kebun kurma menghasilkan, begitupun air yang masih mengalir dari sumur tersebut.

Lihatlah, berkali-kali lipat keuntungan yang diberikan Allah Ta'ala kepada sang dermawan, yang tidak mempedulikan kehilangan uang 8 milyar untuk sebuah sumur demi memenuhi hajat saudara seimannya.

Ketika sedang melaksanakan umroh, maka mintalah kepada muthawwif berkunjung ke bi'ru Rumma sekitar 15 menit dari masjid Nabawi.

Apa yang dapat dipetik dari kisah ini?

Keyakinan.

Apa yang mendorong Ustman mau membayar 8-20 milyar dulu untuk sebuah sumur?

Tidak lain adalah keyakinan.

Keyakinan Ustman akan hal ini membuat Allah Ta'ala mengekalkan apa yang sudah beliau sedekahkan. 

Hasilnya, hingga kini, ketika 1400 tahun lebih sudah berlalu, manfaatnya tetap dirasakan, rekening nya abadi walau sang pemilik sudah ada di balik tanah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun